Kehamilan yang sehat sebaiknya direncanakan. Persiapan kehamilan meliputi pemeriksaan kesehatan ibu dan ayah sejak dini, hingga persiapan biaya perawatan kehamilan dan persalinan. Biaya pemeriksaan kehamilan dan melahirkan itu tidak murah. Setiap bulan ibu hamil harus mengeluarkan biaya untuk periksa dokter kandungan atau bidan.

 

Selain biaya untuk pemeriksaan rutin, ibu hamil juga perlu mempersiapkan biaya persalinan yang kadang tidak terduga. Misalnya, tiba-tiba harus operasi caesar atau bayi harus dirawat di NICU. Tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

 

Hadirnya BPJS Kesehatan sejak 2014 lalu, menjadi angin segar bagi seluruh masyarakat indonesia. Dengan adanya program ini, ibu hamil pun termasuk kelompok yang bisa memperoleh pelayanan kesehatan gratis.

 

Teman Bumil bekerja sama dengan Populix mengadakan survei secara online untuk mengetahui sejauh mana ibu hamil memanfaatkan pelayanan kehamilan dengan BPJS Kesehatan. Survei dilakukan selama seminggu di bulan September 2021 dan ada 1.500 lebih partisipan yang mengisi, namun yang bisa diolah datanya hanya 955 responden.

 

Sebagian besar peserta survei adalah ibu muda yang memiliki balita (58%) atau tengah hamil anak pertama (48%). Dari seluruh responden, ternyata cukup banyak yang sudah memanfaatkan layanan kehamilan dengan BPJS yakni 67%, namun sebanyak 33% ibu lainnya tidak menggunakan BPJS kesehatan.

 

Sebagian besar responden sudah menjadi peserta BPJS sejak sebelum hamil. Angkanya mencapai 75%. Namun, ada 15% baru menjadi peserta BPJS setelah menikah, dan 9% memutuskan menjadi peserta BPJS setelah dinyatakan hamil. Jenis kepesertaan BPJS terbanyak adalah pekerja penerima upah (45%), disusul 34% peserta mandiri, dan 21% peserta penerima iuran bantuan (PPBI). Adapun jenis pelayanan yang paling dimanfaatkan adalah pemeriksaan kehamilan rutin atau perawatan antenatal.

 

 

Baca juga: Hore, BPJS Kesehatan Menanggung Terapi Tumbuh Kembang Anak!
 

Pelayanan Kehamilan yang Ditangguang BPJS

Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma’ruf menjelaskan, BPJS Kesehatan melayani semua jenjang pemeriksaan ibu hamil, mulai dari pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC), prenatal care (PNC), dan layanan persalinan. Alur layanannya sesuai dengan jenjang rujukan yaitu pemeriksaan antenatal care harus dilakukan di Fakses Tingkat Pertama. Jika ada penyulit, maka ibu hamil akan dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas lengkap baik tipe C maupun tipe B. Meski demikian faktanya tidak selalu begitu.

 

Beberapa ibu hamil hanya menggunakan layanan BPJS kesehatan untuk persalinan saja. Seperti pengalaman Manda, ibu 3 anak yang tinggal di Jakarta Barat. Manda melahirkan secara caesar dari tiga kali kehamilannya dengan biaya BPJS Kesehatan. Ia hanya memeriksakan kehamilannya sekali di Puskesmas untuk mendapatkan rujukan ke Faskes Lanjutan. Untuk pemeriksaan kehamilan ia lebih memilih ke dokter spesialis obgin di praktek swasta.

 

Menurut Iqbal, hal itu boleh-boleh saja. “Selama ibu hamil tersebut berstatus peserta JKN-KIS aktif dan mengikuti prosedur serta ketentuan yang berlaku saat memperoleh layanan kesehatan di fasilitas kesehatan, baik di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) atau rumah sakit,” jelasnya.

 

Rujukan, Operasi Caesar, dan Biaya Tambahan

Menurut buku Panduan Praktis Pelayanan dan Kebidanan BPJS, persalinan normal diutamakan dilakukan di Faskes Pertama baik itu Puskesmas, Puskesmas PONED, Klinik, Dokter praktik perorangan beserta jejaringnya, Poskesdes, Bidan desa, dan Bidan praktik Mandiri. Namun, ibu hamil dapat dirujuk ke faskes rujukan tingkat lanjutan jika mengalami kondisi gawat darurat.

 

Pasien boleh memilih rumah sakit mana sebagai rujukan setelah diberikan pilihan oleh Faskes Pertama. RS PELNI adalah salah satu rumah sakit swasta tersibuk di Jakarta. Sembilan puluh persen pasien RS PELNI adalah pasien BPJS. Rumah sakit di kawasan Petamburan, Jakarta Barat, inipun banyak dipilih oleh ibu hamil peserta BPJS sebagai rujukan untuk persalinan.

 

Dijelaskan dr. Adi Sukrisno SpOG, FMAS, dokter kebidanan dan kandungan yang berpraktik di RS PELNI Jakarta, rata-rata dalam sehari RS PELNI menerima rujukan baru pasien ibu hamil sekitar 5 pasien. Sebagian besar dirujuk karena komplikasi kehamilan. Sedangkan total pasien rujukan ibu hamil peserta BPJS, baik pasien lama maupun baru mencapa 40% dalam sehari.

