HIV/AIDS dan Stigma Negatif Bukan Akhir Kehidupan Yurike

Memang bukan perjalanan yang mudah bagi Yoke untuk akhirnya bisa menerima dirinya mengidap HIV. Stigma negatif sering diterimanya kala itu. Bahkan, penilaian yang buruk terkadang datang dari lingkaran terdekat dirinya, yaitu keluarga.

 

"Penolakan yang paling membuat saya drop ketika itu adalah saat ditolak oleh keluarga besar saya sendiri. Saat telepon mengabari bahwa diri saya mengidap HIV, saya sangat berharap mereka akan merangkul saya. Tapi kenyataannya justru saya dijauhi, saya tidak boleh pulang ke Surabaya. Kalau ada saudara yang ke Bali, mereka enggak boleh ketemu saya," kata Yoke.

 

Proses penolakan dari keluarga Yoke ternyata tidaklah sebentar. Namun, Yoke berusaha menerima hal tersebut. Bagi Yoke, dirinya tidak bisa memaksakan orang untuk menerima dirinya dan juga anak-anaknya. Yang terpenting, dirinya bisa menunjukkan kepada keluarga maupun orang-orang di sekitar, orang dengan kondisi HIV/IDS masih bisa hidup sehat dan bermanfaat. Hal ini pula yang ditanamkan Yoke pada Nyoman, putrinya yang juga mengidap HIV.

 

"Akhirnya, saya baru bisa pulang dan diterima keluarga sekitar tahun 2015, setelah saya mulai bercerita tentang status saya di Program Mata Najwa dan Film Nada untuk Asa."

 

Hingga saat ini, Yoke sudah mampu membuktikan bahwa dirinya tidak kalah dengan kondisi HIV. Bahkan, dirinya mampu memberi manfaat bagi orang lain.

 

"Tahun 2011, saya sempat terpilih sebagai koordinator IPPI (Ikatan Perempuan Positif Indonesia) Provinsi Bali. Kalau sekarang masih di IPPI, tapi bukan coordinator. Cuma masih tetap berusaha mengedukasi. Saya juga selama 3 tahun ini aktif di LBH APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan) untuk menangani kasus kekerasan perempuan dan anak dengan HIV," tutup Yoke.

 

Baca juga: Prosedur Tes HIV: Persiapan, Jenis, dan Risikonya

 

Putri Ketiga Yoke Terinfeksi Sejak Lahir, Apakah Sebenarnya HIV Dapat Dicegah Selama Kehamilan?

Meski sudah bisa menerima dirinya, saat Yoke mengetahui Nyoman juga mengidap HIV, perasaannya begitu remuk. Begitu menyakitkan melihat putrinya tersebut terinfeksi HIV sejak lahir. Hal ini tentu bukan yang diinginkan Yoke.

 

"Saya sebenarnya pas hamil itu sudah ada gejala HIV yang timbul, ada herpes di bagian mata. Dikumpulkanlah itu dokter kandungan, dokter spesialis mata, dan dokter kulit. Tapi, pas itu saya masih belum peka karena memang enggak sampai menduga terinfeksi HIV," ungkap Yoke.

 

Ketidaktahuan Yoke akan kondisinya yang mengidap HIV saat itu membuat Nyoman pada akhirnya juga terinfeksi. Meski begitu, tidak semua kasus ibu hamil dengan kondisi HIV positif sebenarnya akan melahirkan anak dengan kondisi HIV positif pula.

 

"Ibu positif HIV pasti bisa melahirkan anak yang negatif HIV statusnya, asalkan dia sudah minum obat ARV-nya secara teratur. Obat ARV ini akan menekan jumlah virus sampai rendah sekali. Kalau virus sudah sangat rendah, maka kalau dia hamil anaknya bisa negatif HIV," jelas dr. Ivanna Theresa Setijanto, Sp.OG.

 

Namun, apabila ibu sudah terlanjur hamil tapi belum mengetahui status kesehatannya, maka biasanya akan dilakukan pemeriksaan atau tes. Tes HIV umumnya akan dibarengi dengan tes kesehatan infeksi lain, seperti hepatitis dan sifilis. Melalui tes ini, apabila ditemukan ibu mengidap HIV, dokter dapat segera mengambil tindakan atas terapi pengobatannya.

 

Tujuan penggunaan obat ARV selama kehamilan ini juga berlaku untuk proses melahirkan. Meski penularan virus HIV dapat terjadi melalui cairan vagina, hal ini tak berarti ibu dengan HIV positif tidak bisa melahirkan dengan cara normal.

 

"Ibu dengan kondisi positif HIV masih bisa melahirkan secara normal dengan syarat proses persalinannya berjalan normal tanpa komplikasi, misalnya ketuban tidak pecah sebelum waktunya atau lebih dari 4 jam. Ketuban yang pecah dari 4 jam ini bisa meningkatkan risiko transmisi virusnya karena ada kontak dengan darah sang Ibu, dengan jalan lahir, dan cairan vagina ibu," kata dr. Ivanna.

 

Selain itu, guna memastikan bayi tidak terinfeksi, dokter juga biasanya akan memberikan obat ARV berupa puyer. Pemberian obat ini berlaku pada semua proses melahirkan, normal ataupun caesar.

 

Baca juga: ABCDE, Rumus Jitu untuk Mencegah Penularan HIV