Tanggal 1 Desember lalu diperingati sebagai World AIDS Day. AIDS atau Acquired Immunodefficiency Syndrome adalah suatu sindrom penurunan imunitas tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefficiency Virus). Jadi, HIV adalah virus penyebabnya dan AIDS adalah suatu keadaan ketika infeksi virus HIV yang terjadi sudah sangat berat.

 

AIDS ditandai dengan menurunnya jumlah sel CD4, yang berperan dalam imunitas tubuh hingga di bawah 200 sel/mm3. Padahal jumlah normal sel CD4 dalam tubuh manusia adalah 500-1500 sel/mm3. Karena disebabkan oleh virus, maka sudah jelas terapi yang dilakukan untuk pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah untuk menekan jumlah virus HIV.

 

Pengobatan HIV biasa disebut dengan antiretroviral atau ARV. Nah, menyambut Hari AIDS Sedunia tahun ini, yuk kita lihat mengenai 7 fakta dari obat-obatan antiretroviral (ARV) yang digunakan untuk terapi HIV/AIDS ini!

 

1. ARV mengontrol pertumbuhan virus, bukan menyembuhkan penyakit

Obat-obat antiretroviral yang diberikan kepada pasien HIV/AIDS tidaklah bersifat menyembuhkan penyakit. ARV berperan untuk mengontrol perkembangan virus HIV agar berada di bawah level yang dapat dideteksi oleh pemeriksaan laboratorium. Dalam kondisi terkontrol seperti ini, sistem imun tetap dapat berperang melawan infeksi. Jika ARV tidak dikonsumsi, maka jumlah virus HIV dapat meningkat dan menurunkan jumlah sel CD4 yang berperan dalam imunitas. Pada kondisi ini, infeksi sekunder sangat rentan terjadi.

 

Baca juga: Tempat Ini Menyediakan Layanan Tes HIV yang Nyaman

 

2. Semakin cepat terapi ARV dimulai, angka keberhasilan terapi semakin besar

Saat HIV/AIDS pertama kali dikenal di dunia kesehatan pada sekitar tahun 1980-an, terapi ARV hanya akan diberikan kepada pasien yang sudah mengalami tanda-tanda penurunan sistem imun yang cukup berat. Hal ini karena terapi ARV yang tersedia saat itu memiliki efek samping yang cukup berat.

 

Namun semua itu berubah, terutama sejak tahun 2015, kala diterbitkan suatu hasil penelitian berjudul Strategic Timing of Antiretroviral Therapy (START). Penelitian yang dilakukan kepada 4.685 pasien dengan HIV di 35 negara ini, menunjukkan jika ARV diberikan sesegera mungkin setelah seseorang terdiagnosis infeksi HIV, maka ada penurunan risiko terjadinya penyakit berat atau kematian yang berhubungan dengan HIV/AIDS hingga sebesar 53%!

 

 

3. ARV diberikan dalam bentuk kombinasi

Seperti sudah disebutkan, ARV bekerja mengontrol pertumbuhan virus HIV di dalam tubuh. Secara garis besar, obat-obatan ARV bekerja menginterupsi siklus hidup virus HIV di dalam tubuh sehingga tidak dapat berkembang. Ada 6 kelas obat-obatan dalam pengobatan HIV berdasarkan cara kerja masing-masing dalam siklus hidup virus HIV, yaitu nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTI) contohnya abacavir, lamivudine, dan tenofovir; non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTI) misalnya efavirenz; protease inhibitors (PI) seperti ritonavir; fusion inhibitors; CCR5 antagonists; dan integrase strand transfer inhibitors (INSTI).

 

ARV biasanya tidak diberikan tunggal, tetapi dalam bentuk kombinasi antara beberapa jenis obat. Untuk pasien dewasa yang baru terdiagnosis, biasanya obat yang diberikan adalah kombinasi 3 obat dari 2 kelas obat yang tadi disebutkan, yakni tenofovir (TDF) plus lamivudine (3TC) plus efavirenz (EFZ).

 

Baca juga: Hubungan Seksual Aman bagi Pengidap HIV/AIDS

 

4. Kombinasi ARV berbeda-beda untuk setiap pasien

Kombinasi ARV yang diterima oleh seorang pasien dapat berbeda dengan pasien lainnya, tergantung dari kondisi ginjal, hadirnya penyakit penyerta seperti hipertensi, dan jika ada efek samping obat yang tidak dapat ditoleransi.

 

5. Ketidakpatuhan minum obat dapat mengurangi keberhasilan terapi

Salah satu hal yang paling utama dalam keberhasilan terapi ARV dalam mengontrol virus HIV adalah kepatuhan minum obat. Jika pasien tidak patuh minum obat, maka dapat terjadi fluktuasi perkembangan virus HIV. Jika obat diminum dengan patuh, maka jumlah virus HIV dalam tubuh tetap terkontrol dan tidak menyebabkan gejala defisiensi sistem imun.

 

6. Dapat terjadi resistensi virus jika ARV dikonsumsi dengan tidak semestinya

Selain karena dapat meningkatkan jumlah virus, penggunaan ARV dengan tingkat kepatuhan rendah juga dapat menyebabkan virus menjadi resisten terhadap obat ARV tersebut. Jika virus sudah resisten, maka pasien tersebut harus menggunakan kombinasi obat yang lain. Pada suatu titik, dapat menyebabkan tidak ada lagi pilihan obat yang dapat mengontrol virus HIV! Duh, seram sekali, bukan?

 

7. Ibu hamil tetap dapat mengonsumsi ARV

Konsumsi teratur ARV dapat menurunkan angka transmisi HIV dari ibu yang positif terinfeksi HIV kepada janin yang sedang dikandung. Oleh karena itu, pada kondisi hamil dan menyusui, terapi ARV sangat disarankan untuk terus dilanjutkan.

 

Dokter biasanya akan memilihkan regimen terapi yang tidak teratogenik, sehingga tidak menimbulkan defek pada janin yang dikandung. Pada bayi yang lahir dari ibu dengan HIV positif, biasanya juga akan diberikan terapi ARV selama 4 hingga 6 minggu setelah kelahiran.

 

Gengs, itu dia 7 fakta mengenai obat antiretroviral atau ARV yang digunakan untuk terapi HIV/AIDS. Dahulu mungkin HIV/AIDS dianggap sebagai vonis kematian. Namun dengan semakin berkembangnya obat ARV, kondisi infeksi HIV dapat dikontrol dan pasien memiliki harapan hidup yang lebih panjang serta kualitas hidup yang lebih baik. Selamat merayakan Hari AIDS Sedunia!

 

Baca juga: Ini yang Bisa Kamu Lakukan untuk Membantu Pengidap HIV/AIDS