Pagi cerah, sorenya sudah hujan lagi. Keesokan harinya, siang hujan dan malamnya malah penuh bintang. Cuaca tak menentu pada musim transisi, atau lebih dikenal sebagai musim pancaroba, tak hanya membuat saya kesulitan mengatur kapan baiknya menjemur cucian, tetapi menjadikan tubuh perlahan-lahan ambruk. Kita semua tahu, betapa mudahnya tubuh terserang penyakit saat memasuki musim pancaroba seperti di atas.

 

Saat cuaca berubah-ubah, suhu di lingkungan sekitar pun jadi tidak stabil. Kadang panas menyengat dan di lain waktu terasa dingin. Perubahan ekstrem ini—diikuti dengan berkurangnya intensitas sinar matahari yang selama ini dibutuhkan tubuh —ternyata bikin tubuh pontang-panting beradaptasi. Ketika daya tahan tubuh saat menjalani proses yang menguras banyak energi ini tidak optimal, maka dapat dipastikan kita akan jatuh sakit. Kalau hanya batuk-pilek ringan saja mungkin tidak terlalu bermasalah. Tetapi, jika sampai terserang demam berdarah dengue seperti saya tentu amat mengganggu, mengingat angka kematian penyakit ini cukup tinggi.

 

Yang menjadi pertanyaan, mengapa tubuh begitu rentan penyakit ketika memasuki pancaroba? Seperti apa proses adaptasi tersebut hingga membutuhkan ketahanan tubuh yang prima? Saya pernah mendengar penjelasan singkat tentang salah satu proses adaptasi tubuh kita terhadap perubahan cuaca  dari seorang teman yang berprofesi dokter. Saat suhu sekitar kita panas, maka tubuh akan merontokkan bulu-bulu halus yang tumbuh di permukaan kulit sebagai bentuk adaptasi. Dan ketika cuaca dingin, proses yang terjadi adalah sebaliknya, yakni tubuh menumbuhkan kembali bulu-bulu halus tersebut agar badan jadi hangat. Saat cuaca berubah-ubah dengan cepat, tubuh pun harus melakukan adaptasi dengan cepat juga. Tubuh yang tidak ternutrisi dengan baik, kurang waktu istirahat, dan terbebani stres takkan mampu bertahan menjalani proses adaptasi sekompleks itu. Padahal, jenis adaptasi yang dilakukan tubuh kita bukan hanya pada bulu-bulu halus saja, tetapi juga organ-organ lainnya.

 

Untungnya kondisi ini bisa ditanggulangi. Setidaknya, saya percaya akan ini setelah menjalaninya langsung dan sampai sekarang tubuh masih bertahan dalam musim pancaroba yang cukup ganas. Siapa sangka kunci utama menjaga ketahanan tubuh saat pergantian musim bukanlah sesuatu yang sulit untuk dijalani, selama kita sadar dan konsisten:

 

  1. Lebih banyak menyantap makanan sehat daripada comfort food. Jika susah menakarnya, coba terapkan perbandingan 80/20 antara makanan sehat dan comfort food/junk food yang kita makan. Perbanyak asupan buah dan sayuran. Pastikan porsi protein yang dimasak dengan cara tepat (sebaiknya hindari deep fried) cukup.
  2. Cukup minum air putih. Teurtama jika kita cukup aktif bergerak, atau sebaliknya, sering dalam posisi duduk.
  3. Cukup tidur di malam hari. Tidak masalah jika kita sulit curi waktu untuk tidur siang. Yang penting, jalani tidur berkualitas selama 7-8 jam di malam hari.
  4. Tetap berolahraga. Cuaca mendung dan dingin sama sekali bukan halangan untuk tetap rutin bergerak, terutama berolahraga di dalam rumah seperti cardio yoga favorit saya. Pastikan langsung mengganti baju begitu latihan selesai agar tidak masuk angin.
  5. Rajin mencuci tangan. Ini merupakan cara sederhana tapi ampuh untuk mencegah kuman penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh. Bahkan, sesimpel setelah kita memegang ponsel! Tahu ‘kan, ponsel merupakan salah satu benda yang paling banyak kumannya?
  6. Kendalikan stres. Kita sering kali meremehkan dampak tekanan dan emosi negatif terhadap tubuh. Padahal, segala upaya kita, mulai dari teratur makan sehat sampai rutin berolahraga, akan menjadi sia-sia ketika pikiran dilanda stres berkepanjangan.
  7. Tambahkan suplemen vitamin jika perlu. Saat memasuki musim transisi dengan kegiatan seabrek dan tidur malam sering kali kurang dari 7 jam, saya takkan ragu menelan vitamin C dosis tinggi demi menjaga daya tahan tubuh.

 

Menerapkan ketujuh poin tersebut untuk diri sendiri akan terasa mudah apabila kita memahami dampak baiknya—juga konsekuensi pahit yang harus ditanggung jika tidak. Tantangan saya saat ini adalah mengingatkan ke anak-anak di rumah untuk mendahulukan cemilan buah (daripada cookies) serta mencuci tangan setelah bermain di luar. Biasanya mereka baru menyadari pentingnya nasihat dari ayah dan ibunya ketika sudah mulai jatuh sakit.

 

Perubahan cuaca di luar bukanlah sesuatu yang dapat kita kendalikan. Namun, tidak demikian dengan pilihan-pilihan untuk hidup lebih sehat. Dengan upaya sederhana, ternyata kita mampu menjadikan tubuh perisai yang kuat terhadap berbagai penyakit.

 

Upaya apa saja yang sudah kamu lakukan untuk menjaga daya tahan tubuh selama musim pancaroba?