 

Pasien dirujuk karena memiliki kehamilan risiko tinggi. “Misalnya melahirkan normal per vaginam pasca caesar atau VBAC, kehamilan postmature atau sudah lewat due date, kelainan letak janin, atau karena ada patologis kehamilan seperti riwayat diabetes kehamilan, ibunya hipertiorid, ibu hamil dengan mata minus tinggi, skoliosis, dan masih banyak lagi,” jelas dr. Adi.

 

Berdasarkan temuan Teman Bumil di survei, sekitar 42% ibu hamil yang menggunakan BPJS Kesehatan selama pemeriksaan antenatal, terpaksa harus dirujuk ke faskes lanjutan karena komplikasi kehamilan dan harus menjalani persalinan caesar.

 

Menurut dr. Adi, persalinan dengan caesar peserta BPJS semua gratis, bahkan untuk kasus yang sangat kompleks seperti solusio placenta (plasenta lepas), perdarahan pasca melahirkan, atau preeklampsia.

 

Masih dari survei yang sama, memang ada sebagian ibu hamil yang harus mengeluarkan biaya tambahan di luar biaya yang ditanggung BPJS Kesehatan. Tambahan biaya pengeluaran terbanyak adalah untuk pemeriksaan USG disusul pembelian obat atau vitamin,

 

“Sebenarnya kalau hanya USG dasar semua sudah ditanggung BPJS. Namun memang BPJS tidak menanggung USG 4 Dimensi yang bisa melihat wajah bayi, atau vitamin dan obat yang di luar coverage BPJS,” jelasnya.

 

 

Baca juga: BPJS Kesehatan Jamin Biaya Pemeriksaan Kehamilan, Melahirkan, hingga Pasca-persalinan
 

Adminitrasi Panjang Menjadi Alasan Ibu Hamil Tidak Menggunakan BPJS Kehamilan

Dari hasil survei Teman Bumil ditemukan bahwa 33% ibu hamil belum menggunakan BPJS Kesehatan. Alasannya, merasa lebih nyaman melakukan pemeriksaan mandiri di rumah sakit dan bisa memilih dokter kandungan sendiri.

 

Ibu hamil yang tidak memanfaatkan BPJS Kesehatan juga memiliki alasan lain. Selain belum menjadi peserta BPJS karena berbagai alasan, sistem administrasi yang panjang dan malas antri, juga menjadi alasan mereka enggan menggunakan BPJS Kesehatan.

 

Menurut Iqbal, alasan adminitrasi berbelit bisa jadi pasien tidak memahami sepenuhnya layanan BPJS.

 

Ibu hamil hanya perlu membawa kartu BPJS Kesehatan ketika mengakses layanan di faskes tingkat pertama. Jika perlu mendapatkan pelayanan spesialistik, maka dokter faskes tingkat pertama akan memberikan rujukan sesuai kebutuhan medis pasien. Saat ini kami telah mengalihkan sejumlah layanan konvensional ke layanan digital. Pengalihan layanan ini diharapkan kian memudahkan peserta JKN-KIS, termasuk ibu hamil, dalam menyelesaikan urusan administrasi JKN-KIS maupun memperoleh layanan kesehatan,” jelasnya.

 

Sementara menurut dr. Adi, pihak rumah sakit memang kerap menerima pasien dadakan dengan kondisi gawat karena terkendala prosedur rujukan yang panjang. “Banyak pasien BPJS terkendala prosedur karena dari puskesmas harus dirujuk dulu ke rumah sakit Tipe C, jika tidak bisa dilakukan di sana baru dirujuk lagi ke rumah sakit tipe B. Ini yang kadang-kadang membuat pasien datang terlambat,” jelas dr. Adi.

 

Padahal, semakin dini pasien ibu hamil dengan komplikasi ditangani, maka peluang ibu dan janinnya selamat tentu lebih besar. “Angka kesintasan operasi caesar yang direncanakan, tentu lebih baik daripada operasi yang mendadak,” ungkap dr. Adi.

 

Terlepas dari kekurangannya, baik dokter maupun pasien sepakat bahwa BPJS Kesehatan sangat membantu ibu hamil, terutama untuk kehamilan dengan penyulit. Saat ini, biaya persalinan caesar di kota besar seperti Jakarta tidak murah, berkisar 10-25 juta rupiah. Sekitar 10% responden Teman Bumil mengaku mengeluarkan biaya lebih dari 15 juta rupiah untuk persalinan caesar yang dibayar dari kantong sendiri.

 

Karena manfaat ini, klaim pelayanan kebidanan BPJS terus meningkat. Data BPJS Kesehatan menunjukkan, klaim dari Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) periode 2020 untuk tindakan operasi caesar mencapai 5,3 miliar rupiah, dengan jumlah pasien 961.915. Angka ini menunjukkan tren peningkatan dibandingkan periode tahun 2017-2019.

 

Iqbal mendorong ibu hamil rajin memeriksakan kehamilannya sesuai rekomendasi dokter yang merawatnya agar kesehatan ibu dan bayinya dapat dimonitor dengan baik. Karena pemeriksaan antenatal sangat penting untuk kesehatan dan keselamatan ibu dan janinnya, sehingga mengurangi risiko komplikasi, dan tentu saja beban BPJS Kesehatan.

 

Dr Adi berpesan, meskipun semua biaya sudah dibebankan ke BPJS Kesehatan, ibu hamil tetap disarankan menabung. “Biaya kesehatan tidak berhenti sampai persalinan selesai, namun ada biaya perawatan bayi, biaya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu agar ASInya lancar, biaya perlengkapan bayi, dan lain-lain,” pungkasnya.

 

 

Baca juga: Inilah Fakta Seputar BPJS Kesehatan yang Belum Kamu Ketahui!