Beberapa waktu yang lalu media sosial sempat heboh dengan percobaan mi instan yang dilarutkan dengan sebuah produk antiseptik. Setelah dicampurkan, larutannya pun berwarna warna menjadi ungu.

 

Menurut tulisan di dalam caption fotonya, hal tersebut membuktikan kalau mi instan mengandung amilum yang tinggi. Ini berbahaya karena dapat menyebabkan diabetes mellitus, penyakit jantung, dan sebagainya. Benarkah demikian?

 

Saya yakin Geng Sehat punya banyak pertanyaan seputar mi instan. Misalnya apakah mi instan aman dikonsumsi, apakah mi instan mengandung lilin, apakah kuah mi instan boleh diminum, dan apakah MSG (Monosodium Glutamate) atau yang biasa disebut mecin dapat membuat anak menjadi bodoh. Mari kita bahan persoalan mi instan ini secara lebih dalam.

 

Dibuat Berdasarkan Standar Internasional

Tahukah Geng Sehat bahwa mi instan memiliki standar internasional? Pada tahun 2006, Codex Alimentarius Commission (CAC) telah menyetujui dan mengeluarkan standar baru yang disebut Codex Standard on Instant Noodles (No 249 – 2006).

 

CAC dibentuk oleh WHO dan FAO pada tahun 1962, sebagai perwakilan pemerintah yang bertugas menyusun standar pangan bagi perdagangan pangan dunia, menjamin keamanan dan mutu pangan, serta menjamin kelangsungan perdagangan internasional yang adil (international fair trade).

 

Pada tahun 2016, anggota CAC telah mewakili 97 persen jumlah penduduk dunia. Berdasarkan standar yang dikeluarkan tersebut, negara-negara anggota CAC dapat menyusun atau menyesuaikan standar bagi keperluan dalam negeri masing-masing, seperti di Indonesia dengan standar SNI mi instan (No 01-3551-2000).

 

Sebenarnya, pembuatan mi instan sama dengan pembuatan mi basah. Hanya saja, proses menjadikan mi instan menjadi mi keriting perlu sentuhan mekanis. Mi mentah yang telah dibuat (seperti pembuatan mi basah standar), dimasukkan ke dalam suatu alat konveyor khusus pembuat mi keriting.

 

Baca juga: 4 Berita Hoax Seputar Makanan yang Telah Diklarifikasi BPOM

 

Konveyor tersebut melakukan gerak bergelombang dengan kecepatan berbeda, sehingga mi menjadi keriting. Dengan membuat mi keriting, senar-senar mi dicegah agar tidak lengket dan menempel satu dengan yang lain.

 

Mi yang telah dihasilkan kemudian dikukus selama 80–90 detik dengan menggunakan uap air bertekanan 2,8 kg/cm2. Mi yang keluar dari pengukus bersifat setengah matang.

 

Setelah mi melewati pemasakan awal, mi dikeringkan dengan kipas agar cepat kering, baru dilakukan penggorengan. Penggorengan dilakukan dengan konveyor. Suhu minyak pun dibuat meningkat secara bertahap, dimulai dari suhu 140°C dan berakhir pada suhu 160°C.

 

Seluruh proses penggorengan selesai dalam waktu kurang dari 2 menit. Proses pemanasan dalam minyak tersebut mampu menguapkan air. Pada mi instan, kadar airnya maksimal sekitar 7 persen.

 

Setelah mengetahui proses pembuatan mi instan, saatnya menjawab pertanyaan-pertanyaan di awal artikel ini. Apakah mi instan aman dikonsumsi? Ya, mi instan yang diproduksi pada industri-industri besar di Indonesia aman untuk dikonsumsi.

 

Namun perlu diingat, tidak ada satu makanan pun di dunia yang dapat memenuhi seluruh zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Bila mi instan dikonsumsi terus-menerus tanpa jenis makanan lainnya, tubuh akan kekurangan zat gizi. Pasalnya, mi instan adalah sumber karbohidrat, yang lebih tepat dijadikan sebagai pengganti nasi. 

 

Benarkah Mi Instan Mengandung Lilin dan Pengawet?

Bukankah mi instan mengandung lilin, bahan pewarna, dan bahan pengawet? Hal tersebut tidaklah benar. Mi instan tidak mengandung lilin dan bahan pengawet. Proses pengawetan mi instan yang diproduksi di pabrik pada dasarnya menggunakan cara yang alami, yaitu dengan sistem pengeringan.

 

Bila kadar airnya cukup rendah, produk dengan sendirinya akan awet karena mikroba pembusuk tidak dapat berkembang biak pada kadar air tersebut. Selain itu, kadar garam dapur yang terdapat dalam mi instan dapat membantu mi instan lebih awet.

 

Mengenai zat pewarna, untuk mendapatkan warna kuning yang indah digunakan zat pewana tartrazine(CH940). Tartrazine adalah senyawa pigmen yang aman untuk makanan (food grade), yang diizinkan penggunaannya oleh Codex Alimentarius, WHO, dan Depkes RI, dan telah diakui aman untuk dikonsumsi. Dengan penambahan zat pewarna tersebut, hasil mi instan akan bewarna seragam atau homogeny, dan warnanya lebih menggugah selera.

Baca juga: 4 Zat Kimia Berbahaya yang Sering Digunakan dalam Makanan

 

Kalau mi instan tidak mengandung lilin, mengapa kadang-kadang air yang digunakan saat merebus mi instan terlihat berbusa? Dalam kondisi normal dan bila produknya baik, maka pada saat merebus tidak akan terdapat busa, hanya terdapat gelembung udara saat air sedang mendidih.

