Apakah Geng Sehat memiliki kebiasaan mengonsumsi es batu? Tahukah Geng Sehat kalau kebiasaan tersebut tergolong dalam gangguan pola makan (eating disorder) tertentu yang disebut pica (dibaca paika)? Kalangan medis mendefinisikan pica sebagai kecenderungan untuk mengonsumsi material yang tidak memiliki nilai gizi, seperti es batu dan benda yang tidak termasuk makanan, misalnya rambut, kertas, tanah, batu, hingga cat dinding yang mengelupas.

 

Berdasarkan hasil studi, defisiensi mineral biasanya berkaitan dengan terjadinya pica, walaupun sulit dijelaskan bagaimana hal tersebut terjadi. Pasalnya, individu dengan pica jarang ditemukan adanya kelainan biologis. Penderita pica memiliki kecenderungan anemia, memiliki kadar hemoglobin dan jumlah sel darah merah yang rendah, atau memiliki kadar seng (zinc) plasma yang rendah.

 

Perkembangan studi juga mencurigai kondisi kesehatan mental, seperti ganguan obsesif-kompulsif (OCD) dan skizofrenia dapat menyebabkan terjadinya pica. Pica juga dapat terjadi sebagai bentuk kebiasaan pada anak-anak. Biasanya hal tersebut terjadi karena anak-anak memiliki kebiasaan untuk memasukkan benda-benda ke dalam mulutnya, dan dapat berhenti dengan sendirinya. Tetapi, biasanya lebih sulit dalam mengatur anak yang mengalami gangguan dalam perkembangannya.

Baca juga: Sudah Tahu Belum, Beberapa Jenis Gangguan Mental Ini?

 

Perilaku mengonsumsi material bukan makanan ini juga merupakan sebuah kebiasaan kultural, yang tidak berhubungan dengan defisiensi ataupun gangguan mental. Di negara bagian Georgia, Amerika Serikat, terdapat praktik mengonsumsi kaolin pada wanita golongan Afrika-Amerika. Perilaku ini tidak tergolong gangguan psikologis. Perilaku yang sama ditemukan pada beberapa bagian di Afrika. Menurut kepercayaan kultur tersebut, kaolin dapat menyerap racun dari tumbuhan.

 

Belum ada uji klinis yang dapat mendiagnosis pica dan masih terdapat perdebatan dalam menegakkan diagnosis ini. Tetapi panduan diagnostik dan statistik untuk gangguan mental (DSM V) menetapkan harus ada 4 kriteria yang terpenuhi dalam menegakkan diagnosis pica, yaitu:

  1. Durasi konsumsi material tanpa nilai gizi dan atau bukan makanan minimal 1 bulan.
  2. Perilaku tersebut tergolong tidak normal untuk tahap perkembangan usia.
  3. Perilaku tersebut tidak berkaitan dengan praktik kultur yang dianggap normal pada ingkungan sosial.
  4. Pada pasien yang memiliki kondisi medis (hamil) atau gangguan jiwa (misalnya ASD), perilaku tersebut dapat dikategorikan pica jika benda yang dikonsumsi berbahaya dan membutuhkan investigasi atau penanganan medis lebih lanjut.
Baca juga: Ikuti 10 Cara ini untuk Penuhi Gizi Seimbang

 

Terdapat beberapa dampak kesehatan dari perilaku ini, di antaranya:

  • Gangguan mekanis pada saluran pencernaan, seperti penyumbatan oleh material yang tidak dapat dicerna oleh usus.

  • Perforasi (timbulnya lubang) pada saluran pencernaan, yang disebabkan oleh material yang cukup tajam dan tidak dapat dicerna tubuh.

  • Infeksi, seperti toxoplasmosis dan toxocariasis, dapat terjadi akibat mengonsumsi feses atau tanah.

  • Keracunan, seperti keracunan logam berat akibat mengonsumsi cat yang mengandung timbal.

 

Sampai saat ini, belum ada cara yang spesifik untuk mencegah terjadinya pica. Tetapi memperhatikan kebiasaan makan dan supervisi dari orang tua kepada anak-anak yang memiliki kecenderungan memasukkan benda-benda ke dalam mulutnya dapat mendeteksi gangguan makan ini sebelum komplikasi terjadi.