Jika Anda ditanya, bentuk obat seperti apakah yang  paling familiar dengan Anda, saya yakin bahwa sebagian besar akan menjawab: ‘Tablet’. Saya sendiri setuju jika tablet adalah bentuk sediaan obat yang paling umum dikenal oleh masyarakat, karena hampir sebagian besar obat yang beredar memang berbentuk tablet.

Obat dalam bentuk tablet memiliki beberapa keuntungan. Yang pertama, karena volumenya yang kecil dan compact, penyimpanan tablet lebih mudah dilakukan, serta mudah dibawa-bawa. Coba Anda bandingkan dengan membawa obat dalam bentuk sirup misalnya, dengan botol yang cukup besar dan berat, belum lagi membawa sendok untuk takarannya. Yang kedua, tablet sebagai suatu sediaan kering membuat zat aktif yang ada di dalamnya lebih stabil. Maklum, kebanyakan zat aktif yang menyusun suatu obat mudah terurai dalam lingkungan yang berair. Coba Anda perhatikan, jarak expired date suatu obat tablet pasti cukup jauh dari manufactured date alias tanggal pembuatannya, dapat berkisar hingga 5 tahun lamanya. Sedangkan untuk sediaan yang sifatnya cair seperti sirup, biasanya jarak ini hanya sekitar 2 tahun saja. Selain itu, keunggulan lain dari obat dalam bentuk tablet adalah kemudahan dalam penggunaannya. Misalnya, tidak perlu sendok takar seperti halnya sirup, atau tidak perlu alat dan personil khusus seperti halnya obat dalam bentuk injeksi.

Ada Banyak Jenis Obat Tablet!

Nah berbicara soal obat dalam bentuk tablet, mungkin selama ini Anda paling akrab dengan obat tablet yang dikonsumsi secara ‘konvensional’ alias diminum pada umumnya. Tapi ternyata, ada banyak jenis sediaan tablet lho berdasarkan cara penggunaannya!

Obat Tablet ‘konvensional’

Saya sebut tablet ‘konvensional’ karena cara konsumsinya yang paling banyak diketahui oleh masyarakat. Yup, diminum menggunakan segelas air. Air putih (plain water) adalah cairan yang paling dianjurkan untuk digunakan dalam mengonsumsi obat dalam bentuk tablet. Tidak disarankan untuk mengonsumsi tablet menggunakan minuman yang mengandung rasa seperti kopi, teh, ataupun sari buah. Karena, komponen-komponen yang ada dalam minuman tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan interaksi obat dan makanan yang dapat berujung pada turunnya efek obat untuk tubuh. Terkadang ada beberapa orang yang tidak suka atau tidak dapat mengonsumsi tablet secara utuh sehingga tablet harus digerus terlebih dahulu. Atau kadang beberapa orang memilih mengonsumsi obat tablet dengan cara mengunyahnya sembari makan buah (paling umum sih pisang). Hal ini memang dapat dilakukan, tapi sebelum melakukan hal ini Anda sebaiknya berkonsultasi dahulu pada apoteker Anda. Karena, ada beberapa tablet obat yang harus ditelan secara utuh, tidak boleh digerus (termasuk dikunyah) ataupun dibelah.

Tablet Kunyah

Nah, kalau tadi ada beberapa obat tablet yang tidak disarankan untuk dikunyah, beberapa obat malah berbentuk tablet kunyah! Nah, kalau ini sih justru Anda wajib mengunyahnya dan tidak menelannya bulat-bulat. Tablet kunyah banyak digunakan untuk formulasi obat yang ditujukan bagi orang tua dan anak-anak, karena rentang usia tersebut biasanya mengalami kesulitan dalam menelan tablet secara utuh. Di Indonesia sendiri, beberapa sediaan obat yang berfungsi sebagai antasida (menetralkan asam lambung) juga diformulasikan sebagai tablet kunyah, biasanya dengan cita rasa mint, yang diharapkan dapat memberi sensasi menyegarkan pada saat perut sedang terasa penuh akibat asam lambung yang berlebihan tersebut.

