Usia balita adalah masa anak bebas bereksplorasi, terutama dari segi kreativitas. Makanya, jangan heran kalau Mums tak sengaja sering memergoki si kecil bicara sendiri. Bukan, bukan mengobrol sendiri. Lebih tepatnya, bercakap-cakap dengan teman khayalannya yang tidak kelihatan oleh siapa pun.

 

Jangan takut saat anak menghadapi fase ini ya, Mums. Karena anak yang suka berbicara sendiri biasanya bukan suatu kelainan atau gangguan tumbuh kembang.

 
Baca juga: Si Kecil tak Bisa Diam Apa Selalu Tanda Anak Hiperaktif?

 

Jika Anak Suka Berbicara Sendiri

Menurut beberapa studi, anak-anak usia sekitar tiga hingga delapan tahun punya teman khayalan. Yang disebut teman khayalan mereka bisa berupa objek yang terlihat, seperti: boneka kesayangan, robot, hingga yang tidak terlihat. Ada anak yang hanya punya satu teman khayalan, ada juga yang punya lebih dari satu.

 

Menurut Tracy Gleeson, psikolog sekaligus profesor Ilmu Psikologi dari Wellesley College, relasi antara anak-anak dengan teman-teman mereka (baik yang sungguhan maupun khayalan) erat kaitannya dengan cara pandang mereka terhadap relasi antar manusia yang mereka alami.

 

Teman khayalan si kecil merupakan representasi pemikiran anak mengenai relasi dengan orang lain sekitar mereka. Apalagi, anak-anak yang masih berusia balita dan baru masuk sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) baru pertama kali belajar berteman dan menjadi teman bagi anak-anak lain.

 

Makanya, anak-anak usia balita membutuhkan waktu lama untuk membedakan antara relasi mereka dengan kakak-adik sendiri di rumah dengan teman-teman di sekolah. Mereka juga sedang belajar membedakannya dengan relasi mereka sama Mums dan Dads, serta orang-orang dewasa lain di lingkungan mereka (kakek-nenek, om-tante, dan lain-lain).

 

Baca juga: Agar Si Kecil Tetap Aktif, Coba 5 Ide Aktivitas untuk Anak di Rumah Ini!
 

Ini Dia Beberapa Fakta Teman Khayalan Si Kecil

Teman khayalan bisa dibagi dalam dua jenis, yaitu:

 

1. Teman khayalan yang ‘tidak tampak’

Teman khayalan ini bisa macam-macam sesuai imajinasi si kecil. Ada yang berupa hantu, monster, binatang, manusia, mahluk gaib, hingga yang (kata anak) berwujud seperti bayangan. Jenis teman khayalan ini tidak punya bentuk fisik tetap, sehingga bisa berubah menjadi apa saja – sesuai khayalan si kecil.

 

Uniknya, untuk teman khayalan yang ‘tidak tampak’, relasi si kecil dengan teman ciptaannya ini cenderung setara. Bisa jadi, inilah cerminan jenis persahabatan yang diinginkan anak dengan teman-teman sebenarnya di dunia nyata. Namun, bukan berarti semua anak dengan jenis teman khayalan seperti ini juga beranggapan demikian.

 

2. Teman khayalan yang berasal dari objek tertentu

Teman khayalan ini bisa berasal dari objek apa pun. Misalnya: mainan kesayangan anak, seperti boneka, robot, dan bantal berbentuk binatang. Bahkan, ada juga yang menjadikan mainan-mainan lainnya sebagai teman khayalan. Jenis teman khayalan ini terpaku pada objek pilihan anak.

 

Berbeda dengan yang tidak tampak, anak cenderung membuat relasinya dengan teman khayalan tipe ini lebih hierarkis. Dalam hal ini, anak-lah yang memegang peran dominan atas teman khayalannya ini.

 

Lucunya, saat membahas teman khayalan yang menjadi penyebab anak suka berbicara sendiri, banyak orang tua yang langsung mengaitkannya dengan kebiasaan anak lainnya, yaitu: impersonifikasi karakter nyata.

