Sejak pertama kali obrolan diet keto bergaung dan menjadi tren di kota urban tercinta ini, saya penasaran untuk menggali lebih dalam lagi tentang pola makan satu ini. Terlebih karena banyak orang di sekitar saya yang menerapkannya dan sukses menurunkan berat badan sampai 10 kg hanya dalam waktu 2 bulan! Benar-benar bikin takjub ‘kan? 

 

Lantas, apa sih sebenarnya diet keto ini? Yang bisa saya simpulkan setelah membaca beberapa ulasannya, diet keto (istilah trendi dari diet ketogenik) adalah diet tinggi lemak (75%), protein sedang (20%), dan rendah karbohidrat (5%). Asupan karbohidrat sengaja dibatasi seminimal mungkin agar tubuh yang biasanya membakar glukosa, kini jadi membakar lemak sebagai energi utama. Proses inilah yang dipercaya mampu menurunkan berat badan dalam waktu relatif singkat.  

 

Walau dalam pelaksanaan diet keto sudah ditekankan bahwa lemak yang  boleh dikonsumsi adalah lemak sehat, tetapi kebanyakan pelaku dietnya ternyata masih salah kaprah menyantap lemak “kelas berat” macam kikil  dan gajih daging merah, bukannya lemak sehat, seperti alpukat, ikan berlemak tinggi, dan minyak zaitun. Akibat tingginya konsumsi lemak dan protein hewani, pH pun berubah jadi asam. 

 

Seperti yang kita ketahui, kondisi tubuh asam bikin kita mudah merasa lelah dan sakit kepala. Dampak lainnya, sistem kekebalan tubuh serta-merta menurun sehingga rentan terhadap penyakit. Selain itu, pH tubuh yang asam merupakan tempat ideal yang mendorong pertumbuhan sel kanker! 

 

Secara ringkas, berikut adalah beberapa kelemahan dari diet keto yang harus diwaspadai:

  1. Memicu infeksi batu empedu. Penurunan berat badan secara drastis dalam waktu singkat berkontribusi pada terciptanya batu empedu.
  2. Mempercepat kerusakan ginjal. Ini dikarenakan kebanyakan pelaku diet keto malah mengonsumsi protein hewani secara berlebihan dan pada akhirnya menimbulkan batu ginjal.
  3. Memicu penyakit jantung. Turunnya berat badan secara drastis membuat kadar lemak dalam darah dan kolestrol jahat meningkat.
  4. Meningkatkan risiko kanker dalam jangka panjang. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, terlalu banyak mengonsumsi lemak jenuh dan protein hewani mendorong sel-sel kanker tumbuh subur. 

 

Sedihnya, salah satu kelemahan di atas terjadi pada teman saya. Setelah bangga dengan tubuh barunya yang jauh lebih langsing setelah 2 bulan menjalani diet keto dan turun 10 kg, mendadak ia harus dilarikan ke UGD rumah sakit karena sakit perut yang tak tertahankan semalaman. Ternyata batu empedunya meradang dan harus segera diangkat. Dokter menduga ini berhubungan erat dengan diet keto yang selama ini dilakoninya. 

 

Saya memiliki keyakinan bahwa antara berat badan dan pola makan (diet) memiliki keterkaitan erat satu sama lain, serta tak dapat diselesaikan dengan cara instan. Tubuh ideal terbentuk dari kesadaran dan kedisiplinan menjaga pola makan yang sehat. Bukan dengan makan seenaknya saat ini, lalu diet habis-habisan di kemudian hari. 

 

Jadi, apa yang sebaiknya dilakukan jika ingin usaha menurunkan berat badan berhasil dan tentunya aman?  Selain rutin berolahraga dan cukup minum air putih, tips ampuh saya selama ini adalah mengganti konsumsi karbohidrat simpleks (nasi, kentang, roti, mie, pasta, dan segala makanan manis) menjadi karbohidrat kompleks (sayuran dan buah). Terdengar mustahil? Sama sekali tidak. Namun, tentu hasilnya tidak terjadi dalam sekejap mata. Jika hanya menyantap sayuran dan buah terasa berat, coba dalam porsi  kecil namun sering dulu, misalnya saat snack time.