Mata minus menjadi salah satu jenis kelainan refraksi yang jumlah penderitanya terus meningkat. Studi menyebut, sekitar 40% dari populasi dunia (3,3 miliar orang) akan menderita miopia pada 2030 mendatang. Miopa adalah rabun jauh atau dikenal awam sebagai mata minus. Bahkan, diprediksi akan berjumlah lebih dari setengah populasi dunia (4,9 miliar orang) pada 2050.

 

Orang dengan mata minus biasanya akan menggunakan kacamata. Semakin tinggi angka minusnya, umumnya lenasa kacamata pun semakin tebal. Pada beberapa orang, kacamata membuat aktivitas tidak nyaman, misalnya atlet, traveller, dan profesi lainnya.

 

“Sebagian besar penderita mata minus, dan kelainan refraksi lainnya, sangat bergantung pada kacamata atau lensa kontak untuk melihat lebih jelas. Namun, ketergantungan pada alat bantu penglihatan tersebut tentunya mengganggu kehidupan mereka sehari-hari,” tukas Dr. Mirella Afiffudin, M.Kes, Sp.M dalam peluncurkan ReLEx® SMILE di Klinik Utama Mata JEC-Orbita Makassar, Minggu, 5 Maret 2023.

 

Baca juga: Solusi untuk Mums Bermata Minus agar Nyaman Beraktivitas Sepanjang Hari

 

Kelebihan dan Kekurangan LASIK 

Secara global, kelainan refraksi yang tak terkoreksi (seperti mata minus dan silinder) merupakan penyebab utama gangguan penglihatan yang seharusnya dapat dicegah. Salah satu langkah untuk menangani mata minus adalah Laser-Assisted In-Situ Keratomileusis (LASIK). Metode ini sudah dikenal lama, merupakan prosedur bedah menggunakan laser yang bertujuan untuk memperbaiki lensa mata sehingga penderita mana minus bisa terbebas dari kacamata dan lensa kontak.

 

Waktu tindakan dan pemulihan yang cenderung cepat menjadi keunggulan langkah ini. Meski demikian, kekhawatiran terhadap efek samping tindakan LASIK masih kerap muncul misalnya mata kering setelah tindakan.

 

Kini ada teknologi yang lebih canggih dari LASIK yaitu ReLEx SMILE. Menurut Dr Andi Akhmad Fasual SpM, seperti halnya LASIK, ReLEx SMILE adalah operasi refraksi untuk mengatasi kelainan refraksi, baik itu mana minus maupun silinder menggunakan laser.

 

“Bedanya dengan LASIK adalah kalau LASIK sayatannya mencapai 80%, sementara dengan SMILE ini hanya 2-4 milimeter sehingga tidak terbentuk flap, atau sangat minimal invasif. Dengan begitu, pasien lebih nyaman dan cepat pulih, serrta tidak menyebabkan mata kering sesudahnya,” jelas dr. Andi.

 

“Sementara, prosedur flapless menjadi keunggulan lain ReLEx® SMILE yang sangat direkomendasikan bagi penderita mata minus dan silinder dengan mobilitas tinggi, aktif, dan dinamis. Apalagi mereka yang berkecimpung di bidang contact sports seperti tinju, olahraga selam, taekwondo, dan lainnya,” lanjutnya.

 

Baca juga: Prosedur Pengecekan Mata Minus

 

SMILE ini bisa dilakukan pada pasien berusia di atas 18 tahun tidak memiliki kelainan di mata lainnya, serta memiliki ketebalan kornea mata yang cukup. Menurut dr, Andi, 97% tindakan dengan SMILE hasilnya maksimal dan pengerjaannya pun sangat cepat, hanya 23 detik untuk 1 mata.

 

Dengan dibukanya SMILE di JEC-Orbita Makassar maka masyarakat di wilayah Indonesia Timur saat ini sudah bisa mendapatkan layanan ini. Menurut Dr. Mirella Afiffudin selaku Ketua Klinik JEC Orbita Makasar, al ini sangat positif, mengingat prevalensi kebutaan di Sulawesi Selatan mencapai 2,6% (hanya sedikit di bawah rata-rata nasional 3,0%). Angka kebutaan akibat gangguan refraksi di Sulawesi Selatan menjadi yang tertinggi dibandingkan provinsi-provinsi lainnya

 

Baca juga: Kenali Perbedaan Mata Minus dan Silinder, Yuk!