Tablet Effervescent

Cara penggunaan tablet effervescent adalah dengan dilarutkan dalam segelas air putih kemudian diminum. Jadi, tablet jenis ini sama sekali tidak dapat ditelan bulat-bulat, ya! Anda yang pernah mengonsumsi tablet jenis ini pasti tahu salah satu hal yang khas terjadi saat tablet dilarutkan. Yup, munculnya gelembung udara! Hal ini karena tablet mengeluarkan CO2 saat dilarutkan. Hal ini diharapkan memberikan rasa yang menyegarkan bagi pasien, karena konsepnya kan sama dengan minum minuman berkarbonasi. Buat saya pribadi, salah satu kekurangan tablet jenis ini adalah harganya yang cukup tinggi, hehe. Tapi sebenarnya hal ini dapat dimaklumi, karena teknologi pembuatan tablet effervescent ini terbilang tidak mudah lho! Sewaktu saya kuliah dulu, saya pernah melakukan praktek pembuatan tablet effervescent dan memang prosenya ‘ribet’, terutama karena ruangan yang digunakan harus dijaga betul kelembapan udaranya. Satu hal lagi yang harus diperhatikan jika Anda sedang mengonsumsi tablet jenis ini, adalah penyimpanannya harus dipastikan baik. Tube tempat obat harus selalu tertutup rapat. Jika tidak, uap air yang berada di ruangan dapat membuat obat tidak stabil.

Tablet Sublingual

Tablet sublingual juga adalah salah satu jenis tablet yang tidak disarankan untuk diminum utuh. Tablet jenis ini dikonsumsi dengan cara ditempatkan di daerah di bawah lidah. Tujuan pembuatan tablet jenis ini adalah untuk terjadinya absorpsi obat ke pembuluh darah secara cepat, sehingga efek kerja obat pun akan cepat terjadi pula. Sehingga, formulasi tablet sublingual kebanyakan digunakan untuk obat golongan nitrat seperti isosorbid dinitrat atau nitrogliserin. Kedua obat ini digunakan dalam penanganan angina untuk membuka pembuluh darah yang tersumbat, oleh karena itu kerjanya harus cepat.

Tablet Isap

Sesuai namanya, tablet isap adalah tablet yang digunakan dengan cara diisap. Jadi, seperti sedang makan permen! Karenanya, formulasi tablet hisap juga biasanya rasanya manis, dan sejujurnya ini membuat tablet isap menjadi salah satu bentuk sediaan favorit saya. Haha.. Obat-obat yang diformulasikan sebagai tablet isap biasanya adalah antiseptik yang bekerja lokal untuk meredakan infeksi di mulut ataupun tenggorokan, misalnya dekualinum klorida.

Tablet Vaginal

Nah, kalau ini sudah jelas bukanlah tablet yang diminum atau dikonsumsi secara per oral! Tablet vaginal atau pessary adalah suatu bentuk sediaan yang dimaksudkan untuk dimasukkan ke dalam vagina. Contoh obat yang paling umum beredar (dan sering juga diresepkan oleh dokter di Indonesia) dalam bentuk tablet vaginal adalah anti jamur clotrimazole. Clotrimazole digunakan untuk mengatasi keputihan akibat jamur, oleh sebab itu sediannya digunakan di vagina.

Tablet Rektal

Jika tablet vaginal tadi dimaksudkan untuk dimasukkan ke dalam vagina, maka tablet rektal (atau lebih lazim disebut suppositoria) digunakan dengan cara dimasukkan ke dalam dubur atau anus. Di dalam anus, obat akan meleleh dan diserap oleh pembuluh darah yang ada di sana. Obat analgesik (penghilang rasa sakit), pencahar, serta obat untuk meredakan wasir adalah contoh-contoh obat yang biasa diformulasikan sebagai tablet rektal. Tablet rektal paling baik digunakan setelah buang air besar. Karena jika digunakan sebelumnya, ada kemungkinan obat belum terserap sempurna namun sudah terdorong oleh massa feses. Setelah mengetahui bahwa ada bermacam-macam jenis sediaan tablet, pastikan Anda menggunakan obat tersebut dengan cara yang sesuai, ya! Semua cara mengonsumsi tablet pasti tertulis di label yang menyertai obat, atau jika Anda tidak yakin Anda bisa tanyakan cara penggunaannya kepada apoteker Anda.

Salam sehat!