Kasus diduga pengeroyokan yang dilakukan sejumlah siswi SMA pada Audrey (14 tahun), seorang siswi dari salah satu SMP di Pontianak, Kalimantan Barat, menjadi viral beberapa hari belakangan. Kasus yang disinyalir disebabkan oleh masalah asmara dan saling lempar komentar di media sosial ini pun sempat menjadi salah satu topik terpopuler di Twitter, dengan tagar #JusticeForAudrey.

 

Baca juga: Yang Harus Dilakukan Jika Anak Menerima Kekerasan dari Gurunya

 

Audrey Masih Dirawat di Rumah Sakit dan Mengalami Trauma

Dilansir dari sejumlah media, pengeroyokan terhadap Audrey terjadi pada Jumat, 29 Maret 2019 lalu. Pengeroyokan tersebut dilakukan oleh 3 orang siswi SMA sebagai pelaku utama dan 9 orang lainnya sebagai penonton.

 

Ironisnya, menurut Wakil Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, Tumbur Manalu, Audrey sebenarnya bukanlah target pengeroyokan. Para pelaku menargetkan kakak sepupu Audrey ketika itu. Pengeroyokan ini diduga dipicu oleh persoalan asmara dan saling berbalas komentar di media sosial.

 

Berdasarkan aduan yang dilakukan Audrey kepada Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, Eka Nurhayati Ishak, pada Jumat, 5 April 2019, dirinya telah mengalami kekerasan fisik dan psikis, seperti ditendang, dipukul, diseret, hingga kepalanya dibenturkan ke aspal.

 

Hingga kini, Audrey masih dirawat di sebuah rumah sakit guna pemulihan kondisinya. Kejadian ini pun meninggalkan trauma pada siswi 14 tahun tersebut. Sejumlah dukungan, baik dari masyarakat, warganet, hingga selebritas pun, tak henti mengalir untuk Audrey saat ini.

 

Dampak Pengeroyokan pada Fisik dan Psikologis

Pengeroyokan yang terjadi pada Audrey tentu saja tergolong sebagai bentuk kekerasan. Kekerasan pada usia anak secara fisik maupun emosional dapat memberikan banyak dampak negatif yang cukup serius hingga di kemudian hari. Dalam kasus yang ekstrem, kekerasan fisik pada anak bisa menyebabkan kematian.

 

Ada beberapa dampak langsung yang mungkin dialami oleh anak yang menerima kekerasan fisik, di antaranya:

- Luka, cacat fisik, permasalahan medis, hingga kematian.

- Masalah-masalah emosional, seperti dendam, ketakutan, kecemasan, rendah diri, dan depresi.

- Masalah perilaku, seperti agresif, hiperaktif, melukai diri sendiri, dan tidak mampu menjalin hubungan pertemanan dengan orang lain.

- Menurunnya keterampilan sosial dan keterampilan kognitif.

 

Baca juga: Menyampaikan Berita tentang Kekerasan pada si Kecil

 

 

Membantu Korban Kekerasan Fisik Pulih Kembali

Kekerasan fisik yang dialami oleh korban seperti Audrey tentu akan menimbulkan trauma. Sebagai orang terdekat yang harus mendukung, Mums dan Dads perlu mengetahui bagaimana cara yang tepat dalam membantu anak jika mengalami trauma akibat kekerasan fisik tersebut.

 

1. Kenali betul penyebab trauma anak

Dalam kasus ini, bentuk tindakan fisik yang terlalu keras atau kasar bisa membangkitkan kembali ingatan anak dengan kejadian sebelumnya. Maka dari itu, mulailah untuk memperhatikan pola perilaku anak dan reaksinya terhadap suatu kejadian. Apabila yang Mums atau Dads lakukan membuatnya tidak nyaman, hindari melakukannya kembali. Setidaknya sampai anak benar-benar pulih dari trauma.

 

2. Selalu ada untuk anak, baik secara fisik maupun emosional

Beberapa anak yang menjadi korban kekerasan fisik sering kali berusaha untuk menjaga jarak atau menghindari sosialisasi dengan orang lain. Namun sebagai orang tua, usakah untuk tetap memberikan dirinya perhatian, kenyamanan, dan dorongan positif.