 

Tetapi bila wadah yang digunakan untuk mendidihkan air tidak bersih, misalnya ada sisa susu, susu kedelai, atau protein lain, maka akan timbul busa. Karenanya, pastikan wadah yang kamu gunakan untuk memasak mi instan benar-benar bersih ya, Geng Sehat.

 

Bagaimana dengan Bumbu Mi Instan?

Setelah paham dengan proses pembuatan mi, sekarang kita akan membahas bumbu mi instan yang tidak kalah kontroversial. Sebagian besar produk mi instan yang ada di Indonesia memang menggunakan MSG sebagai penyedap rasa.

 

MSG biasa digunakan sebagai bumbu masak atau penyedap rasa, atau dikenal dengan istilah pembangkit cita rasa (flavor enhancer). MSG murni berbentuk kristal berwarna putih, memiliki rasa sedikit asin, dan dapat menyebabkan sensasi pada mulut yang mampu menimbulkan rasa enak dan puas.

 

Selain bersifat mempertegas rasa, MSG mampu menekan munculnya rasa dan bau yang tidak dikehendaki, seperti menekan tajamnya bau bawang bombai, serta mampu menghilangkan rasa pahit dari sayuran kalengan.

 

Sebenarnya, di pasaran bebas dapat ditemukan berbagai senyawa pembangkit cita rasa yang mirip dengan MSG. Tetapi MSG lebih mendominasi pasar, karena harganya yang relatif lebih murah, mudah diperoleh, dan memang banyak membantu meningkatkan cita rasa makanan.

 

MSG secara komersial merupakan produk alami (bukan sintetik) dan dibuat melalui proses fermentasi, dengan menggunakan bahan produk alami nabati (bukan sintetik). Bahan mentah yang digunakan untuk pembuatan MSG secara massal adalah pati, gula bit, gula tebu, atau limbah industri gula tebu yang dikenal sebagai tetes tebu atau molase. Di Indonesia, sebagian besar MSG diproduksi menggunakan tetes tebu atau molase.

 

Dalam takaran konsumsi yang normal atau dalam jumlah yang lazim dikonsumsi manusia, MSG aman bagi kesehatan manusia. CAC, FDA (Food and Drugs Administration), JEFCA (Joint Expert Committee for Food Additive), Depkes RI, dan BPOM RI telah mencantumkan MSG sebagai bahan tambahan pangan yang aman.

 

Ketentuan batas konsumsi hariannya (ADI, Acceptable Daily Intake) dinyatakan not-specified, yang artinya MSG memiliki derajat keamanan yang tinggi sehingga tidak dicantumkan batas konsumsi maksimal. Konsumsi rata-rata MSG untuk orang dewasa sekitar 0,12 kg MSG/orang pertahun, sedangkan anak-anak sekolah sekitar 0,06 kg MSG/anak pertahun.

 

Menurut CAC, seseorang dengan berat badan 40 kg atau lebih masih belum terganggu kesehatannya bila mengonsumsi MSG sekitar 6 gram/hari. Menurut US-FDA (Oktober 1991), tidak ada satu pun bukti dari data hasil penelitian yang mampu meyakinkan dan mendukung hipotesis bahwa MSG yang dikonsumsi dengan kadar yang lazim dan wajar dalam makanan dapat menyebabkan kerusakan otak atau kebodohan.

 

Kembali ke cerita video di awal artikel, mi instan memang bahan makanan sumber karbohidrat. Dengan uji karbohidrat seperti di video, yang hasilnya positif atau berubah warna menjadi ungu bukan hanya mi instan.

 

Nasi, roti, tepung-tepungan, dan oatmeal hasilnya juga pasti sama seperti mi instan, karena mengandung amilum (sejenis karbohidrat). Hati-hati ya Geng Sehat, pada video yang informasinya dipelintir seakan-akan hanya mi instan yang mengandung amilum dan menyatakan bahwa zat ini berbahaya. Sekali lagi perlu ditegaskan, amilum adalah sejenis karbohidrat.

 

Karbohidrat memang berguna bagi tubuh. Namun jika mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah berlebihan dalam jangka waktu yang panjang, dampaknya adalah gemuk dan meningkatkan risiko terkena penyakit degeneratif (DM, kanker, dislipidemia, penyakit jantung koroner). Dan ini berlaku tidak hanya untuk pengonsumsian mi instan, melainkan juga termasuk nasi, roti, bihun, dan lain-lain.

 

Dari ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mi instan adalah bahan makanan sumber karbohidrat, yang baiknya diperlakukan sebagai pengganti nasi. Mi instan aman untuk dikonsumsi dan kandungan MSG dalam bumbu mi instan tidak akan menyebabkan kerusakan otak ataupun kebodohan.

 

Meski begitu, yang perlu diperhatikan dalam setiap bungkus mi instan rata-rata mengandung 3 gr garam. Padahal, anjuran konsumsi garam untuk orang sehat adalah kurang dari 5 gr.

 

Kalau kamu mau mengonsumsi mi instan, jadikan mi instan hidangan lengkap, dengan menambahkan telur dan sayuran ke dalamnya. Kalau bisa, kurangi penggunaan bumbu untuk mengurangi asupan garam harian Kamu.

Baca juga: Jangan Panaskan Makanan Ini di Microwave!