Geng Sehat pernah tidak melakukan konsultasi dokter melalui platform digital atau konsultasi online? Pastinya sudah banyak yang pernah mencoba ya! Di era kemajuan teknologi seperti saat ini, pelayanan kesehatan memang menjadi semakin mudah.

 

Konsultasi dokter kini tidak hanya bisa dilakukan di klinik atau rumah sakit. Pasien bisa “menemui” dokter kapan saja melalui aplikasi atau platform konsultasi online. Tinggal pilih dokter, klik, dan ungkapkan semua keluhan dan gejala penyakit. Semuanya serba cepat dan mudah.

 

 

Alasan Memilih Konsultasi Dokter Online

Guesehat mengadakan survei untuk mengetahui perilaku masyarakat terhadap layanan konsultasi dokter melalui platform menggunakan internet (online). Survei diadakan pada 11-20 Oktober. Sebanyak 1.181 orang ikut berpartisipasi.

 

Sebanyak 55% responden mengaku pernah melakukan konsultasi dokter online. Banyak sekali alasan yang diungkapkan responden. Namun jika diringkas, setidaknya ada empat alasan utama mereka memilih konsultasi dokter secara online, yaitu hemat waktu dan biaya, terdesak karena hari Minggu/libur atau tengah malam, ingin mencari pendapat kedua, dan sebagian hanya sekadar mencoba platform konsultasi online.

 

Tujuan mereka melakukan konsultasi dokter secara online adalah bertanya saat mengalami gejala penyakit ringan (29%), atau ingin bertanya tentang obat (13,1%). Namun karena mudah dan cepat, sebagian besar (57,9%) responden akan bertanya pada dokter kapan saja setiap ingin tahu tentang gejala penyakit.

 

Sementara dari 45% responden yang mengaku belum pernah melakukan konsulasi dokter secara online, mengungkapkan alasannya yakni merasa lebih yakin jika bertemu dokter secara langsung (68,7%), dan 26,8% mengaku tidak tahu bagaimana cara melakukan konsultasi dengan dokter online.

 

Baca juga: Jasa Konsultasi Dokter Online Semakin Mudahkan Pasien

 

Menjadi dokter di era teknologi sebuah tantangan atau kemudahan? Ketua Ikatan Dokter Indonesia, dr. Daeng M. Faqih, S.H, M.H, menjelaskan kepada Guesehat, “Harus diakui bahwa masyarakat dimudahkan dengan adanya teknologi, tetapi ada prinsip yang tidak bisa dihilangkan atau digantikan dengan adanya platform konsultasi dokter secara online, yakni bertemu dokter secara langsung.”

 

Ketua IDI menambahkan, jika tujuannya mempercepat akses pasien kepada tenaga kesehatan (dokter), maka IDI sangat mendukung keberadaan platform-plaform digital konsultasi dokter online. Namun ia menambahkan, ada etika yang harus dijaga, misalnya informasi yang benar, sumber yang jelas, dan konten rahasia antara dokter dan pasien.

 

“Idealnya jasa konsultasi dokter secara online ini memang dibentengi dengan regulasi. Makanya kita dorong pemerintah mengeluarkan regulasi, untuk melindungi pasien,” jelas Ketua IDI periode 2019-2021 ini.

 

Sebagai upaya menjaga kredibilitas dokter dan melindungi masyarakat, untuk saat ini IDI menekankan bahwa dokter yang membuka jasa konsultasi online adalah benar-benar dokter yang sudah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan memiliki Surat Ijin Praktik (SIP).

 

Sebagian responden (55,9%) memang sudah tahu tentang STR sebagai syarat bagi dokter melakukan jasa konsultasi online. Namun bukan itu kriteria pasien menentukan pilihan. Dalam platform digital konsultasi online, umumnya banyak sekali pilihan dokter dengan berbagai spesialisasinya.

 

Ternyata bagi pasien, pengalaman menjadi faktor penting. 64,1% responden memilih lamanya pengalaman sebagai dokter. Namun dalam kondisi mendesak, mereka akan memilih siapa saja dokter yang saat itu tersedia. Hanya 8% responden yang memilih dokter berdasarkan alumni Fakultas Kedokteran terkemuka. Bahkan 0,8% hanya melihat fotonya saja.

