Perkembangan zaman yang semakin maju tidak selalu membawa keuntungan dan manfaat positif saja. Nyatanya, modernisasi juga bisa menjadi tantangan sendiri khususnya untuk para orang tua dalam membesarkan anak mereka. Sudah bukan rahasia lagi bahwa anak-anak kecil era sekarang sudah mengenal gadget dengan baik sejak usia dini. Apalagi, semenjak pandemi yang mengharuskan anak-anak beradaptasi belajar melalui kelas online. Hal ini sebenarnya bukan hal buruk jika orang tua secara aktif mengontrol pemakaian gawai pada putra dan putri mereka yang masih di bawah umur. 

 

Namun, dalam beberapa kasus, orang tua menjadi terlalu sibuk dan lengah sehingga membiarkan anaknya asyik menghabiskan waktu dengan bermain game mobile atau menonton youtube seharian. Hal ini pada akhirnya tanpa sadar memupuk kebiasaan di alam bawah sadar anak. Semakin lama dibiarkan, anak akan menjadi semakin terikat dan tak bisa lepas pada gadget. Berikut ini adalah tanda-tanda anak mengalami kecanduan gadget menurut buku “Tech Generation: Raising Balanced Kids in a Hyper-Connected World” yang perlu Mums ketahui!

 

  • Anak mengeluh bosan atau tidak bahagia saat mereka tidak memiliki akses ke teknologi
  • Tantrum atau perlawanan keras terjadi saat screen time mereka dibatasi
  • Gadget mengganggu waktu tidur, sekolah, dan komunikasi tatap muka

 

Kita telah mengetahui gejala yang terlihat dari pemakaian gadget berlebihan pada anak. Lalu, bagaimana jika anak sudah terlanjur mengalami kecanduan gawai? Sebenarnya, masalah ini bukan tipe masalah yang dapat diatasi dalam waktu singkat. Butuh kesabaran dan kegigihan untuk menyembuhkan anak dari  “penyakit” ini. 

 

Tips Mengatasi Kecanduan Gadget pada Anak

 

1. Tetapkan Batas dan Lakukan Monitoring Secara Rutin

Terlepas dari dampak negatifnya, kita tidak bisa memungkiri pentingnya pengetahuan dalam mengoperasikan produk teknologi. Di era digitalisasi seperti sekarang, kemajuan teknologi membuka akses pada dunia yang lebih luas dan membantu pembelajaran sekolah menjadi lebih menyenangkan dan efektif. Anak-anak bisa menyalurkan kreativitas dan mengekspresikan diri melalui jejaring internet serta mempersiapkan diri menghadapi masa depan yang akan semakin didominasi kemudahan digital. 

 

Namun disisi lain, sebagai orang tua, Mums mungkin merasa khawatir pada anak yang akan terpapar pengaruh dunia virtual yang liar dan tanpa batas. Kebebasan berinternet memungkinkan anak-anak untuk mengakses konten yang tidak pantas secara online. Kekhawatiran ini sangat wajar sebenarnya. 

 

Psikolog sosial sekaligus penulis, Adam Alter, menyatakan dalam buku yang ia tulis: “Langkah terpenting adalah membangun hubungan seimbang atau konstan dengan teknologi.” Hal ini berarti Mums tidak boleh menghindari atau menyembunyikan anak dari kemajuan teknologi, tapi jangan sampai lepas tangan. Penting untuk memberikan edukasi mengenai manfaat dan tujuan ponsel sebelum memberikannya kepada anak. Jangan lupa juga bahwa seiring pertumbuhan anak, keterlibatannya dengan teknologi juga akan meningkat. Selain itu, pastikan untuk menciptakan hubungan harmonis yang nyaman dan aman dengan anak sehingga anak akan lebih terbuka dengan Mums mengenai aktivitas mereka di internet.

 

Selain itu, lakukan pula monitoring secara rutin terhadap kualitas pemakaian gawai pada anak dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

 

Apakah anak telah mengakses konten yang sesuai usia? 

Sebagai orang tua, penting untuk mengetahui jenis konten apa saja yang cocok untuk anak. Sebagai contoh, tontonan anak SD tentu saja berbeda dengan tontonan anak yang sudah remaja. Selain itu, penting dicatat untuk tidak memberikan ponsel kepada anak yang berusia di bawah 2 bulan. American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan jenis aktivitas apa yang cocok untuk anak. 

  • Di bawah 18 bulan: video call dengan anggota keluarga
  • 18-24 bulan: tontonan berkualitas didampingi orang tua
  • 2-5 tahun: 1 jam screen time 
  • 6 tahun ke atas: pembatasan waktu screen time/berjadwal

Selain itu, Mums juga bisa memanfaatkan filter konten untuk membatasi tontonan anak dengan menginstall aplikasi khusus anak: Youtube Kids, Spotify Kids, dan mengunduh Google Family Link untuk memantau dan mengontrol  aktivitas anak di internet.

 

Apakah aplikasi yang mereka gunakan bersifat interaktif dan merangsang otak?

Dr. Alter menjelaskan ini dengan analogi diet sehat. “Anak-anak yang lebih besar memahami konsep empat sehat lima sempurna – mereka tahu pentingnya makan makanan sehat setelah makan permen dan makanan manis. Begitu pula dengan waktu yang terbuang ketika mereka menghabiskan terlalu banyak waktu menatap layar. Mereka tahu kapan waktu untuk bermain ponsel tanpa harus mengorbankan waktu untuk aktivitas fisik dan menghambat kehidupan sosial mereka.” Oleh karena itu, jangan pernah memukul rata screen time penggunaan gawai. Satu jam menonton video YouTube tidak sama dengan satu jam yang dihabiskan dalam mengakses aplikasi menggambar digital.

