Angka prevalensi diabetes meningkat 6,2% selama pandemi COVID-19. Selama pandemi COVID-19, diperkirakan pengendalian diabetes juga menurun. Hal ini karena banyak orang dengan diabetes yang mengurangi kunjungan dan kontrol rutin ke rumah sakit atau dokter.

 

Diabetes adalah penyakit yang harus dikendalikan seumur hidup. Jika tidak, diabetes akan menyebabkan komplikasi berbagai organ tubuh dan meningkatkan kematian. Terlebih di masa COVID-19, di mana angka kematian pasien COVID-19 yang mengidap diabetes lebih tinggi 8,3 kali dibandingkan dengan pasien tanpa diabetes.

 

Salah satu komplikasi diabetes adalah luka kaki yang sulit sembuh, dan bisa berujung pada amputasi. Tetapi tidak perlu khawatir, karena pengobatan untuk diabetes dan komplikasinya terus berkembang.

 
 
Baca juga: Tips Merawat Kaki Diabetes Selama Pandemi

 

Pengobatan Luka Kaki Diabetes

Prof. Dr. Mardi Santoso selaku Ketua Persadia (Persatuan Diabetes Indonesia) wilayah Jakarta, Bogor, Bekasi, Depok dalam acara 'Daewoong Media Day (DMD) yang digelar secara virtual, 6 April 2021 menjelaskan, luka kaki diabetes dialami beberapa pasien yang tidak bisa mengendalikan kadar gula darahnya.



"Itulah mengapa diabetes perlu dikendalikan dan diperhatikan secara rutin karena dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti komplikasi di organ penting tubuh ,seperti mata, jantung, ginjal, otak, dan luka diabetes”, jelas Prof. Mardi.



Luka kaki diabetes bisa diawali dari luka kecil atau lepuh. Bagi orang tanpa diabetes, luka kaki ini mudah disembuhkan dengan pengobatan luka pada umumnya. Namun pada penderita diabetes, sirkulasi darah yang buruk membuat luka sulit disembuhkan. Apalagi jika sudah terjadi juga kerusakan saraf, membuat penderita tidak merasakan nyeri pada luka dan semakin tidak menyadari jika luka di kaki sudah semakin dalam dan infeksi.



“Diabetes dapat mengakibatkan diabetik perifer neuropati kronik (DPN) atau kerusakan saraf tepi yang dapat terjadi akibat gangguan sirkulasi darah dan penurunan fungsi pembuluh darah yang dapat meningkatkan risiko amputasi pada penderita ulkus kaki”, tambahnya.

 

Baca juga: Kenali Komplikasi Diabetes Sejak Dini



Salah satu terobosan dalam pengobatan luka kaki diabetes adalah dengan obat yang disebut Epidermal Growth Factor (EGF). EGF adalah hormon pertumbuhan. Penyembuhan luka adalah proses rumit, kompleks dan dinamis di mana kulit (atau jaringan organ lainnya) membaik sendiri setelah cedera.

 

Salah satu tahapan penting dalam penyembuhan luka adalah penutupan luka, setelah tidak ada lagi infeksi. EGF ini terlibat dalam pertumbuhan sel-sel baru yang akan menutup luka.

 

EGF yang digunakan untuk terapi luka diabetes, atau luka lainnya, merupakan zat yang memiliki struktur dan aktivitas yang identik dengan EGF alami yang dimiliki dalam tubuh manusia. Teknologi terbaru memungkinkan EGF dibuat secara massal dengan teknologi rekombinan genetik.

 

Dijelaskan Jung Hye Min, Antidiabetics Product Manager, Daewoong Pharmaceutical Korea, pihaknya memproduksi EGF dalam formula obat semprot yang dapat digunakan tanpa bersentuhan langsung dengan luka. “EGF ini efektif dalam mengobati ulkus kaki diabetik yang cenderung sulit disembuhkan,” jelas Hye Min. Pengobatan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes dengan komplikasi luka kaki diabetes.

 

Menurut data dari International Diabetes Federation pada tahun 2020, jumlah penderita diabetes tipe-2 terus meningkat di berbagai negara di dunia. Indonesia menempati urutan ketujuh dari sepuluh negara dengan jumlah penderita diabetes tertinggi. Jumlah penderita diabetes mencapai 18 juta pada tahun 2020, meningkat 6,2% dibandingkan tahun 2019.

 

 

Baca juga: Terapi Endovaskular, Pengobatan Luka Diabetes Tanpa Diamputasi