Beberapa wanita sebenarnya memiliki miom pada rahim sepanjang hidupnya. Namun, kebanyakan dari mereka tidak menyadari karena tidak menunjukkan gejala. Miom adalah pertumbuhan sel tumor di dalam atau di sekitar uterus (rahim) yang tidak bersifat kanker atau ganas. Miom dikenal juga dengan mioma, fibroid rahim, atau leiomioma. Miom berasal dari sel otot rahim yang mulai tumbuh secara abnormal yang akhirnya membentuk tumor jinak. Walaupun miom merupakan tumor jinak yang tidak bersifat kanker atau ganas, tetap saja Kamu perlu waspada. Lalu, apa saja gejalanya? 

Baca juga: Wanita Wajib Tahu tentang Kanker Rahim!

 

Gejala Miom pada Rahim

Dikutip dari laman MedicalNewsToday, sebagian wanita mengalami miom. Namun, kondisi ini terkadang tidak diketahui karena tidak muncul gejala yang jelas. Pada wanita yang mengalami gejala, berikut beberapa gejala umum yang dialami:

  • Darah menstruasi dalam jumlah banyak.
  • Masa menstruasi lebih panjang dari biasanya.
  • Sering buang air kecil.
  • Mengalami sembelit alias susah buang air besar.
  • Rasa sakit atau nyeri pada bagian perut atau punggung bawah.
  • Rasa tidak nyaman, bahkan sakit, saat berhubungan seksual.
  • Bermasalah pada masa kehamilan ataupun kesuburan.

 

Jika miom besar, akan ada penambahan berat badan dan bengkak di bagian tubuh antara dada dan perut bagian bawah. Saat miom berkembang, miom akan terus tumbuh sampai menopause. Saat kadar estrogen turun setelah menopause, miom biasanya akan mengecil.

 

Penyebab Miom pada Rahim

Penyebab miom masih belum diketahui hingga saat ini. Kondisi ini mungkin berkaitan dengan hormon reproduksi yang dihasilkan oleh ovarium (estrogen). Selama tahun reproduktif, kadar estrogen dan progesterone meningkat. Saat estrogen meningkat, khususnya selama kehamilan, miom cenderung membengkak.

Baca juga: Mengenal Infeksi Rahim Penyebab Infertilitas

 

Selain itu, miom juga berkembang saat wanita mengonsumsi obat pengontrol kehamilan yang mengandung estrogen. Kadar estrogen yang rendah juga dapat menyebabkan miom mengecil, seperti selama dan sesudah menopause.

 

Faktor genetik juga dipertimbangkan dapat memengaruhi berkembangnya miom pada rahim. Kamu yang memiliki kerabat terdekat dengan kondisi ini berisiko mengembangkan miom. Daging merah, alkohol, dan kafein juga terbukti dapat meningkatkan risiko kondisi ini. Kamu dapat mengurangi risiko dengan mengonsumsi buah dan sayur-sayuran.  

 

Miom lebih sering muncul pada wanita dengan berat badan berlebih atau yang mengalami obesitas. Dengan meningkatnya berat tubuh, hormon estrogen di dalam tubuh juga akan meningkat.

 

 
 
Diagnosis Miom pada Rahim

Miom sering kali tidak menunjukkan gejala dan biasanya dideteksi saat dilakukan pemeriksaan rahim. Beberapa pemeriksaan untuk mendeteksi adanya miom di rahim di antaranya:

  • USG. Dokter akan menyarankan USG atau pemindaian ultrasonografi dan jika perlu memasukkan alat ultrasound kecil melalui vagina.
  • MRI. Pemeriksaan MRI tak hanya mendeteksi adanya miom, bahkan dapat menentukan ukuran dan jumlah miom.
  • Histeroskopi. Dengan menggunakan perangkat kamera kecil, sebuah alat dimasukkan melalui vagina ke rahim melalui serviks. Jika dibutuhkan, dokter akan melakukan biopsi dalam waktu yang sama untuk mengidentifikasi sel kanker yang berpotensi.
  • Laparoskopi. Dokter akan membuat lubang kecil bisanya di sekitar pusar untuk memasukkan tabung kecil dilengkapi kamera untuk menemukan miom, dan bisanya mengangkat atau menghancurkannya sekaligus. Jadi laparoskopi ini adalah alat pendeteksi sekaligus untuk terapi. 

 
Penanganan atau Pengobatan Miom

Miom yang tidak menyebabkan masalah, biasanya tidak memerlukan pengobatan khusus. Selama atau setelah masa menopause, miom akan menyusut atau bahkan menghilang sendiri tanpa menjalani pengobatan. Pengobatan hanya akan dilakukan pada miom yang menimbulkan gejala. Namun, jika pengobatan yang dilakukan tidak memiliki pengaruh apapun, prosedur operasi perlu dilakukan.

Baca juga: Kehamilan Ektopik, Kehamilan yang Terjadi di Luar Rahim 

 

Nah, untuk mengurangi peluang terhadap kondisi ini, mulailah untuk menerapkan gaya hidup yang sehat. Mengonsumsi buah dan sayur-sayuran yang kaya akan beta karoten, folat, vitamin C, E, K, dan mineral lainnya. (TI/AY)