Ketika membawa anak saya yang berusia 15 bulan ke dokter spesialis anak beberapa waktu lalu, sang Dokter berkata bahwa vaksin MMR (Mumps, Measles dan Rubella) yang seharusnya diberikan, belum bisa dilakukan karena tidak adanya stok di rumah sakit. Saya yang ketika itu masih bingung pun hanya mengangguk-angguk saja dan bertanya balik, "Tapi jadi gimana Dok kalau enggak ada? Enggak apa-apa gitu anaknya?"

 

Sayangnya, dokter tidak memberikan jawaban yang memuaskan. "Ya, mau bagaimana lagi kalau memang tidak ada vaksinnya," jawab si Dokter. Saya tidak terlalu memikirkan mengenai vaksin tersebut, hingga beberapa hari lalu grup WhatsApp yang berisi ibu-ibu yang mengikuti pelatihan hypnobirthing yang pernah saya ikuti membahas mengenai vaksin MMR ini.

 

Ternyata vaksin MMR memang hampir tidak ada di Indonesia selama 2 tahun belakangan ini, karena pemerintah memutuskan untuk tidak mengimpornya lagi. Jadi, banyak anak yang memang sudah tidak mendapatkan vaksin ini semenjak 2 tahun yang lalu.

Baca juga: Vaksin Penting? Kamu yang Menentukan

 

Vaksin yang tadinya adalah vaksin tidak wajib ini akan diubah menjadi vaksin wajib oleh pemerintah, tapi diubah menjadi hanya vaksin MR (Measles dan Rubella). Sedangkan mumps tidak lagi masuk ke dalam bagian vaksin ini. Selidik punya selidik, ternyata alasan pemerintah untuk tidak memasukkan vaksin mumps atau gondongan ke dalam vaksin MR yang baru ini adalah karena penyakit gondongan dianggap bukanlah penyakit epidemi atau mewabah, seperti measles ataupun rubella. Selain itu, gondongan juga merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri (self-limiting disease). Itulah 2 alasan yang mengakibatkan pemerintah tidak memasukkan mumps ke dalam vaksin MR.

 

Tapi saya masih penasaran, betulkah mumps atau gondongan ini tidak berbahaya? Karena saya pun baru ingat bahwa sebelum saya melanjutkan sekolah S2 ke New York, Amerika Serikat, beberapa tahun yang lalu, saya diminta untuk memberikan bukti sudah divaksin MMR dalam 5 tahun terakhir. Jika saya tidak dapat memberikan bukti vaksin tersebut, saya wajib melakukan vaksin MMR ulang.

 

Saya pun mendengar dari teman yang mendapatkan beasiswa ke Jepang kalau vaksin MMR wajib dilakukan sebelum ia dapat tinggal di sana. Kalau memang measles, mumps, dan rubella ini tidak sedemikian penting, mana mungkin sih negara-negara ini sampai mewajibkan imigran yang masuk ke negaranya untuk melakukan vaksin ini?

 

Setelah saya melakukan penelitian kecil-kecilan di internet, memang gondongan adalah suatu penyakit yang biasa terjadi di Indonesia. Penyakitnya pun bukan termasuk penyakit yang ganas dan sulit disembuhkan. Meskipun begitu, komplikasi penyakit ini bisa berbahaya karena dapat menyebabkan infertilitas pada pria.

 

Saya pun pernah membaca seksi komen di Instagram ketika seorang selebgram menulis mengenai MMR. Pada saat itu, followersnya mengatakan bahwa karena pernah mengalami gondongan ketika kecil, suaminya susah mendapatkan keturunan. Mereka pun harus mengikuti IVF (In Fitro Vertilization).

Baca juga: Berbagai Fakta Mengenai Vaksin MMR

 

Wah, saya sejujurnya langsung waswas ketika membaca hal tersebut. Saya tidak ingin kebahagiaan anak saya nantinya bisa rusak hanya karena masalah vaksin saja. Tapi hal ini bukan berarti hanya menyerang bayi laki-laki saja, lho! Penyakit rubella sangat berbahaya jika terkena pada ibu hamil.

 

Jika pada masa kecilnya tidak divaksin, sangat besar kemungkinan ia dapat dengan mudah tertular rubella. Dan jika seorang perempuan hamil terkena rubella, besar kemungkinan anak yang dikandungnya menjadi cacat. Seram, ya! Tentu saja kita sebagai orang tua tidak menginginkan hal tersebut terjadi pada keturunan kita.

 

Hal ini akhirnya membuat saya memutuskan untuk membawa anak saya ke Singapura pada bulan Juli lalu untuk mendapatkan vaksin MMR. Memang biaya yang dikeluarkan besar sekali. Biaya dokter di sana bisa 5 kali lipat dari biaya dokter di sini.

 

Menurut perkiraan perhitungan saya, biaya dokter dan imunisasinya sendiri saja akan menghabiskan kurang lebih $300. Cukup besar kan dibandingkan biaya dokter di Indonesia yang hanya berkisar Rp 200.000 sampai Rp 400.000? Belum lagi biaya traveling, seperti pesawat dan hotel.

Baca juga: Sebelum Wisata ke Luar Negeri, Wajib Suntik Vaksin-Vaksin Ini!

 

Tapi, saya menganggap hal ini sebagai bentuk asuransi terhadap anak. Jujur saja, hal ini juga membuat saya sangat sedih karena tidak semua ibu memiliki kesempatan membawa anaknya ke luar negeri untuk mendapatkan vaksin yang penting ini. Rasanya pemerintah harus berpikir ulang untuk membawa vaksin ini kembali ke Indonesia.

 

Ya, artikel kali ini memang berisi uneg-uneg saya mengenai kelangkaan vaksin MMR di Indonesia. Mudah-mudahan setelah membaca ini, Mums mendapatkan pencerahan mengenai pentingnya vaksin MMR bagi anak. Semoga kita dapat memecahkan masalah kelangkaan ini bersama-sama.