 

Baca juga: Bidan atau Dokter Kandungan, Mana yang Dipilih Para Calon Ibu Masa Kini?

 

Aturannya, Tidak Boleh Ada Diagnosis Pasti 

Satu aturan wajib yang harus dipatuhi oleh seluruh dokter dalam konsultasi online, menurut Ketua IDI adalah konsultasi online bukan pengganti praktik tatap muka secara langsung.

 

“Konsultasi online ini hanya wawancara dan memberikan data, tidak ada pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang sehingga ada hal yang harus dibatasi, yaitu dokter tidak diperbolehkan memberikan diagnosis yang pasti,” tegasnya.

 

Diagnosis pasti harus ditegakkan tidak hanya melalui wawancara namun juga pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (laboratorium). Karena tidak boleh memberikan diagnosis pasti, maka konsultasi online juga tidak boleh memberikan resep untuk obat etikal, yaitu obat yang harus menggunakan resep dokter. Resep yang hanya boleh diberikan secara online adalah obat bebas atau obat wajib apotek.

 

Dalam survei Guesehat, soal resep juga menjadi satu hal yang ditanyakan. Sebanyak 35,1% responden pernah diberikan resep oleh dokter melalui konsultasi online. Menurut dr. Daeng M. Faqih, jika pasien menginginkan lebih dari sekadar penjelasan, maka dokternya harus menyarankan ia datang ke tempat praktik secara langsung atau ke pusat pelayanan kesehatan.

 

Terkait resep online, Ketua Apoteker Indonesia (IAI) Drs. Nurul Falah Eddy Pariang, Apt, juga memberikan perhatian lebih. Menurutnya, pemberian obat juga harus mengedepankan keselamatan pasien.

 

Adanya fenomena pemberian resep online yang kemudian dihantarkan ke pasien melalui jasa transportasi online (ojek online) sebenarnya sangat berisiko. “Tugas apoteker selain meracik adalah menjelaskan bagaimana penggunaan obat yang benar. Ketika tidak ada tatap muka dengan pasien atau minimal dengan keluarga pasien saat mengambil obat, maka apoteker harus memastikan obat sampai di tangan pasien dan digunakan dengan benar,” jelasnya.

 

Baca juga: Jangan Ragu Minta Resep Obat Generik

 

WHO: Konsultasi Online Hanya Sebagai Alat Bantu

WHO sendiri sudah mengeluarkan kebijakan bahwa teknologi digital dalam pelayanan kesehatan merupakan pelengkap atau alat bantu yang tidak boleh menggantikan praktik dokter tatap muka.

 

Dalam pelayanan kesehatan, menurut Ketua IDI, ada dua indikator penting, yaitu mutu dan akses. Platform konsultasi dokter online jelas bisa mempercepat akses dan mempermudah pasien “menemukan” dokter, bahkan di kondisi darurat.

 

Bahkan 90,4% responden survei Guesehat yang belum pernah menggunakan jasa konsultasi dokter online pun mengakui, bahwa pada kondisi darurat, teknologi ini akan sangat membantu.

 

“Akses cepat itu bisa sangat menentukan hasil. Kalau pasien tidak cepat mengakses dokter, ia akan terlambat mengetahui penyakitnya, sehingga akan terlambat ditangani. Atau pasien tidak tahu bahwa gejala yang dirasakan itu penting untuk segera dilakukan tindakan. Dengan segera menanyakan pada dokter, maka penanganan selanjutnya bisa lebih cepat dilakukan,” jelas dr. Daeng M. Faqih..

 

Selain mendukung, IDI mendorong segera ada regulasi. Tujuannya adalah melindungi dokter dan pasien. Untuk saat ini, jika masyarakat memiliki keluhan terkait konsultasi dokter secara online, IDI membuka pintu untuk pengaduan.

 

“Kita hanya bisa menelusuri jika ada laporan. Masyarakat bisa memberikan laporan ke IDI jika mengalami ketidaknyamanan dengan dokter saat konsultasi online,” pungkasnya.

 
Baca juga: Aman Saat Tebus Obat, Kamu Bisa Berkonsultasi dengan Apoteker

 

a