Tak perlu dipertanyakan, semua orang tua pastinya sayang dengan buah hatinya. Walau begitu, sayang bukan berarti tidak bisa marah dengannya. Tapi tunggu dulu, ada beberapa hal lho, yang bisa Mums lakukan sebelum telanjur marah kepada si Kecil. Yuk, simak pembahasannya di sini.

 

Yang Terjadi Jika Orang Tua Marah Kepada Anak

Kenapa sih, orang tua tidak dianjurkan untuk marah kepada anaknya? Untuk memahaminya, berikut gambarannya:

Bayangkan suami atau orang lain kehilangan kesabaran dan berteriak pada Mums. Ukuran badan orang tersebut tiga kali lebih besar dan menjulang di atas Mums. Bayangkan pula bahwa Mums bergantung sepenuhnya pada orang yang marah tersebut untuk makanan, tempat tinggal, keamanan, dan perlindungan. Sosok tersebut adalah sumber utama cinta, kepercayaan diri, dan informasi tentang dunia, serta Mums tidak punya tempat lain untuk berpaling. 

 

Sekarang ambil perasaan apa pun yang telah Mums kumpulkan dari gambaran di atas dan perbesar dengan faktor 1000. Nah, itulah yang terjadi di dalam diri anak ketika orang tua marah kepadanya. Sungguh menakutkan, ya.

 

Tentu saja, semua orang tua bisa kesal kepada anak-anaknya, bahkan terkadang marah. Namun, kita punya dua pilihan: Melampiaskan emosi itu kepada anak dan meninggalkan trauma kepadanya, atau memanggil kedewasaan kita sehingga mampu mengendalikan ekspresi kemarahan itu, dan meminimalkan dampak negatifnya.

 

Beberapa orang mungkin berpikir bahwa kemarahan itu tidak berbahaya selama tidak ada yang “terluka”. Namun kenyataannya, marah itu sendiri sudah cukup menakutkan. Dan anak-anak yang menderita kekerasan fisik, termasuk pemukulan, telah terbukti menunjukkan efek negatif jangka panjang yang menjangkau setiap sudut kehidupan dewasa mereka, dari IQ yang lebih rendah, hubungan orang tua-anak yang lebih buruk, hingga kemungkinan penyalahgunaan zat adiktif yang lebih tinggi.

 

Dan satu lagi, jika si Kecil tampak tidak takut dengan kemarahan orang tuanya, itu merupakan indikasi bahwa dia telah melihat terlalu banyak kemarahan dan telah mengembangkan pertahanan untuk melawan orang tuanya. Duh, ini tentu bukan hal yang sepele, karena berarti Mums dan Dads harus bekerja ekstra keras untuk memperbaiki kerusakan yang telah dibuat.

 

Baca juga: 3 Cara yang Salah untuk Mengajarkan Anak Berbagi

 

 

Lakukan Ini Sebelum Kelepasan Marah kepada Anak

Mengapa ya, begitu sulit untuk mengendalikan kemarahan kita dengan anak-anak? Ada banyak alasan, tetapi umumnya itu terutama karena kita membiarkan diri kita marah dan kehilangan kendali. Ketika kita bereaksi secara emosional terhadap anak-anak dan kehilangan kendali, kita membiarkan anak-anak menentukan bagaimana kita berperilaku, daripada sebaliknya.

 

Terlalu sering, orang tua bereaksi terhadap anak-anak tanpa berpikir. Orang tua percaya bahwa mereka perlu mendisiplinkan atau mengendalikan anak-anaknya daripada berpikir sejenak.

 

Hal terpenting yang harus diingat tentang kemarahan adalah: jangan bertindak saat sedang marah. Di saat merasa marah, Mums pasti akan merasakan kebutuhan mendesak untuk bertindak dan memberi pelajaran kepada si Kecil. Tapi ketahuilah, itu kemarahan yang sedang berbicara. Terlihat bahwa urusan yang membuat yang Mums marah itu darurat dan harus segera ditindak, padahal sebenarnya tidak. Mums dapat mengajar si Kecil nanti, dan itu akan menjadi pelajaran yang sebenarnya ingin Mums ajarkan dengan cara yang lebih baik. 

Jadi berkomitmenlah sekarang untuk tidak memukul, tidak menjatuhkan hukuman apa pun saat marah, juga tidak berteriak atau membentak anak di saat Mums marah.

 

Lalu, bagaimana ya, mengatur emosi agar jangan sampai kelepasan marah kepada anak? Sebagai orang dewasa, pikiran Mums sendirilah yang menjadi “penyelamatnya”. Dan berikut beberapa cara yang bisa Mums coba:

 

  • Menjauh

Hal pertama yang harus dilakukan adalah berkomitmen pada diri sendiri untuk tidak mengatakan apa-apa, serta tidak bereaksi sama sekali ketika perasaan marah terhadap anak muncul.

