Seorang pasien memasuki instalasi gawat darurat di suatu rumah sakit dengan muka panik. Sambil menangis, ia mengatakan bahwa ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya, khususnya bagiannya jari-jari tangan, membentuk jari-jari menguncup. Ia mengatakan hal ini terjadi sejal 15 menit yang lalu, dan ia semakin panik karena kedua tangannya yang menguncup itu semakin tidak bisa digerakkan.

 

Hal ini baru pertama kali ia alami, sehingga ia tidak tahu apa yang menyebabkannya. Pikirannya sudah jauh ke mana-mana, berpikir apakah ia lumpuh, apakah ia kejang, dan sebagainya. Pada saat itu saya hanya membantu menenangkannya, meminta pasien tersebut untuk mengatur pola napasnya. Beberapa menit kemudian, pasien menjadi lebih tenang dan rasa kaku pada kedua tangannya pun mulai berangsur-angsur menghilang.

 

Baca juga: Ingin Otot Kuat dan Sehat? Ikuti Latihan TRX!

 

Timbul Saat Panik? 

Sebagai dokter yang sedang berdinas pada saat itu, saya merasa bahwa keadaan ini familiar dengan apa yang saya alami. Saya juga pernah mengalami hal tersebut, jari-jari menguncup, kaku tidak bisa digerakkan selama beberapa menit dan menyebabkan panik. Rasa panik ini akan menyebabkan kekakuan yang semakin parah.

 

Saya mengalami hal tersebut sekitar 4 kali, dan tidak ada penyebab jelas yang memicu hal tersebut. Yang saya tahu, hal ini memang terjadi ketika ada rasa panik tentang sesuatu yang tiba-tiba, dan dimulai dengan rasa kesemutan yang cukup intens pada kedua tangan saya.

 

Pada kejadian kedua kalinya dan setelahnya, saya menjadi sangat familiar dengan rasa kesemutan tersebut. Namun, saya masih panik dan belum bisa mengatasinya sendiri. Pada beberapa kali kejadian tersebut saya juga selalu datang ke IGD dengan panik, dan saya diberikan infus dan dilakukan pemeriksaan gula darah dan elektrolit darah.

 

Pada kejadian kedua dan setelahnya, dokter di IGD menyarankan saya untuk tenang, karena hal ini akan diperparah ketika saya semakin panik. Namun saya masih juga tidak bisa mengatasi hal ini sendiri.

 

Dokter mengatakan hal ini disebabkan oleh adanya rasa cemas dan stres yang tidak disadari. Pada beberapa keadaan itu, saya tidak merasakan bahwa saya memiliki stres yang menganggu, namun seringkali katanya saya memang tidak menyadarinya. Setelah itu, ia menyarankan saya untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan dokter spesialis saraf.

 

Setalah saya berkonsultasi dengan dokter spesialis saraf, saya pun dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan electromyography (EMG). EMG merupakan suatu alat medis yang digunakan untuk elektrodignostik, di mana penggunaan alat ini dapat merekam dan menilai aktivitas listrik yang dihasilkan oleh kerja otot tubuh kita. Setelah dievaluasi oleh pemeriksaan ini, saya didiagnosis dengan suatu keadaan yang disebut dengan spasmofilia, dengan grade 2.

 

Baca juga: Serangan Panik dan Kecemasan, Apa Bedanya?

 

Apa itu Spasmofilia? 

Spasmofilia dalah suatu keadaan saraf motorik yang menunjukkan sensitivitas yang abnormal terhadap rangsangan elektrik ataupun mekanik. Spasmofilia seringnya ditandai dengan kekakuan otot, kram, atau kedutan di bagian tubuh tertentu yang diikuti/didahului dengan serangan kecemasan atau serangan panik.

 

Spasmofilia sering dihubungkan dengan adanya kekurangan kadar kalsium di dalam darah, di mana kekurangan kalsium di dalam darah ini bisa disebabkan oleh kurangnya asupan makanan yang mengandung kalsium, diare dan muntah, infeksi berat, dan penyakit ginja.

 

Spasmofilia ini terbagi lagi menjadi beberapa grade, dengan beberapa klasifikasi. Penegakkan diagnosis ini dibantu dengan pemeriksaan EMG yang saya lakukan dengan dokter spesialis saraf tersebut.

 

Spasmofilia bisa datang kapan saja, dan didominasi pada usia muda produktif. Hal ini erat hubungannya dengan adanya stressor atau penyebab stres pada pekerjaan dan lingkungan. Jika teman-teman ada yang mengalami hal ini, tetap tenang dan segera ke dokter untuk diatasi!

 

Baca juga: Kejang Pada Anak: Bagaimana Mengatasinya?