Pneumonia masih menjadi penyebab kematian balita nomer satu di Indonesia, lebih banyak dibandingkan diare. Di dunia pneumonia menyebabkab kematian >800.000 balita setiap tahunnya atau lebih dari 2000 kasus per hari. Bagaimana mengenali gejala pneumonia pada anak?

 

Beban Pneumonia pada Balita 

Sekitar 80% kematian akibat penumonia pada anak terjadi pada usia di bawah dua tahun. Kasus kematian akibat pneumonia banyak terjadi di negara berkembang seperti Asia Tenggara dan Afrika. Pada tahun 2018, terdapat 19.000 balita meninggal karena pneumonia. Artinya lebih dari dua anak meninggal setiap jam akibat pneumonia.

 

Pneumonia adalah peradangan pada jaringan paru yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur. Bakteri penyebab pneumonia yang tersering adalah pneumokokus (Streptococcus pneumonia) dan Hib (Haemofilus influenza tipe B).

 

Virus penyebab pneumonia tersering adalah respiratory syncytial virus (RSV), selain virus influenza, rhinovirus, dan virus campak (morbili) yang dapat menyebabkan komplikasi pneumonia. Selebihnya penyebab pneumonia adalah infeksi jamur.

 

Baca juga: 5 Fakta tentang Pengobatan Pneumonia

 

Gejala Pneumonia pada Anak

DR. Dr. Nastiti Kaswandani, Ketua UKK Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan, sebenarnya orangtua dapat dengan mudah mengenali gejala pneumonia, karena gejalanya yang khas.

 

“Gejala pneumonia pada anak yang khas adalah napas cepat, sesak napas dan ada tarikan dinding dada ke dalam,” jelasnya dalam acara Seminar memperingari Hari Pneumonia Sedunia di Gedung IDAI, di Jakarta, 4 Desember lalu.

 

Sebelum terjadi penumonia, biasanya anak akan mengalami gejala mirip flu atau selesma berupa batuk, pilek, dan demam. Ketika gejala ini tidak kunjung sembuh dan mulai terjadi peningkatan laju napas, hingga sesak napas berat, orangtua harus segera membawa anak ke dokter. “Napas cepat (takipnu) merupakan tanda dan gejala pneumonia yang penting!” tegas dr. Nastiti.

 

Oleh tim dokter atau tenaga medis biasanya balita atau bayi yang sakit dengan gejala napas cepat ini akan dihitung frekuensi napasnya. Namun untuk meningkatkan kewaspadaan, orang tua bisa juga menghapal laju napas normal pada bayi dan ballita berikut ini:

 

  • Bayi usia kurang dari 2 bulan: lebih atau sama dengan 60 kali per menit

  • Bayi usia 2 - 12 bulan: 50 kali per menit

  • Usia 1-5 tahun : 40 kali per menit.

 

Selain napas cepat, balita dengan pneumonia sering menunjukkan gejala lain berupa gelisah, tidak mau makan/minum, sianosis (kebiruan pada bibir), kejang, hingga penurunan kesadaran.

 

Baca juga: Kenali Gejala Pneumonia pada Bayi dan Anak

 

Pneumonia Bisa Dicegah dengan Imunisasi

Faktor risiko penumonia adalah adalah ASI ekslusif yang kurang, gizi buruk yang berdampak pada daya tahan tubuh, infeksi HIV, tidak mendapatkan imunisasi, berat badan lahir rendah, prematur, dan paparan polusi dalam rumah seperti merokok, dan lingkungan yang padat. Di Indonesia 63% kematian akibat pneumonia disebabkan gizi buruk.

 

Prof. Dr. Cissy B. Kartasasmita, Ketua Satgas Imunisasi memaparkan bahwa pneumonia bisa dicegah dengan imunisasi, terutama imunisasi yang terkait dengan penumonia, yakni campak, pertusis, Hib dan pneumokokus (PCV.

 

“Seluruh imunisasi ini telah masuk ke program imunisasi nasional. Khusus PCV belum masuk program, namun sejak 2017 Kementerian Kesehatan telah merintis program imunisasi PCV untuk seluruh anak Indonesia. Pemberian vaksin Hib dan PCV dapat menurunkan kejadian pneumonia pada balita hingga 49%,” jelas Prof. Cissy.

 

Imunisasi bukan satu-satunya cara mencegah pneumonia. Secara umum ada lima langkah sederhana lainnya untuk mencegah pneumonia, disingkat STOP Pneumonia, yaitu

  1. S: Susu ibu diberikan hingga umur dua tahun.

  2. T: Tuntaskan imunisasi

  3. O: Obati dengan Tuntas

  4. P: Penuhi kebutuhan gizi 

 

Baca juga: Usia Si Kecil Sudah 2 Bulan? Jangan Lupa Imunisasi PCV!