Penyakit

Bell's Palsy

Deskripsi

Bell’s palsy adalah suatu gejala klinis mononeuropati (gangguan hanya pada satu saraf) dimana terjadi kelumpuhan atau melemahnya salah satu bagian otot wajah yang bersifat sementara, yang disebabkan karena adanya gangguan pada saraf no.7 (saraf fascialis) yang berfungsi untuk mengatur pergerakan otot wajah dan kelopak mata. Selain itu, serabut saraf ini terhubung ke kelenjar ludah dan pendengaran. Kondisi ini menyebabkan perubahan pada salah satu sisi dari wajah, sehingga akan terlihat “melorot”. Namun demikian, Kondisi ini tidak berdampak kepada kinerja otak atau bagian tubuh lainnya. Bell’s palsy sering juga disebut dengan kelumpuhan wajah.

 

Baca juga: Waspada Gejala Kerusakan Saraf akibat Neuropati Diabetes

Pencegahan

Pada dasarnya, penyebabkan utama kondisi Bell’s palsy belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu, tindakan pencegahan yang dilakukan, bukanlah suatu tindakan pencegahan spesifik. Tindakan pencegahan yang dilakukan pada prinsipnya adalah mempertahankan aliran darah yang lancar pada area wajah, dan menjaga kondisi otot wajah.

 

Berikut beberapa tindakan pencegahan agar terhindar dari kondisi Bell’s palsy:
a. Menerapkan pola hidup sehat dan melakukan vaksin agar terhindar dari infeksi virus dan bakteri seperti Herpes simplex, Varicella zoster, yang meningkatkan resiko kondisi Bell’s palsy.
b. Hindari paparan udara yang terlalu dingin dari penggunaan AC secara berlebihan karena dapat mengganggu aliran darah. Hal ini khususnya bagi seseorang yang sudah pernah mengalami kondisi Bell’s palsy sebelumnya.
c. Menggunakan masker saat berkendaraan motor. Paparan angin dan rasa dingin yang menerpa wajah dapat mengganggu kesehatan aliran darah dan menurunkan fungsi otot secara perlahan, khususnya bagi seseorang yang sudah pernah mengalami kondisi Bell’s palsy sebelumnya.
d. Hindari posisi tidur tanpa alas yang memungkinkan wajah bersentuhan langsung dengan lantai. Permukaan lantai yang dingin dapat mempengaruhi aliran darah dan otot wajah.
e. Hindari kebiasaan mandi pada malam hari dengan menggunakan air dingin yang menghambat aliran darah dan mempengaruhi otot wajah.
f. Menghindari faktor resiko seperti tekanan darah tinggi dan diabetes

Gejala

Gejala Bell’s palsy yang muncul dapat berbeda-beda dari tiap individu dan dapat terjadi secara tiba-tiba (mendadak). Hal ini karena daya tahan seseorang dapat berbeda-beda satu sama lain. Seseorang dapat merasa baik-baik saja sebelum tidur malam, namun keesokan paginya, sudah terjadi kelumpuhan pada otot wajah. Namun, ada juga yang merasakan nyeri pada bagian belakang telinga 1-2 hari sebelum terjadinya kelumpuhan otot wajah atau penurunan pendengaran.


Adapun gejala-gejala yang mungkin terjadi pada kondisi Bell’s palsy antara lain:
- Tidak dapat menutup mata atau berkedip
- Air mata keluar lebih banyak atau sebaliknya, air mata berkurang sehingga mata menjadi kering.
- Mengeluarkan air liur berlebih
- Kesulitan untuk menguyah makanan, minum, tersenyum, dan berbicara
- Penurunan sensitivitas indra pengecap terhadap rasa
- Berkedut pada bagian wajah
- Nyeri atau kebas pada bagian belakang telinga
- Sensitif terhadap suara
- Bentuk mulut dan mata menjadi asimetris


Perlu diketahui juga bahwa gejala yang muncul pada kondisi Bell’s palsy dapat terjadi hanya pada satu sisi bagian wajah saja. Kelumpuhan atau pelemahan otot wajah pada umumnya akan mencapai puncaknya dalam 2-3 hari. Namun, akan mengalami perbaikan pada beberapa minggu setelahnya. Pada umumnya, proses recovery akan berlangsung dalam kurun waktu 3 bulan atau lebih lama pada seseorang yang sudah pernah mengalami kondisi Bell’s palsy sebelumnya. Kondisi Bell’s palsy ini dapat juga bersifat permanen, namun kondisi ini jarang terjadi. Umumnya gejala yang muncul tidak berbahaya, namun bisa menjadi keluhan yang serius ketika gejala tersebut tidak ditangani secara tepat.

