Bulan Oktober diperingati oleh seluruh dunia sebagai Bulan Kesadaran Kanker Payudara alias Breast Cancer Awareness Month. Hal ini saya rasa patut diapresiasi, mengingat kanker payudara adalah salah satu jenis kanker yang paling sering menyerang para wanita, baik di dunia maupun di Indonesia.

 

Berbicara mengenai terapi untuk kanker payudara, mungkin yang paling familier bagi Geng Sehat adalah kemoterapi. Yup, kemoterapi merupakan salah satu jenis pengobatan kanker payudara, di mana akan digunakan kombinasi obat-obatan yang akan menekan pertumbuhan sel kanker.

 

Selain kemoterapi, sebenarnya ada banyak jenis pengobatan untuk kanker payudara, tergantung pada stadium penyakit dan persebaran atau metastase sel kanker payudara itu sendiri. Di antaranya pembedahan alias operasi, terapi radiasi, terapi hormonal, dan yang paling hits akhir-akhir ini adalah imunoterapi! Bahkan, hadiah Nobel di bidang Kedokteran tahun 2018 ini juga dianugerahkan kepada dua peneliti yang bekerja untuk imunoterapi kanker, lho!

 

Baca juga: Penelitian: Alkohol Tingkatkan Risiko Kanker Payudara

 

Sebagai seorang apoteker yang bekerja di rumah sakit khusus kanker, banyak sekali pasien maupun keluarga pasien yang menanyakan kepada saya mengenai imunoterapi. Apakah Kamu juga penasaran? Yuk, simak pembahasannya berikut ini!

 

Apa itu imunoterapi?

Imunoterapi adalah cara pengobatan penyakit dengan menggunakan salah satu bagian dari sistem imun, untuk melawan penyakit itu sendiri. Jadi sederhananya, akan diberikan suatu komponen yang membuat sel imun kita berperang melawan kanker.

 

Komponen ini dapat bekerja untuk memperkuat sel imun dalam menyerang sel kanker, ataupun membuat sel imun lebih ‘kenal’ pada suatu sel yang sifatnya kanker, sehingga dapat menyerang sel tersebut secara lebih spesifik. Jenis-jenis imunoterapi yang saat ini digunakan dalam pengobatan semua kanker antara lain antibodi monoklonal, immune checkpoint inhibitor, vaksin untuk kanker, dan sitokin.

 

 

Imunoterapi seperti apa yang digunakan pada kanker payudara?

Sejauh ini, imunoterapi yang secara luas digunakan untuk kanker payudara adalah jenis antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal adalah antibodi yang didesain oleh para peneliti, untuk mengenali antigen tertentu, yang spesifik ada di sel kanker. Ada dua terapi antibodi monoklonal untuk kanker payudara yang sudah disetujui digunakan di Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan, yakni trastuzumab dan pertuzumab.

 

Trastuzumab adalah antibodi monoklonal yang didesain untuk mengenali dan berikatan dengan protein HER-2, yang ada di sel kanker payudara. Saat trastuzumab berikatan dengan HER-2 di sel kanker, akan terjadi aktivasi sistem imun tubuh pasien. Sistem imun pun mampu menghancurkan sel kanker tersebut. Mekanisme penghancuran sel kanker melalui cara ini dikenal dengan nama antibody-dependant celluar cytotoxicity atau ADCC.

 

Namun, tidak semua sel kanker payudara memiliki protein HER-2. Jadi sebelum diputuskan untuk menggunakan terapi dengan trastuzumab, seorang pasien kanker payudara akan diperiksa dahulu apakah ia memiliki protein HER-2 atau tidak. Jika HER-2 di dalam tubuh pasien hasilnya negatif alias tidak ada, maka terapi trastuzumab tidak dapat digunakan pada pasien ini.

 

Baca juga: 6 Kebiasaan Baik Ini Dapat Menurunkan Risiko Kanker Payudara

 

Trastuzumab sendiri saat ini diindikasikan untuk kanker payudara metastatik alias yang sudah menyebar ke organ lain. Terapi trastuzumab biasanya dilakukan bersama dengan kombinasi obat kemoterapi lain, yang umumnya adalah paclitaxel dan cisplatin.

 

Antibodi monoklonal berikutnya yang digunakan untuk terapi kanker payudara adalah pertuzumab. Sama seperti halnya trastuzumab, pertuzumab ini juga digunakan untuk terapi kanker payudara yang sudah mengalami penyebaran (metastase). Biasanya dikombinasi dengan trastuzumab dan juga docetaxel. Pertuzumab ini juga hanya dapat digunakan pada pasien kanker payudara yang mengalami over ekspresi protein HER-2.

 

Benarkah imunoterapi memiliki efek samping yang lebih ringan?

Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh pasien kepada saya sebagai apoteker adalah mengenai efek samping pengobatan kanker. Seperti yang sudah Geng Sehat ketahui, pengobatan dengan kemoterapi konvensional alias dengan obat-obatan yang bersifat menghambat perkembangan sel, memiliki efek samping pada sel-sel yang normal. Efek samping ini antara lain mual dan muntah, alopecia alias kerontokan rambut, leukopenia atau menurunnya jumlah sel darah putih, diare, dan lain sebagainya.

 

Karena imunoterapi bekerja lebih spesifik hanya pada sel kanker dengan ekspresi protein tertentu dan tidak menyerang sel-sel yang sehat, banyak pasien mengira mereka akan bebas dari efek samping obat. Namun, sebenarnya efek samping tetap dapat terjadi pada penggunaan imunoterapi, antara lain diare, meriang, nyeri perut, dan rasa lemas. Jadi, pasien yang menggunakan imunoterapi tetap harus waspada terhadap efek samping ini. Dengan penanganan yang tepat, efek samping ini dapat ditolerir dan pasien tetap akan merasa nyaman.

 

Imunoterapi kanker payudara di masa depan

Meskipun saat ini imunoterapi untuk kanker payudara masih terbatas pada penggunaan dua antibodi monoklonal, yakni trastuzumab dan pertuzumab, di masa depan diharapkan akan ada lebih banyak pilihan imunoterapi untuk kanker payudara.

 

Beberapa penelitian yang sedang dikerjakan oleh para ahli berkaitan dengan imunoterapi kanker payudara antara lain pengembangan immune checkpoint inhibitors, yang sudah terlebih dahulu sukses dikembangkan untuk jenis kanker lain seperti kanker paru-paru. Para ahli juga sedang mencoba mencari kemungkinan dikembangkannya vaksin untuk kanker payudara, sehingga diharapkan nantinya terapi dapat bersifat preventif dan bukan hanya kuratif.

 

Nah Gengs, itu dia sekilas mengenai imunoterapi pada kanker payudara. Saat ini, imunoterapi untuk kanker payudara dilakukan dengan menggunakan dua obat antibodi monoklonal, yakni trastuzumab dan pertuzumab. Di masa depan, para peneliti sedang mengembangkan pendekatan-pendekatan lain untuk imunoterapi pada kanker payudara ini!

 

Baca juga: Payudara Besar atau Kecil, Mana yang Lebih Berisiko Terkena Kanker?

 

Faktor Pemicu Kanker Payudara - GueSehat.com