Vaksin adalah salah satu cara langkah pencegahan anak terhindar dari beberapa jenis penyakit. Setiap jenis vaksinasi diberikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan berdasarkan kebutuhannya.

 

Meski begitu, ada beberapa kondisi yang membuat si Kecil tidak memungkinkan untuk divaksinasi sesuai jadwalnya. Nah, berikut ini beberapa alasan anak tidak bisa divaksinasi sesuai jadwal.

 

Baca juga: Ketahui Jadwal Vaksinasi dan Imunisasi Anak
 

Alasan Anak Tidak Bisa Divaksinasi Sesuai Jadwal

Pada dasarnya, pemberian vaksinasi harus dilakukan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Hal ini untuk meghindarkan risiko kemungkinan anak terserang infeksi. Namun, ada beberapa kondisi yang membuat anak tidak bisa divaksinasi sesuai dengan jadwalnya.

 

Penting untuk mengetahui beberapa faktor alasan ini agar Mums bisa mengomunikasikannya dengan dokter atau bidan. Nah, berikut ini beberapa alasan anak tidak bisa divaksinasi sesuai jadwal.

 

1. Reaksi parah terhadap vaksin sebelumnya

Menurut Robert W. Frenck, Jr, MD., Profesor Pediatri di Cincinnati Children's Hospital Medical Center, Ohio, salah satu alasan utama Mums perlu menunda vaksinasi si Kecil adalah reaksi alergi parah terhadap vaksin sebelumnya atau sebagian dari vaksin.

 

Reaksi alergi memang sebenarnya hampir tidak pernah terjadi. Namun jika anak mengalaminya, kondisi ini bisa menyebabkan ia mengalami gatal-gatal, kesulitan bernapas, atau penurunan tekanan darah. Dalam kasus reaksi alergi serius, beberapa gejala yang bisa muncul seperti demam tinggi, sakit kepala, dan pusing.

 

Normalnya setelah vaksinasi, anak akan mengalami efek samping ringan, seperti kemerahan di lokasi suntikan atau demam ringan. Namun, jika anak mengalami reaksi yang serius, segera hubungi dokter untuk memperoleh penanganan lebih lanjut.

 

2. Alergi telur

Vaksin yang digunakan untuk melawan flu dan virus campak dibuat dari telur ayam. Namun, kadarnya masih terbilang aman untuk anak yang memiliki alergi telur. "Salah satu cara memberikan vaksinasi flu ini kepada anak-anak yang alergi telur adalah dengan memberikan vaksin secara perlahan-lahan," ujar Andrew Hertz, MD,, seorang dokter anak di Rumah Sakit Universitas Rainbow Babies & Children's Hospital, Cleveland. Penelitian telah mencatat bahwa orang-orang dengan alergi telur tidak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin kemungkinan karena jumlah protein di dalamnya sangatlah kecil.

 

3. Demam tinggi

Jika si Kecil mengalami demam hingga 38°C atau bahkan lebih tinggi, bicarakan dengan dokter mengenai pemberian vaksinasi. Hal ini bukan karena suntikan dapat meninggalkan rasa sakit, melainkan demam yang dialami anak bisa membuat dokter atau orang tua sulit mengidentifikasi jika ia mengalami reaksi negatif terhadap vaksin.

 

"Mums tidak dapat memastikan apakah demam itu merupakan efek samping dari vaksin, padahal ini berpengaruh untuk vaksinasi tahap selanjutnya" kata dr. Hertz. Selanjutnya, apabila memang si Kecil harus menunda pemberian vaksinnya karena demam, segeralah untuk menjadwalkan ulang vaksinasi tersebut.

 

4. Asma atau memiliki permasalahan dengan pernapasan

Anak-anak dengan asma atau permasalahan pada paru-paru dan pernapasan tidak boleh sekalipun melewatkan vaksinasi influenza karena flu dapat menjadi masalah yang sangat besar untuk mereka. Namun, pastikan agar anak tidak memperoleh vaksin nasal atau melalui hidung. Menurut dokter Hertz, hal ini bisa memicu kambuhnya asma pada anak.

 

Baca juga: Cegah Influenza dengan Pemberian Vaksinasi pada Anak
 

5. Menggunakan kortikosteroid berdosis tinggi

Jika si Kecil menggunakan kortikosteroid dosis tinggi (yang dapat menurunkan reaksi kekebalan terlalu aktif), maka Mums harus menghindari pemberian vaksin dengan virus hidup, seperti vaksin influenza, rotavirus, MMR (campak, gondong, rubella), varisela (cacar air), dan zoster (herpes zoster), hingga beberapa minggu setelah pemberian obat.

 

Steroid dosis tinggi biasanya dikonsumsi secara oral untuk mengobati asma atau kondisi lain. Obat-obatan ini dapat mengurangi aktivitas sel-sel kekebalan yang melawan infeksi virus. Namun, penggunaan steroid dosis rendah dengan cara dihirup masih terbilang aman untuk divaksin.

 

6. Immunodefisiensi atau dalam pengobatan kemoterapi

Anak-anak dengan sistem kekebalan tubuh rendah karena kemoterapi atau mereka yang mendapat perawatan imunosupresif untuk penyakit autoimun, seperti penyakit radang usus atau rematik artritis remaja, juga sebaiknya menghindari penggunaan vaksin virus hidup.

 

Meski begitu, vaksin virus mati terbilang aman dan diperlukan untuk melindungi anak-anak dengan kondisi ini. Efek suntikannya mungkin tidak akan seefektif seperti pada anak-anak dengan sistem kekebalan yang kuat.

 

7. Positif HIV

Secara umum, anak-anak dengan HIV harus mendapatkan vaksinasi selama sistem kekebalan mereka tidak terganggu, kata Ciro Sumaya, MD., seorang profesor kebijakan dan manajemen kesehatan di Sekolah Pusat Kesehatan Masyarakat Texas A&M Kesehatan Masyarakat Pedesaan, College Station. Selama seorang anak dengan HIV memiliki jumlah sel-T dalam kisaran yang cukup, ia diperbolehkan menerima vaksin virus hidup, termasuk MMR, varicella, dan rotavirus.

 

8. Ada anggota keluarga di rumah yang sedang sakit

Vaksin hidup tertentu tidak boleh diberikan kepada anak-anak yang tinggal dengan orang-orang yang memiliki sistem kekebalan lemah, baik karena sedang menjalani kemoterapi, memiliki HIV/AIDS, atau menggunakan obat-obatan penekan kekebalan, kata Dr. Hertz.

 

Nah, itulah beberapa alasan mengapa anak sebaiknya menunda pemberian vaksin. Meski begitu, tetap konsultasikan keadaannya kepada dokter dan jangan lupa untuk segera melakukan pemberian vaksin yang terlewat. (AS)

 

Baca juga: Bahaya Tidak Melakukan Vaksinasi

 

 

Sumber

Health. "8 Reasons to Delay Vaccines for Kids".