Kemarin, kabar buruk datang dari selebriti muslimah tanah air Oki Setiana Dewi. Kedua anak Oki terpaksa dirawat di rumah sakit akibat terkena campak. Kini kondisi kedua anaknya sudah membaik, namun masyarakat kembali dihebohkan dengan kabar yang beredar bahwa kedua anak Oki jatuh sakit karena artis berumur 28 tahun itu menolak memberikan vaksin dengan alasan haram.

 

Berita tersebut semakin meyakinkan, sebab dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K), yang sebelumnya menyarankan vaksinasi anak kepada Oki juga angkat bicara. Dokter anak dari sebuah rumah sakit ternama tersebut menyayangkan keputusan Oki untuk tidak memberikan vaksin kepada kedua anaknya.

 

Berita ini membuat banyak orang bertanya-tanya, sebenarnya apa sih hukum vaksin dalam Islam? Kalau memang haram, apa penyebabnya? Nah, untuk menjawab rasa penasaran Kamu, baca penjelasan tentang hukum vaksin dalam Islam di bawah ini, ya.

 

Apakah Vaksin Mengandung Enzim Babi?

Pro dan kontra bahwa vaksin itu haram atau halal sudah ada sejak lama. Maka dari itu, pemerintah lewat Kementerian Kesehatan melakukan penyelidikan tentang keterkaitan agama dengan vaksin. Tidak tanggung-tanggung, Kemenkes mengikutsertakan sejumlah perusahaan kimia besar, seperti PT. Bio Farma dan Aventis, serta Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’ (MPKS).

 

Dari penelitian itu, ditemukan bahwa proses pembuatan vaksin polio oleh perusahaan-perusahaan besar memang menggunakan tripsin babi. Tidak hanya polio, kebanyakan vaksin menggunakan tripsin babi, termasuk vaksin meningitis untuk para Jemaah haji dan vaksin campak.

 

Namun, dalam proses pembuatannya, tripsin babi bukanlah bahan baku vaksin. Tripsin babi hanya digunakan untuk memanen bibit vaksin. Tripsin harus dicuci bersih karena kalau tidak, akan menyebabkan gangguan dalam pembuatan vaksin. Lewat pencucian dan pemurnian tersebut, produk akhir vaksin akan menjadi bersih dari sisa tripsin.

 

Jadi, pada dasarnya tripsin atau enzim babi hanya digunakan sebagai bahan penolong dalam proses pembuatan vaksin. Tripsin hanya bersinggungan dengan bibit vaksin, namun tidak tercampur. Apalagi ada filtrasi atau pencucian hingga ribuan kali, sehingga hasil akhir vaksin yang disuntikkan tidak mengandung tripsin atau enzim babi.

 

Mengapa Harus Tripsin Babi?

Alasannya adalah, susunan DNA babi hampir mirip dengan DNA manusia. Tidak hanya pada pembuatan vaksin, dibandingkan dengan sapi atau kambing, katup jantung babi juga lebih cocok digunakan dalam pencangkokan katup jantung manusia.

 

Bisakah Enzim Babi Diganti dengan Enzim Lain? 

Saat ini, tripsin dilibatkan di seluruh dunia dalam pembuatan sebagian besar vaksin. Sejumlah ahli sudah pernah mencoba melakukan penelitian mengganti tripsin dengan zat lain. Namun, sampai saat ini belum ada zat lain yang mampu memanen bibit vaksin sebaik tripsin.

 

Selain itu, penelitian untuk mengganti tripsin dengan zat lain dalam pembuatan vaksin juga sulit dan butuh proses yang panjang. Para ahli berencana untuk melakukan penelitian dengan menggunakan enzim sapi pada vaksin. Namun, penelitian tersebut membutuhkan waktu sekitar 5 tahun. Selain itu, biayanya juga sangat besar.

 

Bagaimana Hukum Vaksin di Indonesia?

Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) masih mengkategorikan kebanyakan vaksin haram. Alasannya, halal atau haram suatu hal tidak dilihat hanya dari bahan bakunya atau zat kandungannya saja. Namun, kalau dalam proses pembuatannya bersinggungan dengan zat haram, maka MUI tetap mengkategorikan produk itu haram.

 

Hal tersebut berbeda dengan beberapa negara Islam lainnya. Arab Saudi misalnya, yang menghalalkan vaksin meskipun dalam proses pembuatannya bersinggungan dengan enzim babi. Alasannya karena enzim tersebut sudah hilang ketika produk vaksinnya sudah jadi dan siap disuntikkan.

 

Namun, MUI juga memberi pengecualian bahwa jika tidak ada obat atau vaksin lain untuk mengobati penyakit tertentu, maka hukumnya sementara menjadi halal, sampai ditemukan vaksin dengan zat dan pembuatan halal. Konsep tersebut sama dengan makanan.

 

Dalam Islam, yang haram dimakan di antaranya bangkai, darah, anjing, babi, dan lainnya. Namun, jika sedang berada dalam keadaan darurat dan tidak ada sumber makanan lain, maka memakan hal-hal yang haram tersebut diperbolehkan.

 

MUI mengatakan, hal tersebut juga berlaku untuk vaksin dan obat-obatan medis. Kalau sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang 100% halal, maka obat dan vaksin yang dikategorikan haram menjadi halal.