Antibiotik adalah salah satu golongan obat yang paling tenar di muka bumi ini. Setidaknya itu menurut saya sebagai seorang apoteker yang sehari-hari berbincang dengan pasien mengenai terapi obat mereka. Hampir semua pasien yang saya temui tahu dan familier jika saya membicarakan tentang antibiotik.

 

Namun, terkadang saya menjumpai beberapa pemahaman pasien yang kurang tepat mengenai antibiotik. Rupanya banyak mitos yang beredar di masyarakat terkait antibiotik. Nah, berikut ini saya sajikan 5 mitos dan fakta soal antibiotik yang mungkin sering Kamu dengar juga. Mana yang memang fakta dan mana yang hanya merupakan mitos belaka?

 

1. Antibiotik adalah dewa yang dapat menyembuhkan segala penyakit

Mitos! Saya sering terenyuh jika ada orang yang beranggapan bahwa apapun penyakitnya, antibiotik adalah obatnya. Sakit kepala, sakit perut, atau sakit apapun, rasanya belum sembuh jika belum mengonsumsi antibiotik. Gengs, antibiotik adalah obat yang digunakan untuk penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Jika penyakitmu tidak diakibatkan oleh infeksi bakteri, minum antibiotik hanya akan menjadi kesia-siaan belaka! 

 

Diagnosis dokter akan menentukan apakah penyakit yang Kamu derita disebabkan oleh infeksi bakteri atau bukan. Untuk infeksi virus, antibiotik juga bukan pilihan obat yang tepat, karena antibiotik hanya dapat bekerja pada sel bakteri saja. 

Baca juga: Selain Carisoprodol, Obat Ini Juga Rentan Disalahgunakan

 

2. Antibiotik memiliki daya bunuh bakteri yang berbeda-beda

Fakta! Ada puluhan jenis molekul antibiotik yang ada di dunia. Masing-masing antibiotik tersebut berbeda, dari cara kerja membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri, serta bakteri apa saja yang sensitif terhadap antibiotik tersebut.

 

Nah, 2 hal inilah yang menentukan ‘daya bunuh’ bakteri dari suatu antibiotik. Untuk antibiotik dengan spektrum kerja luas, maka obat dapat membunuh berbagai jenis bakteri. Namun untuk antibiotik dengan spektrum kerja sempit, hanya terbatas membunuh bakteri tertentu saja.

 

Pemilihan antibiotik yang tepat akan dilakukan oleh dokter, dengan melihat lokasi terjadinya infeksi dan tingkat keparahan infeksi. Pada kasus infeksi yang berat, terkadang bahkan dibutuhkan kombinasi alias penggunaan bersamaan 2 jenis antibiotik yang memiliki cara kerja berbeda.

 

3. Orang yang jarang konsumsi antibiotik dapat mengalami resistensi antibiotik

Fakta! Salah satu hal yang salah kaprah dan sering saya temui adalah resistensi antibiotik terjadi pada orang alias pasien. Padahal, yang menjadi resisten terhadap antibiotik adalah bakteri! Jadi, jika di lingkungan sekitar kita terdapat bakteri yang sudah resisten terhadap antibiotik tertentu, maka kita memiliki peluang untuk terjangkit infeksi yang disebabkab oleh bakteri yang resisten tersebut. Akibatnya, bisa jadi kita membutuhkan terapi antibiotik dengan daya bunuh yang lebih kuat.

 

Itulah sebabnya kesadaran tentang ancaman resistensi antibiotika harus dilakukan secara menyeluruh oleh seluruh lapisan masyarakat. Perilaku penggunaan antibiotik yang tidak benar ternyata bukan hanya membahayakan diri sendiri, tapi juga orang lain!

Baca juga: Jangan Minum Obat Anti-Nyeri Sembarangan, Ya!

 

Dan perlu saya informasikan, resistensi antibiotik itu bukan hanya kabar angin saja, lho. Sebagai seorang pekerja rumah sakit, saya sudah cukup sering menemukan pasien menderita infeksi bakteri. Ketika bakteri yang menginfeksi dicek, ternyata sudah resisten terhadap hampir semua antibiotik. Duh, serem banget kan!

 

4. Antibiotik 'sisa' dapat dipakai lagi oleh orang lain

Mitos! "Kamu demam? Butuh antibiotik, tuh! Nih, minum antibiotik punyaku waktu aku sakit kemarin! Aku dulu juga demam, setelah minum ini langsung sembuh!" Pernahkah Kamu berada dalam situasi seperti percakapan di atas? Jika iya, lebih baik jangan diulangi lagi, ya.

 

Suatu antibiotik diresepkan khusus untuk pasien tertentu dengan melihat infeksi yang terjadi serta kondisi klinis pasien, misalnya apakah ia hamil, menyusui, memiliki alergi, ataupun memiliki gangguan organ, seperti ginjal dan hati.

 

Oleh sebab itu, suatu antibiotik tidak dapat diberikan kepada orang lain tanpa supervisi dokter. Karena mungkin saja infeksi yang terjadi berbeda dari segi keparahan maupun bakteri penyebabnya, yang tentunya membutuhkan terapi antibiotik yang berbeda pula.

 

5. Perkembangan antibiotik terjadi dengan pesat

Mitos! Meskipun ilmu kesehatan berkembang pesat dan meningkatkan derajat kesehatan, sayangnya hal ini tidak terjadi di bidang antibiotik. Dengan semakin banyaknya resistensi antibiotik yang terjadi, maka semakin sedikit pula pilihan antibiotik yang tersedia untuk membasmi kuman tertentu. Seharusnya, ada antibiotik golongan baru yang dapat membasmi bakteri resisten ini. Namun faktanya, tidak ada golongan antibiotik baru yang ditemukan sejak tahun 1980-an.

 

Itulah dia 5 mitos dan fakta soal obat golongan antibiotik. Bagaimana Gengs, apakah pemahamanmu selama ini sudah tepat? Ingat, penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan menyebabkan resistensi bakteri dan berdampak bagi banyak orang! Oleh karena itu, mari gunakan antibiotik secara tepat, sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh dokter. Jadi, anak cucu kita kelak tetap bisa diobati dengan antibiotik. Salam sehat!

Baca juga: Ini Dia Makna di Balik Nomor Izin Edar Obat