Kekerasan seksual pada anak masih menjadi permasalahan serius di sejumlah negara, termasuk di Indonesia. Kekerasan seksual pada anak dapat menimbulkan dampak yang serius terhadap kondisi fisik dan juga psikologisnya.

Dilansir dari Detik, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyebutkan terjadi peningkatan data kekerasan seksual terhadap anak setiap tahunnya. LPSK mencatat kekerasan seksual pada anak yang terjadi sejak 2016 adalah sejumlah 25 kasus, lalu meningkat pada 2017 menjadi 81 kasus, dan puncaknya pada tahun 2018 menjadi 206 kasus.

Kasus kekerasan seksual pada anak tentu tidak boleh disepelekan. Hal ini harus menjadi tanggung jawab orang tua dan juga masyarakat luas untuk mencegahnya.

 

 

Kekerasan Seksual pada Anak

Kekerasan seksual pada anak adalah salah satu bentuk kekerasan anak. Kekerasan ini mencakup berbagai tindakan yang melibatkan anak-anak dengan orang dewasa atau orang yang lebih tua.

Kebanyakan kekerasan seksual pada anak melibatkan kontak fisik. Namun, ada tindakan lain yang juga tergolong kekerasan seksual pada anak meski tidak melibatkan kontak fisik.

Ketika seorang pelaku melakukan kekerasan seksual, perbuatan mereka dapat memberikan efek jangka panjang pada korban hingga bertahun-tahun.

Adapun bentuk kekerasan seksual pada anak ialah:

 

- Memiliki gambar-gambar pornografi anak.

- Memaksa anak untuk menelanjangi diri atau melakukan masturbasi.

- Melakukan segala jenis aktivitas seksual di depan seorang anak, termasuk menonton pornografi.

- Mengambil, mengunduh, melihat, atau mendistribusikan gambar seksual anak-anak.

- Meminta atau memaksa anak untuk melakukan tindakan seksual di depan kamera ataupun webcam.

- Tidak mengambil tindakan untuk melindungi anak yang menyaksikan aktivitas atau gambar seksual.

- Menyentuh area-area tubuh pribadi anak, baik masih berpakaian ataupun tidak berpakaian.

- Penetrasi seksual.

 

Baca juga: Tips Hindari Kekerasan Seksual pada Anak

 

Siapa Saja yang Bisa Menjadi Pelaku Kekerasan Seksual pada Anak?

Meski orang terdekat seharusnya menjadi sosok yang melindungi anak dari kekerasan seksual, ironisnya pelaku kekerasan seksual pada anak justru berasal dari orang-orang yang sudah dikenal oleh sang Anak yang menjadi korban. Tidak sedikit pelaku kekerasan seksual pada anak yang justru merupakan anggota keluarga, teman bermain, guru, pelatih, pengajar, atau orang tua dari anak lain.

Sekitar 1 dari 6 kasus kekerasan seksual pada anak terjadi karena pelaku memanfaatkan kerentanan anak dan sama sekali tidak terkait dengan orientasi seksual pelakunya.

Pelaku dapat memanipulasi korban untuk tetap diam dengan segala cara. Sering kali pula, pelaku memanfaatkan kekuatannya atas korban untuk memaksa atau mengintimidasi anak. Pelaku mungkin memberi tahu anak bahwa apa yang dilakukannya adalah hal normal dan bisa dinikmati.

Tidak jarang pelaku mengancam jika anak menolak untuk terlibat atau memberi tahukannya pada orang lain. 

 

Adakah Tanda Jika Anak Menjadi Korban Kekerasan Seksual?

Kekerasan seksual yang telah terjadi pada anak mungkin akan sulit untuk diketahui. Hal ini karena sering kali korban merasa takut untuk mengatakannya atau justru diancam oleh pelaku, terlebih jika pelaku merupakan orang terdekat.

Untuk membantu orang tua, berikut beberapa tanda yang dapat diperhatikan:

 

 

1. Tanda-tanda fisik

- Perdarahan, memar, atau bengkak di area genital.

- Pakaian dalam yang berdarah, robek, atau bernoda.

- Tampak kesulitan berjalan atau duduk.

- Mengalami infeksi saluran kemih atau sering keputihan.

 

2. Tanda-tanda perilaku

- Perubahan perilaku untuk menjaga kebersihan diri, misalnya menolak untuk mandi atau justru mandi terlalu sering.

- Muncul ketakutan atau fobia yang tidak tampak sebelumnya.

- Menunjukkan tanda-tanda depresi atau PTSD (post-traumatic stress disorder) atau gangguan stres pasca-trauma

- Mengungkapkan pemikiran atau keinginan bunuh diri, terutama yang sudah beranjak remaja.

- Memiliki masalah di sekolah, seperti sering tidak masuk atau penurunan prestasi.

- Mengalami mimpi buruk atau mengompol.

- Kembali ke perilaku regresif, seperti mengisap jempol.

- Lari dari rumah atau sekolah.

- Melukai diri sendiri.

- Menyendiri atau tampak terancam dengan adanya kontak fisik.

- Menunjukkan perilaku yang tidak pantas secara seksual atau menggunakan bahasa eksplisit secara seksual.

