Umat muslim sudah pasti sangat mengenal dengan istilah halam dan haram. Di bulan puasa ini, yuk mengenal lebih dalam bagaimana sebuah produk dinyatakan halal. Ternyata persyaratan untuk mendapat sertifikat halal bukan hal mudah, lho! Setidaknya ada 11 persyaratan yang harus dipenuhi.

 

Payung hukum Jaminan Produk Halal adalah sertifikat Halal yakni berdasarkan UU Sertifikasi Halal, UU no 33 tahun 2013. Proses sertifikasi halal dimulai dengan mendaftarkan produk ke LPPOM MUI secara daring.

 

“Setelah lengkap, akan dijadwalkan audit ke lapangan untuk melihat bahan, proses dan sistemnya,” terang Dr. Lukmanul Hakim, M.Si Ketua LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian (Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia). Ketua LPPOM MUI berbicara dalam diskusi bertema “Beyond Halal” yang diselenggarakan pasta gigi Sasha, di Jakarta, 9 Mei 2019.

 

Setelah inspeksi lapangan, lanjut Lukmanul, maka hasilnya akan dibawa dan dibahas dalam rapat auditor. Jika lolos maka dibuat rekomendasi ilmiah yang kemudian diajukan ke Komisi Fatwa MUI. “Baru kemudian ditetapkan halal atau tidak berdasarkan rekomendasi LPPOM MUI,” jelas Lukmanul.

 

Kualitas label halal pun ada jenjangnya, yaitu grade A, B dan C, berdasarkan penilaian LPPOM MUI. “Hanya grade A dan B yang kami bawa ke Majelis Fatma MUI,” jelas Lukmanul.

 

Baca juga: Bingung Vaksin Haram atau Halal? Baca Dulu Penjelasan di Bawah Ini!

 

Apa itu Sistem Jaminan Halal?

Selain memastikan bahan, proses dan lingkungannya yang bebas dari bahan haram, untuk memastikan produk dicap halal, juga harus berkelanjutan. Perusahaan atau produsen harus memiliki Sistem Jaminan Halal (SJH).

 

Sistem Jaminan Halal ini adalah sebuah sistem untuk menjamin kesinambungan proses produksi halal secara konsisten. Lukmanul memberikan contoh, pasta gigi Sasha dari PT Kino Tbk, selama 3 tahun berturut-turut mendapatkan sertifikasi halal Grade A, sekaligus berhasil mendapatkan Sistem Jaminan Halal.

 

Ini adalah tingkatan yang bukan hanya berhasil membuktikan produk tersebut bebas dari material haram, namun setidaknya sudah memenuhi 11 kriteria yang lebih komprehensif untuk Sistem Jaminan Halal,” ujar Lukman.

 

Baca juga: Cat Kuku Bersertifikat Halal Pertama di Dunia

 

Mengapa Harus Produk Halal?

Syifa Fauziah, Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) menjelaskan bahwa bagi umat Muslim, tentu akan terasa makin nyaman saat menggunakan produk sehari-hari yang halal. “Hadits Nabi menyatakan bahwa batas antara halal dan haram itu jelas. Yang subhat (tidak jelas) sebaiknya ditinggalkan,” ujarnya.

 

Namun masyarakat masih banyak yang belum familiar soal halal-haram dari produksi atau barang buatan pabrik. “Banyak yang masih berdasarkan kriteria, yang penting tidak mengandung babi atau alkohol, dan menganggap itu sudah cukup,” ucap Syifa.

 

Padahal tidak sesederhana itu. Tiap bahan yang digunakan haruslah tidak mengandung bahan yang tidak halal, dan prosesnya pun terjamin, tidak ada kontaminasi. Yang harus jadi pedoman adalah sistem pembuatannya, dari hulu hingga hilir.

 

“Tujuannya adalah agar umat muslim akan semakin tenang, dengan menggunakan produk yang sudah memiliki sertifikat jaminan halal,” jelas Syifa.

 

Brand Manager Sasha Danti Nastiti mengungkapkan, pasta gigi Sasha tidak hanya memiliki functional benefit, tapi juga emotional benefit. Sifatnya seperti spiritual benefit untuk konsumen, mengingat siwak yang terdapat dalam pasta gigi ini, adalah bahan yang disunahkan oleh Rasul.

 

Saat mengembangkan produk ini, kami percaya bahwa sunah pasti ada alasannya. Ternyata memang menurut WHO, siwak membantu menjaga kebersihan gigi dan mulut. Memasukkan siwak dalam pasta gigi memberikannya nilai beyond halal,” tutur Danti. (AY)

 

Baca juga: Ternyata Siwak Diakui Dapat Menjaga Kesehatan Gigi di Berbagai Negara