 

Bukan, maksudnya bukan anak bermain peran seperti:
“Hari ini aku mau jadi Mama.” Misalnya: anak percaya bahwa dirinya adalah pahlawan super. Sampai-sampai anak senang berdandan sesuai tokoh yang ditirunya dan hanya mau menoleh bila dipanggil dengan nama sang tokoh. Fase ini bahkan bisa berlangsung selama berbulan-bulan sebelum akhirnya anak bosan.

 

Baca juga: Awas, Memuji Anak Berlebihan Akan Jadi Bumerang Lho, Mums!

 

Penyebab Si Kecil Punya Teman Khayalan dan Tanda-tandanya

Ada anak yang langsung bercerita pada orang tua mereka mengenai si teman khayalan. Bagaimana dengan anak Mums dan Dads? Mungkin ada juga anak yang terlihat sedang bercakap-cakap dengan boneka atau mainan kesayangan mereka.

 

Nama yang diberikan anak kepada si teman khayalan juga bisa macam-macam. Bila namanya sangat biasa, Mums dan Dads bisa mengiranya salah satu teman sungguhan si kecil di sekolah. Misalnya: anak sering bercerita tentang “Prita”. Begitu dicek di sekolah, ternyata tidak ada seorang anak pun yang bernama Prita. Ternyata, itu nama teman khayalan si kecil.

 

Sebenarnya tidak ada sebab yang pasti. Berlawanan dengan anggapan banyak orang, anak yang punya teman khayalan justru senang bersosialisasi dan bukan tipe pemalu. Anak juga belajar mengembangkan sisi kiri otak mereka (bagian kreativitas). Anak seperti ini juga berbakat menulis cerita (terutama fantasi).

 

Intinya, menciptakan teman khayalan itu kegiatan yang menyenangkan bagi anak. Mereka juga tidak mudah kesepian dan justru sangat mandiri. Bila di rumah sedang tidak ada yang bisa diajak bermain bersama, mereka masih bisa bermain sendiri atau dengan teman-teman khayalan mereka.

 

Bagaimana Mums dan Dads Dapat Menyikapi Hal Ini?

Semua tergantung kultur yang berlaku di dalam keluarga. Ada yang menganggapnya fase biasa dan bahkan sering bertanya pada si kecil mengenai teman khayalan mereka. Bisa jadi, anak malah jadi lebih terbuka dan senang bercerita berkat teman khayalan mereka.

 

Bagaimana bila anak melakukan kesalahan, namun malah menimpakannya pada si teman khayalan? Misalnya: anak menumpahkan minuman di atas taplak meja makan. Mums dan Dads tetap harus bersikap tegas dengan mengatakan: “Ya, kamu tetap harus membersihkannya, karena teman khayalan ‘kan, nggak bisa pegang gelas.”

 

Tenang, banyak anak-anak yang punya teman khayalan sebenarnya sadar kok, kalau itu hanya teman khayalan. Bahkan, banyak juga anak-anak yang berusia di atas lima tahun dan masih punya teman khayalan juga mengetahuinya. Mereka hanya tidak membahasnya seterbuka anak-anak balita.

 

Namun, bila anak masih juga merasa tidak tahu bedanya antara teman khayalan dengan sungguhan, barulah Mums boleh cemas. Saatnya meminta bantuan terapis untuk mengatasi masalah ini. Tenang, anak yang suka berbicara sendiri dan punya teman khayalan belum tentu selalu punya gangguan psikologis.

 

Setidaknya, tidak seseram yang sering digambarkan dengan keliru dalam film-film bergenre thriller.

 

Baca juga: Apa Saja yang Bisa Dilakukan Anak Usia 3 Tahun?

 

 

Sumber:

Sciencefriday.com. Child imaginary friend

Psychologytocay.com. Imaginary friend

Goodhousekeeping.com. Why children have inaginary friends.