 

Baca juga: Menyampaikan Berita tentang Kekerasan pada si Kecil

 

Dampak Kekerasan Seksual pada Anak

Kekerasan seksual dapat berdampak serius terhadap fisik dan juga mental anak-anak, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Jangka pendeknya, anak-anak dapat mengalami masalah kesehatan, seperti penyakit menular seksual , cedera fisik, dan kehamilan yang tidak diinginkan.

Jangka panjangnya, seseorang yang pernah mengalami kekerasan seksual lebih mungkin mengalami depresi, kecemasan, gangguan makan, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Mereka juga cenderung untuk melukai diri sendiri, terlibat dalam perilaku kriminal, menyalahgunakan narkoba dan alkohol, hingga melakukan bunuh diri.

 

 

Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

Menghindarkan anak dari kekerasan seksual menjadi tanggung jawab orang dewasa, terutama orang tua. Berikut ini beberapa hal yang bisa ditekankan kepada anak agar terhindar dari kekerasan seksual.

 

 

1. Bicarakan tentang bagian tubuh sejak dini

Beri tahu anak mengenai seluruh bagian tubuhnya. Gunakan nama yang tepat dan apa adanya untuk menjelaskan setiap bagian tubuh, misalnya vagina atau penis.

Ketika anak merasa familier dan tahu betul tentang bagian tubuh tersebut, mereka dapat lebih mudah untuk berbicara jika ada sesuatu yang tidak pantas terjadi padanya.

2. Ajari anak bahwa beberapa bagian tubuh tidak boleh disentuh oleh orang lain

Beri tahu anak-anak bahwa ada beberapa bagian tubuh mereka yang bersifat pribadi dan tidak boleh disentuh atau dilihat oleh semua orang. Jelaskan bahwa hanya orang tua dan orang-orang tertentu saja yang diperbolehkan untuk melihat bagian pribadi tersebut.

3. Ajarkan tidak ada yang boleh memaksanya

Katakan kepada anak bahwa tidak ada yang boleh memaksanya untuk menyentuh bagian tubuh pribadi, baik tubuhnya sendiri maupun tubuh orang lain. Orang tua sering kali melupakan hal ini. Kekerasan seksual sering kali dimulai dengan meminta anak untuk menyentuh bagian tubuh pribadi sang Pelaku atau bagian tubuh pribadinya sendiri.

4. Beri tahu bahwa merahasiakan apa yang terjadi tidaklah baik

Sebagian besar pelaku kekerasan seksual akan memberi tahu anak untuk merahasiakan tindakan yang dialaminya. Ini dapat dilakukan dengan cara yang ramah atau mengancam.

Untuk itu, beri tahu anak bahwa merahasiakan apa yang terjadi dari orang tua tidaklah baik. Ingatkan bahwa hal sekecil apapun yang terjadi pada tubuh anak harus diberi tahu orang tua.

5. Beri tahu anak bahwa tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk mengambil foto bagian tubuh pribadinya

Tidak sedikit orang-orang dewasa yang mengambil atau bahkan memperjualbelikan foto anak-anak tanpa busana. Maka dari itu, beri tahu anak-anak bahwa tidak ada seorang pun yang boleh mengambil foto bagian tubuh pribadi mereka.

6. Ajari anak ketika mereka berada dalam situasi yang tidak nyaman

Beberapa anak merasa tidak nyaman atau sungkan untuk menolak ajakan dan permintaan orang dewasa. Hal inilah yang akhirnya bisa membuat mereka terjebak dalam kekerasan seksual. Untuk itu, beri tahu anak bahwa tidak apa-apa menolak dan meninggalkan orang dewasa ketika mereka mulai merasa tidak nyaman, termasuk ketika orang lain sudah mulai menyentuh dirinya.

7. Ajarkan kata-kata sandi atau kode ketika mereka merasa tidak aman atau ingin dijemput

Seiring bertambahnya usia, orang tua dapat mengajarkan anak kode-kode tertentu yang dapat digunakan ketika ia merasa tidak aman.

8. Beri tahu bahwa aturan ini berlaku bahkan untuk orang yang mereka kenal dan juga anak lain

Hal ini menjadi penting dan perlu didiskusikan antara orang tua dengan anak. Beri tahu bahwa hanya orang tua dan orang-orang tertentu saja yang boleh menyentuh bagian tubuh pribadinya. Bahkan, ini juga termasuk persetujuan dirinya. Jika memang anak tidak menginginkan orang lain menyentuh bagian tubuhnya tersebut, anak berhak untuk menolak.

 

 

Anak-anak termasuk dalam kelompok yang rentan mengalami kekerasan seksual. Ironisnya, kasus ini kerap dilakukan oleh orang sekitar yang sudah cukup dikenal. Oleh karena itu, edukasi dari orang tua menjadi hal penting yang perlu dilakukan untuk mencegah anak mengalami hal ini.(AS)

 

 

Baca juga: Cegah Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual

 

 

Sumber:

Child Mind Institute. "10 Ways to Teach Your Child the Skills to Prevent Sexual Abuse".

Rainn. "Child Sexual Abuse".

NHS. "Spotting signs of child sexual abuse".

Detik. "KPAI Sebut Kasus Kekerasan Seksual Anak Meningkat Akibat Pengaruh Digital".