Rasanya tak ada satu pun orang tua yang bisa tega mengatakan bahwa lebih sayang pada satu anak dibanding anak lainnya. Tapi menurut penelitian, sebenarnya tiap orang tua punya anak kesayangan, lho. Benarkah kenyataannya seperti itu? Yuk, ulik lebih jelas di sini.

 

Lebih Sayang sama Satu Anak, Bolehkah?

Sebagai orang tua yang memiliki anak lebih dari satu, Mums dan Dads tentu berusaha untuk bisa berlaku adil dan memperlakukan semua anak secara setara. Tak jarang, meskipun beberapa keluarga membuat lelucon tentang memiliki anak favorit, kebanyakan orang tua akan secara terbuka menyangkal lebih sayang pada satu anak daripada yang lain. Tetapi kenyataannya, jauh di lubuk hati, banyak orang tua memang memiliki anak kesayangan, lho. 

 

Hal ini berdasarkan pada sebuah studi yang meneliti 384 keluarga dengan jarak antaranak sebanyak empat tahun. Dari situ ditemukan bahwa 74% ibu dan 70% ayah menunjukkan perlakuan istimewa terhadap satu anak.

 

Kondisi ini dinamakan favoritisme, atau kecenderungan orang tua memberikan perlakuan istimewa kepada salah satu anak. “Keistimewaan” ini dapat terlihat dari lebih banyak waktu yang dihabiskan bersama, kurang tegas, dan bentuk perlakuan istimewa lainnya.

 

Dilihat dari kacamata psikologi, hal ini nyatanya masuk akal. Wajar bila orang tua mengembangkan ikatan yang lebih kuat dengan salah satu anaknya, terutama dengan salah satu yang paling mirip dengannya. Karena pada dasarnya, orang tua adalah manusia yang akan cenderung tertarik dengan orang lain yang mendukung.

 

Baca juga: Kenapa ya, Jadi Sulit BAB Pasca Melahirkan?

 

 

Dampak Favoritisme pada Anak

Walau kondisi ini wajar dan biasa terjadi, bukan berarti menunjukkan favoritisme bisa dianggap baik-baik saja, ya. Favoritisme nyatanya dapat menyebabkan kerusakan permanen pada anak-anak. 

 

Menurut terapis keluarga dan hubungan asal Amerika Serikat, Mallory Williams, LCSW, ada efek jangka panjang yang serius jika seorang anak tumbuh dengan favoritisme dari orang tua. Bahaya jangka panjang terbesar adalah depresi, reaksi tidak stabil, trauma dalam hubungan pribadi, serta kecemasan baik untuk “anak kesayangan” maupun bagi anak yang tidak diistimewakan.

 

Ya, favoritisme menorehkan banyak “luka” bagi banyak pihak, baik bagi anak yang diistimewakan maupun yang tidak. Meskipun menjadi anak yang diistimewakan terdengar seperti sebuah keuntungan, namun nyatanya tidak selalu seperti itu, lho. Bagi mereka yang diistimewakan, dampaknya antara lain:

  • Menjadi anak kesayangan berarti hampir selalu dibenci oleh anak-anak lain. Perhatian orang tua yang tidak setara, perlahan dan pasti akan meracuni hubungan saudara kandung.
  • Ia akan mengalami kesulitan untuk menghadapi kegagalan. Pasalnya, pujian dan pilih kasih yang diberikan oleh orang tua, akan membuatnya sering mengalami kesulitan dengan kegagalan apa pun. Ia pun tumbuh dengan begitu banyak tekanan untuk mempertahankan “image baiknya”, sehingga merasa tidak ada ruang untuk kesalahan. 
  • Ia akan rentan terhadap penolakan atau hubungan yang tegang, terutama dengan saudara kandung yang tidak diistimewakan, dan merasa sulit untuk memperbaiki hubungan seperti itu. Pasalnya, ia tidak melakukan apa pun untuk menciptakan “jurang perbedaan” itu, sehingga juga tak tahu di mana letak kesalahan dan apa yang harus ia perbuat untuk memperbaikinya.

 

Baca juga: Si Kecil Perlu Dikenalkan dengan 5 Jenis Aturan Ini agar Disiplin, Mums

 

Sementara bagi anak yang “bukan kesayangan”, favoritisme dapat menimbulkan dampak sebagai berikut:

  • Akan merasa rendah diri, ditolak, tidak mampu, sekaligus “menyerah”, karena merasa tidak akan pernah bisa mendapatkan perhatian, cinta, dan kasih sayang yang sama dengan saudaranya yang diistimewakan oleh orang tuanya. Hal ini sering memiliki implikasi jangka panjang pada kinerja seseorang di pekerjaan, sekolah, dan dalam hubungan interpersonal, karena pola asuh orang tua merupakan fondasi sekaligus harapan untuk hubungan di masa depan.

 

  • Efek yang mengejutkan dari favoritisme orang tua adalah bahwa perasaan diabaikan dapat menyebabkan pandangan hidup yang sangat mandiri. Pada akhirnya inilah yang membentuk pemikiran bahwa seorang anak tidak membutuhkan orang tuanya dan siapa pun. Jangan salah paham dulu. Bersikap mandiri dalam jumlah wajar memang normal, namun jika sudah ekstrem seperti ini justru malah mengarah pada isolasi.

 

Tak hanya orang tua, bersikap adil secara umum memang sebuah tugas yang berat. Jujurlah pada diri Mums sendiri jika memang merasakan berat sebelah kepada salah satu anak dan segeralah perbaiki kondisi tersebut agar tidak berlangsung berlarut-larut. (IS)

 

Baca juga: Bolehkah Ibu Hamil Makan Nangka?

 

Referensi:

VeryWell. Have A Favorite Kid

Baton Rouge Parents. Parental Favoritism

VeryWell. Favoritism