 


Komplikasi yang akan muncul dapat berupa:
a. Gangguan mata Bell’s palsy yang berdampak terhadap kondisi mata, menyebabkan muncul komplikasi gangguan pada jaringan mata, meliputi nyeri bola mata, gangguan penglihatan,dan mata keruh.
b. Gangguan rongga mulut. Komplikasi Bell’s palsy pada rongga mulut dapat meliputi kesulitan mengunyah makanan, tidak bisa minum, kesulitan berbicara. Pada kondisi Bell’s palsy, umumnya bentuk mulut pasien akan miring menyerupai gejala stroke, namun demikian kondisi ini bukan merupakan kondisi stroke.
c. Gangguan otot wajah. Kondisi Bell’s palsy menyebabkan terjadinya pelemahan otot wajah sehingga wajah sering berkedut dan tidak mampu menopang wajah pada posisi yang seharusnya. Hal ini menyebabkan wajah akan melorot sebelah. Penurunan status gizi Komplikasi kondisi Bell’s palsy yang berdampak pada indra pengecap menyebabkan penurunan sensitifitas lidah untuk merasakan rasa. Kondisi ini berhubungan dengan penurunan berat badan dan status gizi seseorang yang disebabkan adanya penurunan nafsu makan.

Penyebab

Sampai saat ini, penyebab pasti terjadinya kondisi Bell’s palsy belum dapat diketahui secara pasti. Pada kasus Bell’s palsy, gangguan pada saraf fascialis ini mengakibatkan tidak dapat mengatur impuls motorik kepada otot karena tersumbat akibat pembengkakan. Akibatnya otot-otot pada organ yang langsung berhubungan dengan saraf tersebut menjadi tidak berfungsi dan organ pun menjadi lumpuh.
Kondisi ini muncul akibat serangan dari beberapa virus dan bakteri tertentu, diantaranya:
1. Herpes simplex Penyakit ini disebabkan karena adanya infeksi herpes genetikal tipe 1 (HSV-1) dan tipe 2 (HSV-2). Penyakit herpes simplex seringkali muncul akibat hubungan seksual yang tidak aman atau karena seseorang tidak mampu menjaga kebersihan organ reproduksinya. Infeksi virus HSV ini merupakan penyebab terbesar terjadinya bell’s palsy.
2. Herpes zoster
3. Varicella-zoster
4. Epstein barr (monosit)
5. Adenovirus
6. Cytomegalovirus
7. Campak jerman (rubella)
8. Penyakit sifilis
9. Penyakit lyme
10. HFMD (Coxsackievirus)
11. Gondok
12. Influenza (flu B)

 


