Tahukah Geng Sehat bahwa setiap tahunnya tanggal 6 Februari diperingati sebagai hari anti sunat perempuan sedunia atau International Day of Zero Tolerance for Female Genital Mutilation? Buat Geng Sehat yang baru pertama kali mendengar adanya praktik sunat pada perempuan, prosedur ini merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan bagian tertentu pada alat kelamin perempuan.

 

Secara umum praktek sunat lebih dikenal dilakukan pada kaum laki-laki, berupa tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan kulit penutup kepala penis atau kulup (foreskin). Secara medis, sunat pada laki-laki memiliki banyak manfaat yang telah diteliti, seperti penurunan risiko infeksi saluran kemih serta penularan penyakit menular seksual. Namun, ceritanya akan jauh berbeda saat prosedur yang serupa dilakukan pada perempuan. Yuk Gengs, simak ulasan singkat mengenai sunat pada perempuan ditinjau dari sisi medis dan etika serta mengapa dunia menentang hal ini!

 

Baca juga: 8 Fakta Menarik Seputar Sunat

 

Sunat perempuan = female genital mutilation

Istilah medis untuk prosedur sunat atau khitan pada laki-laki adalah circumcision, namun istilah ini tidak dapat diterapkan jika prosedur yang sama dilakukan pada perempuan. Malah, istilah mutilasi disematkan pada praktek ini. Female genital mutilation (FGM) merupakan istilah untuk semua tindakan yang secara sengaja melukai atau menghilangkan bagian tertentu pada organ genitalia atau alat kelamin perempuan tanpa indikasi medis yang jelas.

 

Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa di dunia, setidaknya 200 juta perempuan dari berbagai asal diestimasikan telah menjalani prosedur sunat atau FGM. Negara dengan angka praktik FGM tertinggi berada di benua Afrika. Walaupun demikian, sunat perempuan pun terjadi di Indonesia lho, Gengs! Hampir semua praktik FGM dilatarbelakangi alasan sosiokultural maupun agama, hal inilah yang menimbulkan kendala untuk menghentikannya.

 

Baca juga: Mums, Ajarkan Anak Perempuan Bagaimana Menjaga Kebersihan Organ Intim

 

Fakta dan Mitos Sunat - Guesehat

 

Di banyak tempat, sunat dianggap sebagai simbol pemurnian diri sebelum mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Selain itu, pada perempuan cara ini dianggap efektif untuk mengendalikan gairah seksual seorang wanita. Hal ini dibuktikan dengan jenis FGM yang paling sering dilakukan yaitu menghilangkan bagian klitoris. Padahal klitoris merupakan bagian yang sangat signifikan peranannya dalam memberikan kepuasan seksual bagi kaum wanita karena pada klitoris terletak banyak sekali sel saraf yang siap menerima rangsangan.

 

Pada kelompok masyarakat yang menganut adat sunat perempuan, bagian sensitif seperti klitoris dianggap akan membuat wanita tidak mampu mengendalikan kebutuhan seksual saat beranjak dewasa kelak sehingga bagian tersebut perlu dihilangkan. Ada juga yang menganggap cara ini ampuh agar wanita dapat menjaga keperawanannya sampai saatnya menikah nanti. 

 

Secara umum ada empat jenis tindakan sunat perempuan yang termasuk ke dalam female genital mutilation, yaitu:

  1. Menghilangkan sebagian atau seluruh bagian klitoris (clitoridectomy)
  2. Menghilangkan sebagian atau seluruh bagian klitoris beserta labia minora dengan atau tanpa penyayatan pada bagian labia majora (excision)
  3. Mempersempit lubang vagina umumnya dengan memotong dan menjahit labia minora atau majora dengan atau tanpa menghilangkan bagian klitoris (infibulation)
  4. Semua tindakan yang bersifat menyakiti organ kelamin perempuan tanpa indikasi medis.

 

Baca juga: Perlukah Merawat Organ Intim dengan Pembersih Khusus?

 

Apa  saja sih risiko dilakukannya sunat pada perempuan?

Alih-alih menganggap sunat perempuan akan membawa dampak yang baik, berbagai pihak justru menilai praktik ini sebagai bentuk kekerasan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Sunat perempuan merefleksikan ketidaksetaraan gender dan lebih jauh lagi, diskriminasi pada kaum perempuan.

 

Ditinjau dari segi medis, sunat pada perempuan tidak memiliki manfaat sama sekali bagi kesehatan, bahkan sebaliknya justru dinilai berbahaya karena meningkatkan  risiko perdarahan, infeksi, gangguan berkemih, trauma, komplikasi pada saat hamil dan melahirkan, bahkan kematian. Belum lagi konsekuensi psikologis yang akan diderita oleh para perempuan yang menjalani prosedur sunat seperti depresi, gangguan kecemasan, post-traumatic stress disorder, ataupun perasaan minder yang berkepanjangan.

 

Di Indonesia sendiri, prosedur sunat pada perempuan relatif tidak seekstrim keempat jenis tindakan FGM seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Beberapa melaporkan praktik sunat perempuan di Indonesia dilakukan dengan sebatas menggoreskan jarum steril ke bagian klitoris untuk menyingkirkan lipatan kulit kecil di sekitar klitoris (prepuce). Di sinilah banyak timbul pro dan kontra, sebagian menilai tindakan tersebut relatif tidak berbahaya, penyembuhannya cepat, dan tidak membawa dapak buruk di kemudian hari. Akan tetapi, kembali lagi bahwa tidak ada penjelasan ilmiah untuk tindakan tersebut dan tidak ada manfaat medis yang dapat diperoleh oleh mereka yang menjalaninya.

 

Di beberapa tempat, mereka yang masih menjalankan tradisi sunat perempuan ini meminta bantuan tenaga medis untuk melakukannya. Namun, PBB dan WHO secara tegas mengimbau pada tenaga kesehatan untuk tidak melakukannya. Terlebih praktik sunat umumnya dilakukan pada rentang usia mulai dari bayi sampai usia sekitar 15 tahun sehingga yang bersangkutan umumnya belum mampu menandatangani persetujuan (consent) untuk tindakan medis tanpa indikasi yang akan dijalaninya sehingga rentan dianggap tidak etis.

 

Baca juga: Penyakit Organ Intim Wanita

 

Masihkah tradisi ini akan berlanjut?

Melihat latar belakang dilakukannya praktik sunat perempuan, memang tampaknya usaha eliminasi secara total akan sangat menantang. Pendekatan medis dan ilmiah saja tentu tidak cukup melainkan harus dibungkus dengan pendekatan sosiokultural di tempat yang terkait. Sebatas generasi cerdas di jaman now, pilihan ada di tangan Geng Sehat untuk menentukan tradisi mana yang akan Geng Sehat ikuti. Semoga informasi ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan bisa jadi nantinya menentukan pilihan.

 

Referensi:

https://www.unfpa.org/resources/female-genital-mutilation-fgm-frequently-asked-questions

http://www.un.org/en/events/femalegenitalmutilationday/

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/female-genital-mutilation