Istilah narkotika, psikotropika, dan zat adiktif pastinya sudah tidak asing di telinga Kamu, bukan? Ketiga jenis zat tersebut menjadi perbincangan hangat baru-baru ini setelah aktor Tora Sudiro dan istrinya Mieke Amalia ditangkap polisi karena kedapatan menyimpan 30 butir pil dumolid di rumah, yaitu obat penenang yang termasuk ke dalam kategori psikotropika golongan IV. Banyak masyarakat yang mengatakan bahwa obat tersebut adalah narkotika, namun ada sebagian orang lainnya yang mengatakan bahwa obat tersebut bukan narkotika.

Sebenarnya ketiga kelompok senyawa tersebut memiliki kesamaan, yaitu memberikan efek kecanduan bagi penggunanya. Dalam dunia medis, ketiga senyawa yang biasa disingkat menjadi napza tersebut digunakan untuk kepentingan pasien, seperti untuk membius sebelum operasi atau dikonsumsi dalam bentuk obat untuk mengobati sejumlah penyakit tertentu.

Baca juga: Dumolid, Obat Penenang yang Menjerat Tora Sudiro dan Mieke Amalia

 

Namun sayangnya, napza sering kali disalahgunakan oleh banyak orang untuk kepentingan sendiri. Banyak orang yang menggunakan dan mengonsumsi senyawa tersebut di luar saran dokter dan dengan dosis yang berlebihan. Hal ini jugalah yang membuat persepsi banyak orang terhadap ketiga senyawa ini sama, yaitu obat-obatan terlarang, padahal ketiganya memiliki pengertian yang berbeda-beda, lho!

 

Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif

Pada dasarnya, narkotika dan psikotropika adalah zat adiktif yang berbeda. Lalu apa itu zat adiktif? Zat adiktif adalah zat-zat yang bisa menyebabkan ketagihan ketika dikonsumsi secara rutin. Bahan adiktif, termasuk bahan-bahan alami, semi sintetis, maupun sintetis, yang bisa digunakan sebagai pengganti kokain atau morfin, bisa mengganggu sistem saraf pusat. Hal-hal yang termasuk bahan adiktif adalah nikotin, kafein, alkohol yang mengandung ethyl etanol, bahan pelarut berupa zat organik (karbon) yang dihasilkan oleh minuman beralkohol, dan banyak lagi. 

Jadi, karena narkotika dan psikotropika termasuk zat-zat yang menimbulkan kecanduan pada penggunanya, maka keduanya termasuk zat adiktif. Lalu apa perbedaan antara narkotika dan psikotropika? Berikut penjelasan lengkapnya!

Narkotika

Berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi-sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang.

Narkotika bisa memengaruhi susunan saraf dan membuat penggunanya tidak merasakan apa-apa, meskipun ada bagian tubuh yang disakiti. Yang termasuk jenis narkotika adalah tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat, morfin, kokain, ekgonin, tanaman ganja, dan damar ganja. Berikut penjelasannya!

  • Morfin. Zat aktif yang paling banyak diperoleh dari tanaman opium. Penggunaan morfin memiliki efek samping berupa penurunan kesadaran, euforia, rasa kantuk, lesu, dan penglihatan kabur. Ketergantungan morfin dapat menyebabkan insomnia dan mimpi buruk.
  • Heroin. Heroin dibuat dari olahan morfin dan memiliki efek 2 kali lipat lebih kuat dari morfin sebagai obat bius. Memiliki efek ketergantungan 2 kali lebih kuat dari morfin.
  • Hidromorfin. Hidromorfin juga merupakan olahan dari morfin dan memiliki efek bius 2-8 kali lebih kuat ketimbang morfin. Efek ketergantungannya ada, namun kecil. Maka dari itu, hidromorfin menjadi pilihan dalam dunia kedokteran saat pembiusan.

Baca juga: Sama dengan Narkoba, Junk Food Juga Bikin Ketagihan

  

Psikotropika

Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat, yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Dari penjelasannya saja sudah bisa dilihat bahwa obat-obatan in memiliki perbedaan dalam aspek efek yang ditimbulkan. Kalau narkotika dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, kehilangan rasa, mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Sedangkan psikotropika memengaruhi susunan saraf pusat dan menyebabkan perubahan aktivitas mental dan perilaku. Artinya, psikotropika adalah bahan-bahan yang tidak mengandung narkotika, atau merupakan zat buatan yang dibuat sesuai dengan aturan struktur kimia. 

Dalam undang-undang juga dijelaskan bahwa psikotropika dibagi menjadi empat kategori, yaitu psikotropika golongan 1, golongan II, golongan III, dan golongan IV. Menurut undang-undang tersebut, zat-zat psikotropika tunggal dikategorikan pada golongan III dan golongan IV. Sementara itu, psikotropika golongan I dan golongan II dimasukkan ke dalam kategori narkotika. Berikut contoh-contoh psikotropika:

  • Ekstasi. Bahan kimia senyawa MDMA memiliki kandungan dominan di dalam ekstasi. Meski sering disalahgunakan, ekstasi sangat berguna di dunia medis. Zat kimia ini bisa mengobati gangguan kecemasan. Maka dari itu, ini sangat bermanfaat bagi pengobatan psikologis. Obat ini juga bisa digunakan untuk mengobati penyakit Parkinson.
  • Sedatif. Sedatif atau obat penenang adalah obat psikotropika yang memberikan efek tidur dan rasa tenang kepada penggunanya. Dalam dunia medis, sedatif sangat bermanfaat. Jika dikonsumsi dalam dosis yang tepat, bisa memberikan efek menyembuhkan. Namun bila dikonsumsi secara berlebihan, bisa memperparah penyakit. Sedatif tidak dijual bebas di apotek dan harus menggunakan resep dokter. Salah satu contoh sedatif adalah dumolid.

Jadi pada intinya, narkotika termasuk ke dalam psikotropika. Namun, tidak semua psikotropika adalah narkotika. Meski beberapa psikotropika tidak termasuk ke dalam narkotika, zat adiktif di dalamnya lah yang membuatnya tidak boleh dijual secara bebas dan digunakan secara berlebihan. Kedua zat ini harus dikonsumsi di bawah pengawasan dokter.

Baca juga: Belajar Dari Kasus Narkoba Reza Artamevia