Terapi seni merupakan salah satu jenis terapi untuk menangani autisme. Salah satu terapi seni tersebut adalah menggambar. Selama kegiatan ini dilakukan dengan tujuan jelas dan tidak memberatkan, anak autis biasanya akan senang melakukannya. Ini termasuk tidak berharap anak setidaknya bisa jadi pelukis terkenal.

Tapi, benarkah menggambar hanyalah satu-satunya terapi seni untuk anak autis?

Sekilas Tentang Autisme

Dalam beberapa tahun terakhir, autisme telah banyak dibahas di media. Autisme adalah kondisi neurologis yang muncul saat lahir, yang penyebab pastinya belum diketahui. Gejala autisme termasuk perilaku berulang atau kompulsif, gangguan sosial, masalah dengan komunikasi dan kesulitan memproses informasi sensorik (seperti hipersensitif terhadap suara).

Perawatan yang paling populer adalah terapi modifikasi perilaku, yang bertujuan membentuk perilaku melalui sistem penghargaan dan konsekuensi. Dalam beberapa tahun terakhir, para perawat yang mencari pengobatan alternatif atau gratis memiliki berbagai pilihan yang lebih luas. Salah satu perawatan tersebut adalah terapi seni.

Secara umum, terapi seni mendorong pertumbuhan mental dan emosional melalui pembuatan seni. Terapi seni dilakukan dengan tujuan membangun keterampilan hidup, mengatasi defisit dan perilaku bermasalah, dan mempromosikan ekspresi diri yang sehat.

Anak didorong untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan diri menggunakan bahan seni. Jangan harap mereka akan membuat karya seni yang menarik. Yang penting, kegiatan ini menyenangkan sekaligus menenangkan bagi mereka.

Terapi Seni Sebagai Alternatif Komunikasi Verbal Bagi Anak Autis

Salah satu ciri khas umum penderita autisme adalah kesulitan berkomunikasi secara verbal. Karena masalah ini, mereka terkesan tidak bisa berbicara dengan orang lain secara normal. Karena itulah, terapi seni dapat menjadi media alternatif mereka dalam berkomunikasi.

Dalam banyak kasus, anak penderita autisme sebenarnya merupakan pemikir visual. Makanya, terapi seni seperti menggambar merupakan salah satu cara ternyaman mereka untuk mengekspresikan diri dan menyampaikan isi hati.

Namun, Benarkah Menggambar Hanya Satu-satunya Terapi Bagi Mereka?

Masalah sosial merupakan isu terberat yang dialami oleh penderita autisme. Ada yang kesulitan menafsirkan nada suara dan ekspresi wajah. Ada yang jangankan bertemu banyak orang, interaksi sosial satu-lawan-satu saja sudah menakutkan bagi mereka. Karena itulah, mereka harus memulainya dari terapis yang membuat mereka merasa aman dan nyaman.

Seni juga bisa menjadi fasilitator yang luar biasa dalam membangun koneksi dengan teman sebaya bagi anak autis. Kerja sama, mengambil giliran, menghargai perbedaan, dan keterampilan sosial lainnya dapat dipraktikkan dalam lingkungan yang menyenangkan dan alami.

Penderita autisme sulit memahami perspektif orang lain. Bekerja bersama dalam proyek-proyek seni secara berkelompok memupuk kerja sama, kerja tim, dan rasa penerimaan.

Terapi Seni Dapat Mengatasi Sensory Processing Disorder (SPD)

Terapi seni secara ideal cocok untuk mengatasi gangguan pemrosesan sensorik (SPD). Ini adalah masalah yang meluas dalam autisme yang berkontribusi terhadap banyak emosi dan perilaku yang sulit, namun terlalu sering diabaikan.

Sensasi yang tampaknya tidak berbahaya, seperti tekstur karpet, lampu neon, makanan yang renyah, dengung lemari es, mungkin menjengkelkan, atau bahkan menyiksa, bagi orang dengan autisme. Ketika terlalu stimimulasi, orang dengan autisme dapat menjadi gelisah, menghindar atau hanya "menutup diri" dan menjadi pasif untuk menghindari stimulus yang tidak menyenangkan.

Melukis dengan tangan (finger painting) lazim dikenalkan pada anak-anak. Namun, anak dengan gangguan sensorik karena autisme dapat langsung merasa gelisah karena kontak langsung dengan cat. Solusinya: pengajar dapat menggunakan mainan seperti mobil-mobilan Hot Wheels atau bola tenis hingga kuas dengan pegangan yang lebih panjang.

Membuat Kolase Dari Robekan Kertas

Menggambar bukan satu-satunya terapi seni bagi anak autis. Dalam banyak kasus, ada anak penderita autisme yang hobi merobek-robek kertas. Bila diarahkan secara bertahap, anak bisa membuat kolase yang unik dari robekan kertas.

Terapi seni ini dapat dicoba bila anak dengan spektrum autisme parah merasa terganggu dengan banyaknya warna-warna pilihan. Selain itu, mereka juga dapat diajarkan untuk bermain dengan lempung tanah liat, sebelum belajar membuat patung.

Tentu saja, harus melihat dulu spektrum autisme yang diderita anak sebelum menetapkan terapi seni tertentu.

Sumber:

https://republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/17/07/16/ot63i2328-trik-memberi-terapi-seni-anak-austime-di-rumah

https://the-art-of-autism.com/the-value-of-art-therapy-for-those-on-the-autism-spectrum/

https://www.artsy.net/article/artsy-editorial-art-therapy-helping-children-autism-express