Belum lama ini, publik digegerkan oleh berita tentang remaja perempuan berinisial DE, 16, yang dihamili oleh pacarnya HE, 14, siswa kelas 5 SD. DE sendiri baru saja lulus dari SMP. Tadinya, DE berencana untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Namun, kehamilan membuat DE terpaksa menunda rencana untuk melanjutkan sekolah.

 

Sontak kejadian ini menuai respons dari berbagai pihak. Orang tua pun berniat untuk menikahkan HE dan DE, tetapi ditolak oleh KUA karena keduanya masih di bawah umur. Lalu, bagaimana kiat untuk mencegah masalah seperti ini? Dan mengapa pernikahan bukanlah solusi dari kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)? Simak penjelasan selengkapnya!

Baca juga: Pentingnya Cek Kesehatan Sebelum Menikah

 

Alasan Menolak Izin Pernikahan di Bawah Usia

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Tulungagung, Winny Isnaeni, memberikan tanggapan terkait penolakan KUA Tulungagung. “Menikahkan keduanya belum tentu menjadi jalan keluar. Bisa jadi situasinya lebih baik, tetapi bisa juga memperkeruh situasi. Ada syarat khusus yang harus dipenuhi untuk menikah. Sedangkan keduanya masih anak-anak, yang belum memahami arti sebuah pernikahan,” papar Winny.

 

Hingga berita ini ditulis, DE dikabarkan tengah mempersiapkan persalinannya yang sudah berusia 6 bulan. Sementara HE tetap diizinkan bersekolah. Kedua remaja ini masih menunggu hasil penilaian dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Tulungagung dan Unit Layanan Terpadu Perlindungan Sosial Anak Integratif (ULT PSAI).

 

Pada akhirnya, keputusan akhir dari peristiwa ini tetap dikembalikan kepada keluarga mereka. Namun, pihak ULT PSAI dan KUA Tulungagung tetap menyarankan agar orang tua tidak langsung menikahkan keduanya dalam waktu dekat.

 

Opsi tersebut dinilai jauh lebih baik, agar HE dan DE tidak merasa terpaksa menikah. Keluarga bisa menawarkan kesepakatan yang lebih bijak, yaitu menunggu keduanya cukup umur, sama-sama dewasa, dan memenuhi syarat untuk melangsungkan pernikahan.

Baca juga: Mempersiapkan Diri Menjadi Orang Tua

 

Dibutuhkan Kematangan Emosi

Menurut psikolog Dian Ibung, Psi., pernikahan tidak pernah disarankan menjadi solusi dari kehamilan yang tidak direncanakan. Pasalnya, kematangan emosi seseorang di usia muda belumlah cukup untuk menjalani kehidupan perkawinan. Begitu pula dengan kemampuan mengenali masalah dan cara mengontrol emosi. “Memang, kematangan emosi tidak berbanding lurus dengan usia. Namun, diharapkan kematangan emosi akan diperoleh seiring bertambahnya usia,” jelas Dian.

 

Mengapa demikian?  Karena seiring perkembangan usia, seseorang akan memiliki lebih banyak pengalaman. Wawasan pun akan lebih berkembang, mental akan lebih teruji, pengetahuan lebih banyak, hingga pengenalan akan karakter pun lebih beragam.

 

Seluruh hal tersebut akan menjadi bekal positif bagi seseorang, agar lebih siap merancang dan membina perkawinan, serta mengatasi masalah-masalah yang timbul saat hidup berdampingan dengan pasangan. Selain itu, ada yang juga harus disiapkan oleh pria dan wanita sebelum melangkah ke jenjang pernikahan. Berikut rinciannya.

 

1. Fisik

Berbagai pemeriksaan kesehatan disarankan untuk pasangan yang tengah mempersiapkan pernikahan. Contohnya:

  • Pemeriksaan darah.
  • Pemeriksaan gula darah.
  • Pemeriksaan hepatitis.
  • Pemeriksaan penyakit seksual.

 

Dari sini bisa disimpulkan bahwa pernikahan membutuhkan kesiapan fisik. Tujuannya? Tentu terkait kesiapan menjadi orang tua. Setiap orang yang sudah menikah juga harus siap bila ia atau pasangannya mengalami penyakit tertentu setelah menikah. 

 

2. Mental

Ini meliputi keseluruhan aspek dalam menjalani pernikahan. Seseorang yang terikat dalam pernikahan dituntut untuk bertanggung jawab atas rumah tangga yang dibina. Pertanyaannya, siapkah remaja melakukan peran dan tanggung jawabnya sebagai suami istri?

 

Sikap Ideal Orang Tua Demi Mencegah Pernikahan Dini

Untuk mencegah anak menikah di usia remaja, jadilah orang tua yang bisa menjadi sahabat baginya. Dengarkan saat ia bercerita. Ikuti perkembangan tren, agar Mums dan Dads bisa menentukan aturan bergaul untuknya. Buatlah garis batas, mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang boleh dan mana pula yang tidak boleh dilakukan olehnya.

 

Berikan alasan mengapa mereka tidak boleh melakukan beberapa hal, salah satunya seks di luar nikah, dengan penjelasan yang sederhana dan mudah dimengerti. Jelaskan efek negatif pernikahan usia dini, apalagi bila itu terjadi akibat kehamilan yang tidak direncanakan. Semakin dini anak mengetahui risikonya, semakin mudah tertanam dalam benaknya untuk menghindari hal-hal ini. Orang tua pun bisa lebih mudah memberikan pengarahan.

 

Tips Mengurangi Angka Pernikahan Dini

Faktanya, Jawa Tengah merupakan provinsi dengan kasus pernikahan usia dini tertinggi di Indonesia, yaitu mencapai 3.876 kasus pada tahun 2016. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat Kabupaten Brebes menempati urutan pertama, disusul Kabupaten Grobogan, Demak, Magelang, dan Banjarnegara. Di tahun tersebut, Pengadilan Tinggi Agama Jawa Tengah mencatat adanya 30.128 permohonan dispensasi untuk izin pernikahan di bawah usia 16 tahun.

 

Menyikapi hal ini, Dian menyarankan beberapa hal untuk menurunkan angka pernikahan dini di Indonesia.

  • Pihak-pihak terkait harus memberikan penyuluhan kepada orang tua, mengenai bahayanya pernikahan di usia muda. Hal ini bisa dilakukan oleh guru-guru, pakar pengasuhan, ataupun ahli agama setempat. Mengapa orang tua harus menjadi pihak pertama yang diberikan penyuluhan? Karena kunci pendidikan anak berada di tangan orang tua.
  • Setelah orang tua, maka para remaja menjadi target selanjutnya untuk memahami risiko negatif dari kehamilan di usia dini. Gunakan teknik-teknik penyuluhan yang menarik bagi remaja di lingkungan tersebut.
  • Buatlah aturan ketat untuk perizinan pernikahan.
  • Buatlah aturan yang ketat terkait penggunaan fasilitas umum di daerah tersebut. Tujuannya, untuk mengantisipasi penggunaan fasilitas publik yang tidak seharusnya. 
  • Berikan pembinaan dan pengawasan secara berkelanjutan untuk jangka panjang.

 

Perhatikan selalu rutinitas yang dilakukan oleh putra-putri Mums dan Dads, ya. Selalu ingatkan bahwa segala pilihannya memiliki efek, baik itu positif maupun negatif, bagi masa depannya. (TA/AS)

Baca juga: Ingin Menikah di Usia Dini? Pahami Dulu Dampaknya