Anak susah sekali belajar, disuruh membaca terbata-bata, atau membutuhkan waktu lama ketika disuruh menulis? Jangan langsung menuduhnya sebagai anak yang malas atau bodoh ya, Mums. Pasalnya, bisa jadi anak Learning Disabilities (LD)!

 

Learning Disabilities atau gangguan belajar dialami oleh 5–10% anak di dunia. Karakteristik dasar dari LD adalah adanya kesenjangan antara prestasi akademik dan kapasitas kemampuan belajar anak.

 

Sebagai contoh, tes IQ anak bisa saja di atas rata-rata, tetapi tes kemampuan akademiknya, seperti membaca, menulis, berhitung, justru di bawah rata-rata. Gangguan belajar yang berkaitan dengan kemampuan akedemik anak dengan LD meliputi gangguan dalam hal mengeja, berbicara, membaca, menulis, tanya jawab, atau berhitung.

 

Baca juga: Anak dengan Disabilitas Belajar Belum Tentu Kurang Pintar!

 

Karena LD tidak ada hubungannya dengan tingkat kecerdasan (IQ), maka anak dengan LD bisa mempunyai IQ di atas rata-rata. Yang membedakan anak dengan LD dan anak-anak lainnya adalah kemampuan otaknya dalam menerima dan memproses informasi.

 

Penyebab pasti LD belum diketahui, diduga ada hubungannya dengan genetik (gen DYX1C1, KIAA0319, DCDC2, ROBO1), paparan lingkungan (logam berat), atau gangguan yang terjadi selama kehamilan (konsumsi alkohol, obat-obatan, atau mengalami infeksi).

 

Bagaimana cara deteksi dini Learning Disabilities pada anak? LD cenderung baru diketahui ketika anak memasuki usia sekolah. Seorang anak didiagnosis LD jika mengalami gangguan belajar minimal selama 6 bulan dan tidak ada gangguan lain, seperti gangguan pendengaran, gangguan bicara, atau gangguan intelektual. Semakin dini LD terdeteksi, semakin besar peluang anak tersebut untuk berhasil di sekolah dan menjalani kehidupan selayaknya anak-anak lainnya.

 

Ada beberapa tipe spesifik dan tanda-tanda yang Mums perlu kenali untuk mendeteksi Learning Disabilities pada anak, yaitu:

 

1. Disleksia (Kesulitan mengenali huruf atau mengalami gangguan membaca)

Disleksia berasal dari kata dys yang artinya "kesulitan" dan lexis yang artinya “huruf” dalam bahasa Yunani. Tanda-tanda awal yang Mums perlu ketahui dari anak yang diduga disleksia antara lain mengalami keterlambatan bicara, butuh waktu lama mempelajari kosakata baru (terutama bunyi yang mirip seperti biru dan baru), sulit membedakan abjad (seperti huruf b dan d atau m dan n), sulit mengeja, sulit mengurutkan nama hari atau bulan, kesulitan menceritakan suatu peristiwa, serta membaca dengan terbata-bata atau terbalik-balik.

 

 

Baca juga: Mums, Yuk Kenali Gaya Belajar si Kecil!

 

2. Disgrafia (Gangguan menulis)

Anak dengan disgrafia mengalami kesulitan berekspresi dalam bentuk tulisan, serta bermasalah dalam hal tulisan tangan atau mengeja. Pada anak disgrafia, menulis merupakan hal yang sangat melelahkan.

 

Tanda awal yang Mums perlu waspadai antara lain tulisan tangan anak yang tidak terbaca, jarak tulisan yang tidak konsisten, memiliki banyak kesalahan dalam struktur kalimat, ejaan, dan tanda baca, serta anak kesulitan menuangkan ide dalam bentuk tulisan.

 

 

3. Diskalkulia (Gangguan berhitung)

Anak dengan diskalkulia mengalami kesulitan dalam memahami angka dan mempelajari konsep matematika dasar. Tanda awal yang perlu Mums waspadai pada anak diskalkulia antara lain sulit memahami simbol-simbol matematika, sulit berhitung, serta sulit menghapal atau mengatur angka-angka.

 

 

 

Baca juga: Ajari si Kecil Belajar Matematika dengan Cara Menyenangkan, Mums!

 

Gangguan belajar yang dialami bisa tunggal atau kombinasi, tergantung tingkat keparahan LD. Anak dengan LD walaupun secara IQ tidak ada masalah, tetapi perlu mendapat perhatian lebih, Mums.

 

Mengapa? Anak dengan LD cenderung merasa “berbeda” dibandingkan teman-teman seusianya. Anak dengan LD perlu ekstra keras untuk belajar dan waktu lebih lama untuk mengerjakan tugas.

 

Perbedaan ini dapat memengaruhi emosi dan tingkah laku anak, seperti anak menjadi mudah bosan, tidak percaya diri, serta tidak semangat belajar sehingga akhirnya memengaruhi prestasinya di sekolah.

 

Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, anak bisa mengalami school distress. Anak sering absen, mendapat peringatan atau hukuman karena nilainya jelek, berperilaku agresif, atau malah di-bully oleh teman-temannya. Jika tidak ditangani, dapat menimbulkan trauma pada anak yang tentu saja berpengaruh terhadap masa depannya.

 

LD belum dapat disembuhkan. Namun Mums tidak perlu khawatir, penelitian menunjukkan bahwa intervensi dini yang tepat dapat mengurangi efek jangka panjang negatif dari LD.

 

Jika anak Mums menunjukkan tanda-tanda LD, jangan ragu untuk segera berkonsultasi ke dokter ahli. Mums bisa berkonsultasi ke dokter anak, psikolog, atau psikiater anak. Mums juga perlu bekerja sama dengan guru sekolah dalam menyusun program pembelajaran untuk anak dengan LD.

 

 

 

Selain itu Mums, perlu dukungan dari orang tua dan lingkungan terdekat, guna menumbuhkan rasa percaya diri anak. Anak dengan LD sering kali memiliki bakat atau kelebihan lain. Nah, Mums bisa kembangkan kelebihan ini semaksimal mungkin agar anak merasa spesial dan berprestasi.

 

Baca juga: Bagaimana Cara Mempraktikkan Bermain dan Belajar di Rumah?

 

Referensi:

  1. Sheryl R.L and Paul L.P. Learning Disabilities and School Failure. Pediatrics in Review. 2011. Vol.32 (8). p.315-324.
  1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Kesulitan Belajar. 2013
  1. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Learning Disabilites.
  1. American Psychiatric Association. What Is Specific Learning Disorder?