 

Beri waktu sejenak untuk melakukan apa pun yang Mums perlu lakukan agar bisa lebih tenang. Mums bisa keluar/masuk kamar, ke kamar mandi, pokoknya usahakan untuk meninggalkan situasi sementara. Ingat, tidak ada yang salah dengan memutuskan hubungan. Mums enggak selalu wajib kok, untuk bereaksi terhadap si Kecil.

 

  • Menyadari bahwa begitulah anak-anak

Mums marah ketika si Kecil tidak melakukan apa yang Mums inginkan, tidak mendengarkan Mums, atau tidak patuh. Padahal, kita mengharapkan hal sebaliknya. Kita ingin si Kecil menjadi anak penurut, melakukan apa yang disuruh, dan mendengarkan omongan orang tuanya.

 

Nah, bagaimana jika sekarang keadaan diubah? Mulai saat ini, terimalah bahwa si Kecil tidak akan menuruti semua perkataan Mums dan akan sering membantah omongan Mums. Dalam arti, si Kecil memang berada di fase akan selalu menguji batas kesabaran orang tuanya. 

 

Dengan pola pikir menerima seperti ini, Mums pun dapat menurunkan ekspektasi Mums, yang seringkali menjadi pencetus kemarahan.

 

  • Tanyakan kepada diri sendiri, “Kenapa harus marah?”

Cara konstruktif untuk menangani kemarahan adalah dengan membatasi ekspresi kita. Sehingga ketika kita tenang, mampu mengintrospeksi diri sendiri untuk mengetahui apa yang salah dalam hidup kita sehingga merasa marah, lalu mencari tahu apa yang perlu dilakukan untuk mengubah situasi tersebut.

Terkadang jawabannya jelas terkait dengan pola asuh, seperti ingin menegakkan aturan sebelum hal-hal menjadi tidak terkendali, atau ingin mengubah kebiasaan buruk si Kecil. Namun di sisi lain, perlu diakui bahwa alasan kemarahan itu bisa juga karena suami, seperti ia tidak membantu Mums mengerjakan tugas rumah tangga, atau membuat Mums kesal. 

 

Setelah menggali jawabannya, Mums pun akan paham bahwa sudah membawa kemarahan yang tadinya tidak Mums pahami, lalu menumpahkannya ke anak-anak kita. Sungguh enggak adil, kan?

 

Baca juga: Mums, Kenali Tanda-tanda Dehidrasi pada Balita dan Anak-anak

 

  • Tak perlu merisaukan masa depan

Harus diakui, alasan orang tua marah kepada anak karena khawatir tentang masa depannya. Khawatir jika si Kecil tidak bisa makan dengan rapi saat ini, maka seumur hidup ia tidak akan bisa makan dengan baik. Atau, jika si Kecil sering memukul adiknya, maka hal itu akan berlangsung terus- menerus hingga mereka dewasa.

 

Semakin kita memikirkan masa depan mereka, semakin tinggi kecemasan kita. Di dalam kepala, Mums mulai khawatir bahwa tidak melakukan pekerjaan dengan baik sebagai orang tua. Mums khawatir bahwa tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membuat anak-anak berada di bawah kendali orang tuanya.

 

Ilmu psikologi menyebut ini sebagai kesalahan berpikir. Kesalahan berpikir adalah pikiran di kepala kita yang tidak sesuai dengan kenyataan. Pikiran itu biasanya negatif dan merugikan diri sendiri. Salah satu kesalahan berpikir itu adalah kecenderungan alami kita untuk mengasumsikan kemungkinan hasil terburuk terhadap situasi tertentu. Pada kenyataannya, hal-hal jarang berubah seburuk yang kita bayangkan. Atau dengan kata lain, pikiran kita sendiri yang menakut-nakuti kita.

 

Karena itu, tetaplah berada di “kotak” Mums dan fokus pada apa yang dapat Mums lakukan saat ini. Orang tua memang memiliki tanggung jawab. Orang tua harus mengajarkan disiplin, menetapkan aturan, dan mengajarkan konsekuensi jika anak-anak melanggar. Namun hanya sebatas itu. Selebihnya tergantung anak. Masa depan si Kecil tidak menjadi tanggung jawab Mums sepenuhnya. Mums tidak memiliki kendali atas itu tidak peduli seberapa keras Mums berusaha. Mums sudah melakukan yang terbaik untuk si Kecil, asalkan tidak dilakukan dengan aksi marah.

 

Kesimpulannya, cara terbaik untuk mencegah Mums kehilangan kendali adalah dengan memahami apa yang membuat Mums marah dan mengenali kapan Mums mulai kehilangan kendali. Ini adalah keterampilan penting yang harus dimiliki orang tua, dan untungnya bisa Mums pelajari. Perlahan, Mums pasti bisa menguasainya. Semangat! (IS)

 

Baca juga: Bolehkah Balita Minum Kopi? Ini Jawabannya

 

Referensi:

Psychology Today. How to Handle Your Anger at Your Child

Empowering Parents. How to Get Control