Pada 18 Agustus 2018 kemarin, resmi dimulai perhelatan olahraga paling akbar di Asia, yakni Asian Games 2018. Di tahun ini, Indonesia menjadi tuan rumahnya. Pertandingan pun akan dilakukan di dua kota, yaitu di Jakarta dan Palembang.

 

Kemeriahan Asian Games tentunya sudah mewabah ke seluruh Indonesia. Mungkin Kamu juga salah satu orang yang sangat antusias menantikan pertandingan-pertandingan di Asian Games ini, terutama kiprah para atlet kebanggaan Indonesia.

 

Berbicara mengenai acara olahraga termasuk Asian Games, salah satu hal yang menarik untuk dikupas adalah mengenai penggunaan doping di kalangan para atlet. Tahukah Kamu kalau banyak obat-obatan yang sering digunakan sebagai doping, lho! Sebenarnya, apakah itu doping? Apa saja yang dikategorikan sebagai doping? Dan mengapa doping dilarang digunakan oleh para atlet yang berlaga di pertandingan olahraga?

 

Apa itu doping?

Merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, doping adalah penggunaan zat dan/atau metode terlarang untuk meningkatkan prestasi olahraga.

Baca juga: 5 Cabang Olahraga di Asian Games yang Asing di Telinga

 

Mengapa penggunaan doping dilarang?

Penggunaan doping dilarang dalam olahraga karena memanipulasi performa seorang atlet. Dengan demikian, dapat merusak misi fair play dalam olahraga. Tidak hanya di Indonesia saja, pelarangan penggunaan doping berlaku di seluruh dunia.

 

World Anti-Doping Agency atau WADA adalah sebuah organisasi internasional yang memiliki misi untuk membebaskan dunia olahraga di seluruh dunia dari praktek penggunaan doping. Untuk menjalankan tugas pengawasan doping dalam olahraga, pemerintah Indonesia membentuk sebuah lembaga yang bernama Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI). LADI bertugas melakukan kegiatan dan program antidoping di Indonesia, lalu mengomunikasikan hasilnya kepada WADA.

 

 

Obat-obatan apa saja yang termasuk doping?

Sesuai dengan pengertian doping menurut Undang-Undang yang disebutkan di atas, doping dapat berupa penggunaan zat dan/atau metode yang dilarang. Sehingga ada dua komponen doping dalam olahraga, yakni penggunaan zat serta metode tertentu. Pada tulisan kali ini, yang akan dibahas hanya mengenai penggunaan zat-zat tertentu untuk tujuan doping.

 

Merujuk pada situs resmi World Anti-Doping Agency, ada 6 kategori zat (substances) yang dilarang penggunaannya dalam olahraga, baik itu saat kompetisi ataupun di luar kompetisi. Kategori zat pertama adalah agen anabolik, termasuk agen anabolik steroid (AAS).

 

Steroid anabolik adalah obat yang meniru efek testosteron, hormon yang berperan dalam pembentukan otot pada pria. Dalam dunia medis, zat anabolik steroid digunakan pada beberapa kondisi kelainan hormon, seperti delayed puberty atau pada pasien-pasien kanker dan AIDS yang mengalami kehilangan massa otot karena penyakitnya. Namun pada dunia olahraga, zat anabolik steroid ini sering kali disalahgunakan untuk pembentukan otot atlet. Dengan demikian, dapat meningkatkan performa fisik atlet tersebut.

 

Kategori kedua adalah hormon peptida, growth factors, dan zat lain yang berkaitan. Termasuk di dalamnya adalah agen pembentuk eritrosit atau sel darah merah (erythropoietin stimulating agent). Pada kondisi medis, obat ini digunakan untuk pasien yang membutuhkan stimulasi pembentukan sel darah merah, misalnya pada pasien gagal ginjal.

 

Dalam kasus doping, obat ini digunakan untuk menambah jumlah sel darah merah yang mengangkut oksigen dalam tubuh. Jadi, diharapkan mampu meningkatkan asupan oksigen. Kategori ini juga termasuk faktor-faktor pertumbuhan alias growth factors, yang dimaksudkan untuk memodulasi pembentukan otot, tendon, vaskularisasi, dan penggunaan energi di level selular.

Baca juga: Serunya Nonton Asian Games Bareng si Kecil!

 

Kategori berikutnya adalah obat golongan beta-2 agonis, misalnya salbutamol, fomoterol, dan terbutaline. Pada kondisi medis, obat golongan ini digunakan pada terapi asma dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK). Sedangkan pada kasus doping, obat-obatan ini dimaksudkan untuk membuka jalan napas. Jadi, dapat meningkatkan performa pernapasan. Atlet yang menggunakan obat ini untuk terapi asma dan PPOK harus mengisi formulir khusus untuk mengklarifikasi pada saat pemeriksaan doping.

 

Kategori keempat adalah modulator hormon dan metabolik, contohnya exemestane, letrozole, dan tamoxifen. Tahukah Kamu, pada kondisi medis, obat-obatan tersebut digunakan untuk terapi kanker payudara, lho! Namun pada kasus doping, efek supresi estrogen dari obat-obatan inilah yang dimanfaatkan.

 

Efek ini dimanfaatkan antara lain untuk meningkatkan fitur maskulin pada atlet wanita. Atlet pria juga menggunakan doping golongan ini lho, yaitu untuk mengurangi efek samping gynecomastia (pembesaran payudara pada pria), karena penggunaan doping golongan anabolic steroid (kategori 1) tadi.

 

Kategori kelima adalah obat diuretik, seperti furosemide, spironolakton, dan hydrochlorthiazide. Pada kondisi medis, obat-obatan ini digunakan pada beberapa kondisi yang berkaitan dengan jantung dan pembuluh darah. Misalnya pada kasus gagal jantung atau hipertensi.

 

Obat-obatan ini bekerja menginduksi pengeluaran air melalui urine. Pada kasus doping, obat-obatan golongan ini digunakan untuk mengurangi bobot badan dan membuang sisa-sisa obat doping lain lewat urine, sehingga tidak terdeteksi pada saat pemeriksaan.

 

Kategori lain yang disebut kategori S0 oleh WADA mencakup semua zat yang belum memiliki izin edar (non approved substances), misalnya obat yang masih berada dalam tahap pengujian.

 

Gengs, itulah dia keenam golongan zat yang dilarang penggunaannya sebagai doping dalam olahraga, baik saat kompetisi maupun di luar kompetisi. Kebanyakan obat-obat tersebut memang tersedia untuk kondisi medis tertentu, tetapi sering kali disalahgunakan sebagai doping untuk meningkatkan prestasi olahraga. Semoga Asian Games 2018 kali ini bebas dari doping ya, Gengs! Salam sehat dan salam fair play!

Baca juga: Inilah 7 Fakta Penting seputar Asian Games 2018

 

Olahraga untuk Menurunkan Tekanan Darah - GueSehat.com