Mums, selain dokter obgin, bidan adalah tenaga medis yang sering menjadi tujuan para ibu hamil memeriksakan kehamilan. Bahkan peran bidan sudah bisa dimulai sejak mendampingi Mums saat masa pra kehamilan hingga paska persalinan. Tahukah Mums, selama masa pandemi Covid-19 ini, pekerjaan bidan sebagai salah satu garda terdepan layanan kesehatan menjadi lebih rumit.

 

“Situasi pandemi membuat lingkungan pekerjaan bidan menjadi lebih riskan daripada sebelumnya. Risiko bidan terpapar virus juga sangatlah besar. Belum lagi para bidan juga memiliki keluarga di rumah, hal ini tentunya menambah beban pikiran mereka setiap harinya. Tidak hanya itu, bidan juga dituntut untuk mampu menjadi sumber dukungan emosional ibu saat menjalani proses persalinan,” jelas Ratih Ibrahim, M.M., Psikolog Klinis sekaligus Founder & Direktur Personal Growth - Counseling & People Development, melalui siaran pers yang diterima Teman Bumil pada 21 Februari 2022.

 

Baca juga: Peran Bidan Turunkan Kematian Ibu dan Bayi Sampai 40%

 

Beban Kerja Bidan Meningkat Selama Pandemi

Setiap tahun, ada sekitar 4 juta kelahiran bayi di Indonesia. Nah, para ibu cenderung mengandalkan bidan sebagai sumber dukungan emosional selama masa kehamilan dan persalinan, karena keterbatasan pengunjung di klinik atau rumah sakit selama pandemi.

 

Selain memberikan pelayanan kehamilan, banyak negara melaporkan peningkatan jumlah layanan rumah yang dilakukan bidan, termasuk untuk memberikan imunisasi bagi anak dan edukasi kesehatan bagi ibu, karena ketakutan ibu untuk pergi ke klinik atau rumah sakit.

 

Semua beban tersebut, ditambah situasi pandemi COVID-19 yang penuh ketidakpastian, menjadi sumber stres tersendiri bagi para bidan. Selain itu, bidan juga menghadapi tantangan perubahan pola kerja hingga kekhawatiran akan risiko penularan virus yang tinggi, baik bagi dirinya sendiri maupun keluarga.

 

Sebuah studi menyatakan bahwa bidan yang menangani pasien COVID-19 berisiko dua kali lebih besar mengalami kelelahan emosi dibandingkan mereka yang tidak menangani pasien COVID-19.

 

Menurut Ratih Ibrahim, dalam studi kualitatif awal yang dilakukan Personal Growth, pada bidan-bidan di berbagai daerah di Indonesia, ditemukan bahwa 40% bidan megalami kecemasan selama masa pandemi ini.

 

“Responden lain juga mengalami berbagai pengalaman negatif, seperti rasa takut, marah, sedih, stres, dan sebagainya. Maka, penting sekali untuk melakukan suatu upaya dalam membantu para bidan ini meningkatkan dan menjaga kesehatan mentalnya, sehingga mereka bisa bekerja secara produktif dalam mewujudkan kesehatan ibu dan anak yang baik di Indonesia,” jelas Ratih.

 

Lebih jauh hasil studi menunjukkan, cukup banyak bidan yang mengalami gejala kecemasan (29%, N=123), stres (10%, N=42), dan depresi (15%, N=62) dalam kategori ringan hingga parah. Sebanyak 32% responden mengalami kecemasan disfungsional terkait kondisi pandemi, hal ini mengindikasikan bahwa para bidan mengalami kecemasan dalam tingkat yang intens hingga mengganggu fungsi dan keseharian hidup mereka.

 

Studi ini menemukan bahwa terdapat korelasi signifikan antara persepsi bidan terhadap pengetahuan yang mereka miliki (perceived knowledge) terkait COVID-19 dengan tingkat stres, kecemasan dan depresi para bidan. Terbukti bahwa semakin rendah pemahaman bidan terkait COVID-19, maka semakin tinggi tingkat kecemasan yang dimiliki.

 

Baca juga: Melahirkan Dibantu Bidan atau Dokter?

 

Adaptasi Bidan Terhadap Stres Masih Rendah, Perlu Dukungan

Kemampuan adaptasi terhadap stres kerja (work adaptability) adalah faktor yang paling kuat yang berhubungan dengan kondisi kesehatan mental. Sayangnya, studi ini menemukan bahwa kemampuan adaptasi bidan terhadap stres pekerjaan masih cukup rendah. Sebesar 54% responden dilaporkan memiliki skor di bawah rata-rata pada kemampuan beradaptasi terhadap stres pekerjaan ini.

 

“Hal ini juga berkaitan dengan kondisi pandemi COVID-19 yang serba tidak pasti. Protokol kesehatan dan prosedur pelayanan terus berubah-ubah hingga pola dan media kerja yang baru juga dapat memicu kelelahan dan stres bagi para bidan,” tambah Psikolog Klinis, Gracia Ivonika, M.Psi, yang juga merupakan salah satu penulis studi tersebut.

 

Temuan ini menunjukkan bahwa para bidan membutuhkan dukungan untuk dapat memelihara kesehatan mentalnya lebih baik, juga bekerja secara produktif. Menurut Ratih Ibrahim, ada empat hal yang bisa dipelajari bidan untuk menguatkan kesehatan mentalnya, di antaranya: growth mindset  atau meningkatkan pola pikir termasuk belajar resiliensi dan adaptasi, kemudian belajar meregulasi emosi, melakukan manajemen stres, dan memiliki perencanaan yang konkret. 

 

 

“Keempat hal ini adalah keterampilan yang menjadi bekal penting bagi para bidan untuk menghadapi apapun situasi tak terduga dan penuh tekanan yang mungkin datang di masa depan. Keempat hal ini juga adalah suatu keterampilan yang sangat bisa dipelajari dan dilatih, agar para bidan dapat memelihara kesehatan mentalnya dengan baik. Sehingga, ke depannya saya berharap para bidan pun dapat beradaptasi lebih baik lagi, hingga dapat bertugas dengan kondisi prima, memberikan pelayanan terbaik bagi para pasien,” tutup Ratih Ibrahim.

 

Baca juga: Inovasi-inovasi Terbaik Indonesia di Bidang Kesehatan