JAKARTA, Guesehat.com- Tak hanya ratusan, tetapi ribuan obat telah disita bareskrim POLRI karena dinyatakan sebagai obat palsu dan kedaluwarsa. Bahkan tak hanya satuan, tetapi puluhan oknum telah menjadi tersangka dalam kegiatan peredaran obat palsu ini. Dilansir oleh KOMPAS.com pada Rabu (7/9/2016) siang, Direktorat Reserse Kriminal khusus Polda Metro Jaya dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (POM) menyita ratusan obat palsu dan kedaluwarsa pada sidak yang dilakukan di Pasar Pramuka dan Pasar Kramatjati, Jakarta Timur. Polisi menyatakan, dalam sidak yang telah dilakukannya ditemukan 5 apotek yang sengaja menyimpan obat-obatan kedaluwarsa yang sangat berbahaya jika dikonsumsi dan terdapat 2 toko yang kedapatan mengganti tanggal kedaluwarsa pada kemasan obat. Akibat kegiatan illegal pembuatan obat palsu dan kedaluwarsa ini, para pedagang farmasi yang dinilai jujur pun terkena imbasnya. Ridwan, yang merupakan Ketua Himpunan Pedagang Farmasi Pasar Pramuka Jakarta Timur mengeluhkan hal tersebut. “Dari 383 pedagang (apotek), pasti ada saja oknumnya. Jangan dilimpahkan ke kami semua, jangan disamaratakan! Masih ada pedagang yang jujur,” ujarnya pada KOMPAS.com Rabu (7/9/2016) siang. Padahal, jauh sebelum adanya sidak di Pasar Pramuka pada Rabu (7/9/2016), Ridwan pun mengaku jika dirinya telah menghimbau dan mengingatkan secara tegas kepada seluruh pemilik apotek agar tidak menjual produk obat illegal. Kemudian dalam menanggapi adanya apotek yang menyimpan produk kedaluwarsa, Ridwan berdalih jika para pedagang belum mengetahui cara tepat untuk memusnahkan obat-obatan tersebut.

Aksi Pemerintah Terhadap Peredaran Obat Palsu

Di lain sisi, pemerintah yang tengah gencar memberantas kejahatan di bidang farmasi ini menghimbau masyarakat agar semakin peduli pada obat-obatan yang akan dikonsumsinya. Melalui Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Fadil Imran memberikan tips untuk membedakan antara obat palsu dengan yang asli. Ia menjelaskan, obat palsu atau kedaluwarsa memiliki perbedaan pada kemasan, khususnya pada cetakan tanggal kedaluwarsa. “…misalnya jenis font Arial diganti dengan Times New Roman, kan beda,” ujarnya pada KOMPAS.com di Mapolda Metro Jaya, Rabu siang. Kemudian Fadil menambahkan jika obat-obatan yang sudah kedaluwarsa pasti menunjukkan warna yang berbeda. Obat akan terlihat lebih kusam dan tidak berwarna cerah seperti aslinya. Selain itu, masyarakat pun diminta lebih waspada pada obat-obatan yang sering dikonsumsi, seperti obat diare, obat penurun kolesterol, obat penurun panas, obat penurun kadar gula, dan obat penurun tekanan darah. Fadil menjelaskan jika jenis obat-obatan seperti itu adalah yang seringkali dipalsukan atau diganti tanggal kedaluarsanya. Menanggapi fenomena peredaran obat palsu yang kian memanas, salah seorang anggota Komisi IX DPR, Muhammad Iqbal pun angkat bicara. Ia menyesalkan terhadap peristiwa yang tengah melanda dunia kesehatan ini. Bahkan ia pun menilai jika pemerintah tidak berkaca pada peristiwa vaksin palsu lalu. Untuk itu sebagai bentuk dari tanggung jawab, Iqbal mengatakan jika Komisi IX DPR telah membentuk panja vaksin dan obat palsu. Panja ini nantinya akan bekerja untuk mencari tahu akar permasalahan dari peristiwa obat palsu yang sering terjadi. Selain itu, Iqbal beranggapan jika terdapat suatu hal yang tidak jelas dari BPOM. “Apakah pengawasan Badan POM lemah atau kewenangannya yang masih terbatas, jadi nanti hasil jarahan yang akan menjadi rujukan,” ujar Iqbal kepada KOMPAS, Rabu (7/9/2016). Sedikit menilik sekitar 1 tahun lalu, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Farmasi, Dorodjatun Sanusi pun sempat mengeluhkan fenomena peredaran obat palsu ini. Ia mengatakan, “Industri farmasi bisa terpuruk akibat adanya obat palsu,” kepada KOMPAS (1/6/2015). Namun di akhir pernyataannya, Sanusi pun menyadari jika fenomena ini terjadi akibat tingginya permintaan konsumen di pasaran, tetapi masyarakat tidak ‘berani’ untuk membelinya di apotek karena takut harga mahal. Sehingga, jalan pintas yang terbaik menurut mereka adalah dengan membeli produk obat illegal. Padahal menurutnya, Sanusi menjamin jika harga obat resmi sudah tidak lagi mahal dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.