Pekan Vaksin Measles-Rubella telah berlangsung selama lebih dari satu bulan. Berbagai dinamika mewarnai perjalanan program ini. Ada yang menyenangkan, tetapi ada juga yang mengejutkan. Salah satu kabar yang paling mengejutkan adalah pernyataan dari MUI, bahwa vaksin Measles-Rubella (disingkat MR) tidak berlabel halal.

 

Sontak masyarakat menjadi panik, terlebih karena sebelumnya Menteri Kesehatan menyatakan bahwa vaksin MR berlabel halal. Mereka pun berada di ambang dilema. Bagaimana dengan sisa periode Pekan Vaksin MR, diteruskan atau tidak?

 

Kegamangan tersebut berakhir dengan lampu hijau, karena MUI menyatakan bahwa vaksin MR berstatus mubah atau boleh. Definisi lengkap dari status mubah sendiri adalah perbuatan yang dilakukan atau tidak, tidak berkaitan dengan pahala dan siksa, atau mengisyaratkan kebebasan untuk manusia. Status ini sangat melegakan, karena berarti terjaminnya keamanan vaksin MR dari segi agama.

Baca juga: Bingung Vaksin Haram atau Halal ? Baca Dulu Penjelasan Dibawah Ini!

 

Di samping segi agama, segi medis juga mendukung kelanjutan gerakan Pekan Vaksin Measles-Rubella. Ada beberapa klaim yang mendasarinya. Pertama, vaksin adalah cara yang paling efektif untuk memberi proteksi atau perlindungan terhadap penyakit menular. Metode proteksi yang ditawarkan oleh vaksin adalah metode preventif atau pencegahan, agar penyakit tidak sampai menginfeksi kita.

 

Seperti dalam pepatah, mencegah lebih baik daripada mengobati. Mekanisme dari vaksinasi adalah pembentukan kekebalan tubuh terhadap penyakit yang divaksinasi. Pada vaksinasi, organisme patogen (bibit penyakit) yang sudah dilemahkan dimasukkan ke dalam tubuh, untuk memicu pembentukan antibodi tanpa menimbulkan penyakit itu sendiri. Antibodi yang dihasilkan akan terus tersimpan dalam tubuh, sehingga ketika organisme patogen yang sesungguhnya menyerang, tubuh sudah siap melawan organisme patogen tersebut dan penyakit tidak akan terjadi.

 

Ada yang berpendapat bahwa organisme patogen yang dimasukkan ke dalam tubuh hanya dilemahkan, sehingga berpotensi aktif kembali dan justru malah menimbulkan penyakit. Pendapat tersebut tidak tepat, karena istilah ‘dilemahkan’ digunakan hanya untuk mempermudah pemahaman.

 

Proses yang sebenarnya terjadi adalah inaktivasi, berupa pemotongan bagian organisme yang dapat menimbulkan penyakit dan hanya menyisakan bagian yang memicu pembentukan antibodi. Dengan proses inaktivasi, dapat dipastikan bahwa organisme patogen yang dilemahkan tidak akan aktif kembali dan menimbulkan penyakit. 

 

Kedua, target sebenarnya dari vaksinasi tidak hanya kekebalan individual, tetapi juga kekebalan komunitas. Pernah mendengar istilah herd immunity, yaitu individu yang tidak divaksin mendapat perlindungan tidak langsung dari yang divaksin? Ya, itulah kekebalan komunitas.

 

Prinsip dari kekebalan komunitas adalah eradikasi atau penghilangan angka infeksi pada suatu daerah, sehingga individu yang tidak divaksinasi tidak lagi memiliki risiko tertular dan seluruh penduduk di daerah itu akan terbebas dari penyakit.

 

Kekebalan komunitas hanya bisa terjadi bila sejumlah besar penduduk menerima vaksinasi. Jumlah penduduk yang harus divaksinasi tergantung pada tingkat penularan serta keganasan penyakit, yang dinyatakan dalam persentase Herd Immunity Treshold (HIT).

 

Nilai HIT untuk penyakit rubella adalah 86%, sementara untuk measles atau campak adalah 95%. Berhubung vaksin yang disediakan berupa kombinasi untuk penyakit campak dan rubella, angka tertinggi yaitu 95% diambil. Bila dihitung per kepala, jumlah individu di Indonesia yang harus menerima vaksin MR adalah 253,58 juta jiwa.

 

Mohon diperhatikan bahwa kekebalan tidak langsung hanya dialokasikan bagi mereka yang secara medis memang tidak dapat menerima vaksin, bukan untuk mereka yang menolak vaksinasi tanpa alasan kuat. Penyalahgunaan kekebalan komunitas berisiko menyebabkan tidak tercapainya HIT, sehingga penyakit kembali merajalela.

Baca juga : Penyakit Lawas Ini Bisa Timbul Lagi Jika si Kecil Tidak Divaksin

 

Ketiga, risiko dari penyakit campak dan rubella tidak sesederhana yang dibayangkan. Seperti yang dicantumkan di awal tulisan, risiko inilah salah satu pertimbangan MUI dalam menetapkan status mubah. Penyakit campak berisiko menimbulkan komplikasi, berupa pneumonia (radang paru-paru), trombositopenia (penurunan jumlah trombosit sehingga penderita mudah mengalami perdarahan), hingga ensefalitis atau radang otak yang dapat berujung dengan kematian.

 

Komplikasi dari rubella tidak kalah beratnya. Kendati gejala rubella lebih ringan dibandingkan dengan campak, komplikasi yang ditimbulkan oleh rubella lebih serius dan bersifat permanen. Ibu hamil yang terinfeksi rubella berisiko melahirkan bayi dengan cacat bawaan (Congenital Rubella Syndrome). Bocor jantung, tuli berat, cerebral palsy, serta katarak merupakan sebagian dari cacat bawaan akibat rubella.

 

Memang, vaksin MR tidak serta-merta tanpa efek samping. Ada beberapa efek yang dapat timbul pasca-vaksinasi, yang disebut kejadian-ikutan-pasca-imunisasi (KIPI). Gejala-gejala dari KIPI meliputi demam, sakit kepala, atau nyeri pada lokasi suntikan. Kendati demikian, efek samping tersebut sangat ringan, jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan kerugian dari infeksi campak dan rubella.

 

Pekan Vaksin Measles-Rubella masih tersisa hampir satu bulan lagi. Dari segi agama, program ini aman dan diperbolehkan. Dari segi medis, program ini sangat dianjurkan kelanjutannya. Marilah kita juga ikut serta mendukung kesuksesan program ini. Tetap dukung Pekan Vaksin Campak-Rubella, ya!

Baca juga: Yuk, Lengkapi Pemberian Imunisasi Si Kecil!