Audrey, remaja putri yang berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat, dilaporkan harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit setelah dikeroyok oleh 3 remaja SMA yang berasal dari Pontianak. Lalu, apa motif pelaku melakukan pengeroyokan pada Audrey?

 

Menurut pemberitaan, Audrey yang sedang berada di rumah kakeknya dijemput oleh salah satu pelaku untuk dibawa ke suatu tempat di mana pengeroyokan terjadi. Pelaku menjemput Audrey untuk mengobrol dan mengajaknya bertemu. Lalu, Audrey menerima ajakan pelaku untuk bertemu dan dibawa ke Jalan Sulawesi.

 

Setelah mengobrol dan menjawab sejumlah pertanyaan, 3 orang pelaku melakukan pengeroyokan. Sedangkan ada 9 remaja lainnya yang ikut menonton kejadian. Saat kejadian, perutnya dipukul, kepalanya dibenturkan ke aspal, hingga disiram air oleh para terduga pelaku.

 

 

Baca juga: Waspada Berbagai Bentuk Kekerasan Verbal dalam Hubungan

 

Penyebab Pelaku Melakukan Bullying Hingga Kekerasan

Usut punya usut, kejadian itu berawal karena persoalan asmara dan saling lempar komentar sinis di media sosial. Namun, Audrey tidak terlibat langsung. Kakak sepupunya lah yang merupakan mantan pacar dari salah satu pelaku. Jadi, yang sebenarnya menjadi sasaran para pelaku ialah kakak sepupu Audrey.

 

“Kalau dilihat dari kasus Audrey, pelaku memilih untuk melakukan kekerasan pada orang yang ada hubungan dengan target sesungguhnya. Hal ini bisa juga karena pelaku tidak berani langsung melakukan kekerasan pada target sebenarnya, misalnya kakak sepupunya itu,” ujar Dian Ibung, seorang psikolog.

  

Sekelompok remaja yang berani melakukan kekerasan pada orang lain, menurut Dian, juga bisa disebabkan kurang memahami nilai-nilai sosial yang ada. “Namun, sekelompok siswi SMA ini seharusnya sudah cukup paham dengan nilai sosial. Ada yang salah dari cara berpikir mereka,” ungkapnya.

 

 

Baca juga: Waspada 4 Tipe Bullying yang Kerap Terjadi!

 

Kalau pelaku tidak merasa malu atau bahkan tidak menunjukkan rasa bersalah setelah melakukan kekerasan, mungkin saja ada indikasi lain. “Jika sudah berani melakukan kekerasan secara terencana, mereka mungkin memiliki gangguan mental,” tambah Dian.

  

Terlepas dari apapun itu, bullying yang berujung pengeroyokan atau penganiayaan tidak bisa dibenarkan. “Kasus ini bisa dibilang bullying. Namun, tindakan yang dilakukan juga termasuk ke kekerasan fisik atau agresi. Kemungkinan ini terjadi karena ada tekanan dari teman,” ungkap Dian.

  

Kembali berkaca pada kasus Audrey, para pelaku seperti sepakat untuk bersama-sama melakukan pengeroyokan pada korban. Hal ini karena beberapa dari mereka yang tergabung dalam kelompok itu takut tidak dianggap menjadi bagian dari kelompok jika tidak sepakat untuk ikut melakukan kekerasan. “Mereka juga bisa mengancam korban untuk tidak memberi tahu kepada orang lain. Mengancam sebenarnya merupakan salah satu bentuk bullying,” jelas Dian.

 

Baca juga: Ini Penyebab Seseorang Melakukan Bullying 

 

Apakah Pelaku Bullying atau Kekerasan Perlu Diberi Hukuman?

“Hukuman fisik dinilai dapat membuat jera. Padahal, tidak membuat jera. Menurut saya, memberikan efek jera kepada mereka ialah memperbaiki mental mereka dengan memasukkan mereka ke rumah sakit jiwa,” ujar Dian.

 

Langkah tersebut juga dinilai sebagai langkah untuk memisahkan para pelaku. “Apalagi mereka satu kelompok, jadi harus dipecah dari kelompoknya. Jangan disatukan atau dipertemukan lagi dengan orang yang sama karena mereka justru akan saling menguatkan,” tambahnya.

 

Setelah dipecah, mereka yang melakukan bullying atau kekerasan kepada orang lain harus diberikan kesadaran baru. Hal ini tentu membutuhkan waktu yang lama dan tidak mudah. Langkah ini akan melibatkan banyak faktor, mulai psikis hingga agama. 

 

Lantas, apa yang harus dilakukan agar tidak ada hal serupa? “Sebagai orang tua atau guru, kita harus mau mendengarkan anak. Mendengarkan keluhannya apa saja. Jadi kalau anak di-bully atau mengalami kekerasan, ia mau cerita. Setelah tahu, orang tua dan guru bisa lebih waspada,” ungkap Dian.

 

Kedua, secara terus-menerus anak harus diberikan informasi bahwa mereka harus melawan kalau di-bully. Melawannya bagaimana? Bicaralah kepada guru atau orang tua. Beri tahu anak untuk berani speak up.

 

Selain itu, orang tua harus menjadi contoh bagi anak-anak bagaimana bersikap dengan orang lain dan saling menghargai atau toleransi. Menurut Dian, hal ini juga dilakukan untuk mencegah anak menjadi pelaku bullying.

 

“Jadi, ajarkan anak untuk lebih menghargai orang lain. Orang tua bisa mencontohkan. Misalnya, dengan memberikan perhatian kepada orang lain, menghargai orang lain, kalau bisa jangan mengejek orang lain di depan anak,” tutup Dian. (TI/AS)

 

  

Sumber:

Wawancara dengan Psikolog Dian Ibung.

Kumparan. 2019. Kronologi Penanganan Kasus AU oleh KPPAD Kalimantan Barat.

Kumparan 2019. Agar Kasus Audrey Tidak Berulang, Kedekatan Guru Dibutuhkan Murid.