 

Anak-anak yang berusia lebih kecil mungkin akan membutuhkan pelukan dan ciuman dari kedua orang tuanya. Sedangkan untuk anak-anak yang berusia remaja, mereka mungkin hanya membutuhkan waktu lebih banyak bersama keluarga. Tetap ikuti kemauan mereka dan bersabarlah jika mereka tampak menolak kehadiran Mums dan Dads.

 

3. Tanggapi, jangan langsung bereaksi

Anak yang menjadi korban kekerasan mungkin akan memiliki sifat dan perilaku yang tidak stabil. Jika ini terjadi, sebagai orang tua hindari langsung bereaksi dengan apa yang ditunjukkan oleh anak. Reaksi dari orang tua justru sering kali membuat anak merasa tidak nyaman, apalagi jika reaksi tersebut negatif. Maka dari itu, alih-alih langsung memberikan reaksi terhadap perilaku anak, lebih baik tanggapi ia dengan kondisi yang tetap tenang.

 

4. Hindari hukuman fisik

Hukuman fisik dapat membuat anak semakin tertekan dan stres. Lebih baik bicarakan dengan anak mengenai batasan untuk perilakunya dan tetap berikan pujian jika ia melakukan hal yang baik.

 

Baca juga: Cegah Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual

 

5. Jangan menghakimi

Biarkan anak mengungkapkan apa yang dirasakannya. Jika memang apa yang dilakukannya buruk, hindari menghakimi. Sebaliknya, bantu dia untuk menemukan cara lain yang lebih baik untuk mengungkapkan perasaannya.

 

6. Dengarkan

Tak perlu memaksa jika anak memang belum siap untuk berbicara mengenai kondisinya. Namun jika ia sudah siap terbuka, pastikan Mums dan Dads bersedia untuk mendengarkannya.

 

Saat ia bercerita, berikan dorongan dan katakan bahwa tak apa memiliki perasaan yang tidak nyaman setelah semua yang terjadi. Berikan tanggapan pada apa yang mereka ungkapkan dengan serius. Yakinkan pula bahwa apa yang mereka alami bukan terjadi karena kesalahannya.

 

7. Bantu anak untuk lebih rileks

Bantu anak untuk bisa lebih rileks dengan berlatih bernapas dalam-dalam, mendengarkan musik yang menenangkan, atau mengucapkan hal-hal positif.

 

8. Lakukan hal-hal seperti sebelumnya

Tetap lakukan rutinitas seperti sebelumnya. Jangan jadikan kejadian traumatik tersebut membuat perubahan dalam kesehariannya.

 

9. Bersabarlah

Setiap orang membutuhkan waktu yang berbeda dalam menyembuhkan traumanya. Jadi, tetaplah bersabar dan hargai atas apa yang sedang terjadi pada anak Mums dan Dads.

 

10. Biarkan ia memilih

Tak perlu mengekangnya. Berikan ia kesempatan untuk menentukan sendiri pilihannya selama pilihan tersebut masih masuk akal dan tidak membahayakan dirinya sendiri.

 

11. Dorong rasa percaya dirinya

Pengalaman positif dapat membantu anak korban kekerasan fisik pulih dari trauma lebih cepat. Maka dari itu, cobalah untuk mengajaknya melakukan kegiatan positif yang mungkin belum pernah dilakukan sebelumnya, seperti bergabung dalam komunitas atau membuat kerajinan.

 

Kejadian yang dialami Audrey memang bukan yang pertama kalinya di Indonesia. Kekerasan fisik seperti ini tentu meninggalkan trauma dan dampak negatif pada korbannya. Apabila upaya dari orang terdekat seperti orang tua tidak dapat membantu anak menyembuhkan traumanya, cobalah untuk meminta bantuan ahli, salah satunya psikolog.

 

Untuk memudahkan mencari informasi mengenai psikolog terdekat dari tempat tinggal, gunakan fitur Direktori di website atau aplikasi GueSehat. (BAG/AY)

 

Baca juga: Penyebab Kekerasan Orang Tua Terhadap Anak Meningkat

 

 

 

Sumber: 

"Kronologi Pengeroyokan Audrey Siswi SMP di Pontianak" - CNN Indonesia

"Parenting a Child Who Has Experienced Trauma" - Child Welfare Information Gateway