Kulit yang terasa seperti melepuh, merah, dan perih saat disentuh mungkin dianggap sebagai tanda dari kulit terbakar matahari. Namun, tahukah Kamu kalau bagi sebagian orang gejala tersebut dapat muncul sebagai reaksi dari alergi terhadap sinar matahari? Apakah alergi ini benar-benar ada? Daripada penasaran, simak selengkapnya saja yuk, Gengs!

 

Dikutip dari WebMD, alergi matahari merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan fotosensitivitas, yaitu kondisi ruam kemerahan pada kulit, sebagai reaksi berlebihan setelah terpapar atau terkena sinar matahari. Disebutkan dalam drugs.com, belum diketahui jelas alasan tubuh dapat mengembangkan reaksi ini, Gengs. Namun, alergi umumnya terjadi akibat sistem kekebalan tubuh menganggap paparan sinar matahari sebagai benda asing yang berbahaya.

 

Tanda-tanda alergi sinar matahari dapat bervariasi, tetapi pada umumnya akan timbul:

  • Kulit kemerahan.
  • Kulit terasa gatal atau sakit.
  • Kulit melepuh, terkadang mengeras, hingga berdarah.
  • Bintil-bintil kecil pada kulit.
 
Baca juga: Tips Berjemur di Bawah Sinar Matahari yang Aman
 

Tanda di atas biasanya hanya mengenai bagian kulit yang terpapar sinar matahari. Ini akan berkembang dalam hitungan menit hingga beberapa jam setelah terpapar sinar matahari. Namun, Kamu perlu waspada kalau reaksi alergi disertai batuk-batuk, demam tinggi, pembengkakan pada wajah, detak jantung yang tidak teratur, pusing, mual, dan muntah. Tanda itu termasuk reaksi anafilaktik berbahaya, yang dapat menyebabkan gagal napas, kejang, koma, hingga kematian.



Jenis-jenis Alergi Matahari

Jenis alergi yang berbeda akan menghasilkan gejala yang berbeda pula lho, Gengs. Berikut ini jenis-jenis dari alergi matahari yang perlu diketahui:

  • Polymorphous Light Eruption (PMLE). Polymorphous light eruption (PMLE) merupakan jenis alergi matahari yang paling umum. PMLE juga dikenal sebagai keracunan matahari. Wanita lebih sering mengalami PMLE daripada pria. Di daerah beriklim sedang, PMLE biasanya umum terjadi pada musim semi dan musim panas.
  • Actinic Prurigo (PMLE Turunan). Jenis PMLE ini diturunkan pada orang-orang yang memiliki latar belakang India Amerika, termasuk India Amerika di utara, selatan, ataupun Amerika tengah. Gejalanya biasanya lebih hebat ketimbang PMLE biasa dan sering kali dimulai lebih awal, semenjak masa kanak-kanak atau remaja. Beberapa generasi dari keluarga dapat berisiko terhadap PMLE turunan ini, Gengs.
  • Photoallergic Eruption. Jenis alergi ini dipicu oleh sinar matahari terhadap bahan kimia yag dioleskan pada kulit, misalnya tabir surya, parfum, kosmetik, salep antibiotik, dan obat tertentu. Obat yang diresepkan dapat menyebabkan jenis alergi ini salah satunya antibiotik, seperti tetrasiklin, sulfonamid, atau fenotiazin, yang digunakan untuk mengobati penyakit jiwa. Selain itu, obat diuretik untuk tekanan darah tinggi dan gagal jantung serta pil KB juga bisa mengakibatkan alergi ini. Food and Drug Administration (FDA) juga telah menghubungkan beberapa kasus reaksi fotosensitivitas terhadap obat pereda nyeri, seperti ibuprofen ataupun naproxen sodium.
  • Solar Urticaria. Jenis alergi matahari ini mengakibatkan benjolan merah yang cukup besar dan terasa gatal pada kulit yang terpapar sinar matahari. Solar urticaria termasuk kondisi langka dan paling sering menyerang wanita muda.

 

 

Faktor Risiko Alergi Sinar Matahari

Dikutip dari MayoClinic, beberapa faktor yang meningkatkan risiko seseorang mengalami reaksi alergi terhadap sinar matahari di antaranya:

  • Ras. Siapapun dapat terkena alergi matahari, tetapi biasanya paling sering terjadi pada orang ras kaukasia, seperti orang-orang kulit putih di Amerika, Eropa, Pakistan, dan lainnya.
  • Terpapar Zat Tertentu. Beberapa gejala alergi dipicu saat kulit Kamu terkena zat tertentu dan kemudian terpapar sinar matahari, seperti parfum, disinfektan, dan beberapa bahan kimia yang terkandung dalam tabir surya.
  • Konsumsi Obat Tertentu. Beberapa obat dapat membuat kulit terbakar lebih cepat, termasuk antibiotik tetrasiklin, obat berbahan sulfa, dan penghilang rasa sakit seperti ketoprofen.
  • Memiliki Kondisi Kulit Tertentu. Memiliki penyakit kulit tertentu dapat meningkatkan risiko alergi, misalnya dermatitis.
  • Faktor Keturunan. Memiliki keluarga yang alergi terhadap sinar matahari dapat meningkatkan risiko Kamu untuk terkena alergi ini.
 
Baca juga: 7 Hal yang Memperparah Gejala Alergi

 

Setelah mengetahui faktor risiko, dalam beberapa kasus dokter dapat mendiagnosis alergi matahari dengan melihat gejala yang muncul pada kulit Kamu. Ada pula beberapa tes yang biasanya dilakukan untuk memastikannya, seperti uji cahaya ultraviolet, tes darah dan sampel kulit, serta tes dengan menggunakan photopatch. Sebagian besar kasus alergi sinar matahari dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, segeralah ke dokter saat mengalami gejala yang mengkhawatirkan untuk mendapatkan penanganan.


Cara Mencegah Alergi Sinar Matahari

Berikut ini beberapa cara yang bisa Kamu lakukan untuk mencegah terkena alergi sinar matahari:

  • Menggunakan tabir surya minimal SPF 30, yang mengandung perlindungan terhadap sinar UVA dan UVB.
  • Hentikan penggunaan obat yang membuat Kamu sensitif terhadap sinar matahari. Konsultasikan dengan dokter, obat mana yang dapat membuat kulit lebih peka terhadap sinar matahari.
  • Jangan lupa mengoleskan pelembap pada kulit.
  • Hindari paparan sinar matahari yang terlalu berlebihan, terutama saat matahari berada pada puncaknya.
  • Gunakan celana panjang, baju lengan panjang, lengkap dengan topi saat ingin keluar rumah.
  • Gunakan pula kacamata hitam dengan perlindungan sinar UV.
 
Baca juga: Kenali 3 Tipe Alergi Ini!

 

Ternyata alergi sinar matahari itu ada lho, Gengs! Untuk menghindari risiko terkena alergi ini, jangan lupa melakukan cara-cara yang telah disebutkan sebelumnya, ya! (TI/AS)