Munculnya kondisi Bell’s palsy tidak hanya dipicu faktor tunggal infeksi virus dan bakteri tersebut, terdapat faktor resiko lain yang meningkatkan kemungkinan terjadinya Bell’s palsy, antara lain:
1. Faktor keturunan seseorang dengan riwayat keluarga yang pernah mengalami Bell’s palsy, memiliki resiko kemungkinan terjadinya Bell’s palsy yang lebih besar. Faktor ini merupakan faktor penyebab terbesar, seseorang mengalami Bell’s palsy dalam usia muda.
2. Cedera akibat kecelakaan Bell’s palsy juga dapat disebabkan kerusakan saraf dan otot wajah yang diakibatkan karena seseorang mengalami kecelakaan dan benturan keras pada wajah yang menyebabkan rusaknya pembuluh darah dan jaringan kulit dimana terdapat banyak otot dan saraf yang juga ikut rusak.
3. Cedera akibat tindakan operasi. Selain dari akibat kecelakaan, kerusakan saraf dan otot wajah dapat disebabkan karena adanya infeksi yang muncul pascaoperasi, terutama pascaoperasi kelenjar tiroid.
4. Wanita hamil dan pasca melahirkan. Ibu hamil rentan terkena Bell’s palsy karena perubahan komposisi dari cairan ekstraseluluer dan perubahan hormon. Kondisi tersebut umumnya muncul pada usia kehamilan 6 bulan. Selain itu, tekanan darah tinggi akibat tekanan psikologis yang berkaitan dengan rasa cemas dan panik beberapa hari sebelum dan ketika masa persalinan tiba, juga dapat menjadi faktor pemicu kondisi bell’s palsy. Namun hal ini hanya bersifat sementara dan dapat pulih dengan sendirinya.
5. Diabetes. Peningkatan gula darah yang berlebihan adalah sumber pemicu penyumbatan aliran darah dan ketidakstabilan fungsi otot-otot tubuh termasuk pada otot wajah. Ketika otot wajah mengalami kelemahan akibat serangan virus atau bakteri maka penyakit diabetes akan memperparah kinerja otot yang sebenarnya sudah melemah.

 

Baca juga: Cegah Kerusakan Saraf Tepi dengan Vitamin Neurotopik

Diagnosis

Secara umum, tidak ada tes yang spesifik untuk menegakkan diagnosa Bell’s palsy. Umumnya diagnosa Bell’s palsy ditegakkan bila pasien sudah mengalami gejala-gejala klinis yang menunjukkan adanya kondisi Bell’s palsy. Penegakan diagnosa Bell’s palsy, biasanya dilakukan dengan beberapa pemeriksaan berikut:
- Pemeriksaan fisik, stabilitas fungsi otot dan saraf saraf sekitar wajah
- Memeriksa dan menanyakan secara detil tentang riwayat gejala penyakit pasien jika memang ada.
- Mengajukan beberapa tes dengan penggunaan elektromiografi, X-rays, CT-scan atau MRI guna mengetahui apakah Bell’s palsy masih dalam tahap gejala atau sudah menuju kondisi yang lebih serius.

Penanganan

Pada kondisi Bell’s palsy yang ringan, gejala klinis yang muncul ada berangsur-angsur berkurang dengan sendirinya dalam beberapa minggu. Sampai sejauh ini,pengobatan yang dilakukan tidak bertujuan untuk menghentikan kondisi Bell’s palsy. Jika pada kasus Bell’s palsy yang dipicu karena adanya infeksi HSV 1 atau HSV 2 (herpes simplex) atau shingles (herpes zoster), maka dokter akan memberikan pengobatan antiviral seperti acyclovir. Namun dalam beberapa penelitian, terapi yang diberikan tidak mengurangi gejala Bell’s palsy tersebut.

 

Selain dari terapi antiviral, dapat juga diberikan terapi kortikosteroid seperti prednisone. Adapun tujuan dari terapi ini adalah untuk mengurangi pembengkakan pada saraf wajah yang dimungkinkan dapat membantu mempercepat proses perbaikan gejala Bell’s palsy. Hal lain yang tidak kalah penting diperhatikan selama proses terapi adalah memperhatikan kondisi mata karena adanya probabilitas komplikasi gangguan mata pada kondisi Bell’s palsy. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan masker mata atau tetes mata untuk menjaga kelembapan kondisi mata.

 


Selain terapi farmakologi dengan obat-obatan, dokter dapat juga merekomendasikan untuk melakukan pemijatan pada area wajah untuk memperlancar aliran darah dan relaksasi otot wajah. Pada beberapa kasus yang jarang terjadi, jika tidak terjadi perbaikan gejala klinis Bell’s palsy, maka dapat dilakukan operasi untuk mengurangi tekanan pada saraf sekitar wajah.

 

Baca juga: Cara Mengatasi Nyeri Saraf Diabetes

Direktori

    Pusat Kesehatan

      Selengkapnya
      Proses...