 

Bagaimana dengan pengaturan privasi sosial media yang dimiliki? Siapa saja yang bisa menghubungi dan melihat aktivitasnya? 

Pada anak di usia remaja, biasanya mereka akan mulai giat mengeksplorasi internet dan mendaftar akun sosial media untuk berinteraksi dengan teman-temannya.  Jangan melarang mereka membuat sosial media, tapi berilah wejangan pada mereka untuk bijak bersosial media. Misalnya, minta mereka untuk tidak meng-upload foto dengan bagian tubuh yang terekspos jelas atau untuk tidak membocorkan terlalu banyak informasi di internet: sedang berada dimana, bersama siapa, serta rutinitas lainnya. Penting bagi Mums untuk menjaga anak dari kemungkinan kejahatan internet. 



2. Atur batas screen time dan seimbangkan dengan aktivitas fisik

Seperti yang sudah disebutkan, kualitas konten adalah faktor  yang nomor satu. Namun, membatasi waktu screen time anak juga bukan pilihan yang buruk untuk dicoba. Terutama jika anak masih dalam usia penasaran akan segala sesuatu. Menjadwalkan waktu bermain gadget anak bisa menjadi tindakan ideal demi mendukung perkembangan motorik anak. Demi kebaikan anak, Mums bisa membatasi waktu screen time atau menetapkan waktu bebas ponsel, seperti saat makan malam, di mobil, atau di lingkungan sekolah. Selain itu, jangan lupa luangkan waktu mengajak anak-anak pergi keluar dan mengeksplor dunia sekitarnya tanpa hambatan ponsel atau teknologi.

 

3. Jadilah Role Model

Anak-anak merupakan peniru yang ulung. Sebelum memerintahkan mereka, pastikan tidak lupa untuk mendisiplinkan diri sendiri. Faktanya, kecanduan gadget tidak hanya terjadi pada anak-anak saja, bahkan juga kerap ditemui pada orang dewasa. Jika Mums merupakan tipe yang memeriksa ponsel setiap jam, kerja didepan laptop hingga larut malam, dan  cenderung melakukan scrolling facebook atau instagram secara berlebihan, jangan hakimi anak yang melakukan hal serupa. 

 

Perilaku tersebut tidak hanya akan menjadi contoh buruk bagi anak tapi juga menjadi kebiasaan buruk yang membuat anak merasa “bersaing” dengan perangkat keras untuk memperoleh atensi Mums.  Penelitian menunjukan sebagian besar orang tua mengaku melakukan lebih banyak interaksi dengan teknologi dibandingkan dengan anak mereka sendiri pada hari kerja. 

 

Menyusul laporan tersebut, Google dan Apple menambahkan fitur baru seperti batas waktu untuk penggunaan aplikasi tertentu (untuk Android) dan statistik waktu yang dihabiskan di perangkat (untuk iOS). Kemunculan fitur ini tentu saja dapat membantu kita mengurangi penggunaan gadget yang berlebihan pada anak, tapi di atas itu,  mempraktikkan penggunaan teknologi secara bijak akan menjadi cara terbaik untuk mengajari anak-anak.

 

Pisahkanlah waktu untuk kerja dan waktu untuk keluarga. Beberapa waktu penting untuk menjauh dari device, misalnya:

 

-Saat menjemput atau mengantar anak ke sekolah. 

-Setelah pulang kerja. Mums telah menghabiskan banyak waktu di luar, saat di rumah, sisihkanlah lebih banyak waktu untuk anak, dibanding menyibukkan diri dengan teknologi.

-Saat makan, termasuk saat makan di luar. Penelitian lain menunjukkan bahwa makan sambil bermain HP merupakan kebiasaan buruk. Hal ini karena aktivitas itu membuat sinyal yang dikirimkan perut ke otak jadi terganggu sehingga kita cenderung akan makan lebih banyak daripada yang seharusnya.

-Selama tamasya atau liburan. Momen apapun yang menjadi waktu keluarga, fokuskan untuk keluarga! 

 

Seringkali kita sebagai orang tua menggampangkan hal-hal kecil seperti mengabaikan pentingnya waktu untuk keluarga dan mengambil jeda tanpa ponsel dan teknologi. “Ah, ini pekerjaan darurat…” “Panggilan ini mungkin penting!” “Sebentar, saya ingat belum memeriksa email hari ini!” Semua kesibukan “orang dewasa” itu kadang menenggelamkan kita dan membuat kita terlena, tak sadar telah melanggar hal yang selama ini kita tanamkan pada anak-anak. 

 

Sebagai orang tua, melakukan renungan diri juga merupakan hal penting sebelum mengkritik anak-anak. Tanyakan pada diri sendiri, sudahkah Mums memberi contoh yang baik? Bagaimana sikap Mums dalam memperlakukan teknologi selama ini? Apakah Mums sudah mengikuti “aturan-aturan” yang dibuat untuk anak? Jika belum, cobalah untuk pelan-pelan mengubah kebiasaan Mums dan tunjukkan bahwa omongan Mums bukan sekedar “petuah tanpa bukti.”

 

Reference

Nytimes.com. How and When to Limit Kids' Tech Use