Jumlah pasien penyakit ginjal kronik di Indonesia meningkat hingga 1,9 kali lipat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Berdasarkan survei Kementerian Kesehatan tahun 2018, prevalensi penyakit ginjal kronis di Indonesia mencapai 3,8 orang per satu juta penduduk.

 

Penyebab gagal ginjal kronik yang paling sering adalah hipertensi dan diabetes. Dengan meningkatnya jumlah pasien, biaya pengobatan menjadi masalah karena dapat mencapai rupiah 2,6 triliun rupiah dalam setahun. Ini merupakan biaya perawatan kesehatan tertinggi kedua dari semua penyakit di Indonesia setelah penyakit kardiovaskular.

 

Baca juga: Kenali Komplikasi Diabetes Sejak Dini

 

Biaya yang mahal adalah untuk terapi hemodialisis (cuci darah). Sekitar 60% pasien penyakit ginjal kronis membutuhkan cuci darah. Selain hemodialisis (HD), pasien umumnya harus mengonsumsi obat tambahan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Biaya obat ini tidak semuanya ditanggung BPJS.

 

Salah satunya obat untuk mengatasi anemia atau kadar Hb yang rendah. Pasien HD lebih mungkin mengalami anemia, sehingga harus mendapatkan transfusi setiap beberapa bulan sekali, atau obat untuk memperbaiki kadar Hb pasien. Salah satu obat untuk meningkatkan Hb pasien penderita gagal ginjal kronik yang mengalami anemia adalah eritropoietin atau EPO. 

 

Baca juga: BPJS Permudah Prosedur Hemodialisis, Kini Pasien Tidak Perlu Rujukan Ulang
 

Apa itu EPO?

Eritropoietin adalah obat yang diberikan dengan cara disuntikkan. Obat ini umumnya diberikan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis, dengan tujuan meningkatkan kadar Hb sehingga pasien tidak perlu melakukan transfusi.

 

Hb yang rendah pada gagal ginjal disebabkan oleh berkurangnya kadar eritropoietin (epo). EPO adalah hormon yang berfungsi mengatur produksi sel darah merah di sumsum tulang belakang.  Hormon ini diproduksi oleh ginjal untuk dibawa menuju sumsum tulang ketika jumlah oksigen atau sel darah merah di dalam darah berkurang. Sehingga ketika gagal ginjal sudah terjadi, kadar Epo akan menurun dan pada akhirnya akan berakhir pada penurunan kadar sel darah merah.

 

EPO tidak murah, namun BPJS sudah mengcover biaya EPO ini untuk pasien gagal ginjal kronik, meskipun sebagian besar pasien hanya mendapatkan perawatan EPO dua kali sebulan. Padahal idealnya, pasien membutuhkan lebih dari dua suntikan per bulan.

 

Baca juga: Prosedur Cuci Darah Bagi yang Terdiagnosis Gagal Ginjal

 

EPO Biosimilar, Meringankan Beban BPJS

Untuk mengatasi beban biaya terkait penggunaan EPO, saat ini produk EPO biosimilar sudah tersedia. Biosimilar merupakan istilah yang dipakai untuk obat produk biologik misalnya protein atau antibodi. Karena terbuat dari bahan-bahan makhluk hidup, obat biosimilar diyakini lebih mudah dicerna oleh tubuh.

 

Salah satu produk EPO biosimilar yang sudah masuk program JKN adalah dari Daewoong Infion. Produk EPO dari Daewoong Infion merupakan biosimilar pertama yang diluncurkan pertama kali di Indonesia pada tahun 2017 dan digunakan sebagai pengobatan anemia untuk pasien penyakit ginjal kronis.

 

Obat ini mampu mengurangi beban biaya pengobatan BPJS. Pasien yang kurang mampu akan tetap mendapatkan perawatan berkualitas tinggi. Sebelum produk EPO dari Daewoong Infion tersedia, semua perawatan menggunakan obat impor yang mahal. EPO dari Daewoong Infion diproduksi di dalam negeri, sehingga penghematan harga obat asuransi dapat ditingkatkan dari 40% menjadi 60%.

 

Biosimilar sebenarnya sejalan dengan kebijakan pemerintah tentang Persyaratan Kandungan Lokal (LCR) untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada bahan baku obat impor yang mencapai 90-95%.  Selain untuk pengobatan anemia pada pasien gagal ginjal kronik, EPO juga diberikan pada pasien kanker.

 

Baca juga: Penyakit Ginjal Kronis, Kuras Dana BPJS

 

 

Sumber:

Siaran Pers "Biosimilar EPO Daewoong Infion Ringankan Beban Biaya Pengobatan Pasien Gagal Ginjal Kronis Melalui Jaminan Kesehatan National (JKN)", Maret 2021