Campak ternyata terdiri dari beberapa jenis, dan salah satunya yang mungkin lebih sering kita dengar yaitu campak Jerman atau rubella. Secara umum, campak bersifat mudah menular dan ditandai dari perubahan pada warna kulit, seperti muncul ruam kemerahan. Ruam kemerahan di kulit ini bisa saja terjadi di seluruh bagian tubuh, tergantung infeksi virus itu sendiri.

 

Jika Mums masih ingat, campak seringkali dialami pada masa kanak-kanak. Dan, rasanya? Kadang-kadang gatal, tubuh panas, serta yang pasti sangat tidak nyaman untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

 

Bahkan ada yang sampai tidak diperbolehkan keluar rumah atau istilahnya diisolasi, untuk mencegah penyebaran semakin luas. Namun ternyata, tidak hanya berhenti pada masa kanak-kanak, tetapi penyakit ini juga dapat diderita oleh orang dewasa. Terlebih jika Mums belum pernah terkena campak sebelumnya. Lalu, bagaimana dengan ibu hamil? Bagaimana gejalanya dan apakah penyebab orang dewasa masih bisa terkena campak

 

Apa itu Campak?

Sama seperti penjelasan di atas, campak yang awalnya dapat diatasi dengan mudah ternyata bisa menjadi berbahaya jika telah mengalami komplikasi. Yang perlu diingat, penyakit ini sangat menular terutama melalui udara. Jadi, jika Mums mengetahui ada teman atau orang lain yang menderita campak, sebaiknya menjauhlah dari orang tersebut sementara. Terlebih jika Mums sedang hamil! Bukan hanya untuk kesehatan Mums, tetapi virus campak bisa saja berisiko pada kesehatan janin Mums.

 

Secara ilmiah, dilansir dari pregnancybirthbaby.org.au campak adalah penyakit menular yang disebabkan karena infeksi virus bernama paramyxo dan dapat menular dari orang ke orang melalui udara, seperti saat batuk atau bersin.

 

Hal tersebut dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Pemerintah Australia yaitu sekitar 9 dari 10 orang yang berkontak fisik dengan penderita campak, secara positif dinyatakan menderita penyakit ini, terutama mereka yang tidak melakukan vaksin campak. Jadi, kebayangkan Mums bagaimana aktifnya virus ini?

 

Baca juga: Kenali Campak, Mulai dari Gejala hingga Penyebabnya
 

 

Bagaimana cara penyebaran virus campak?

Campak dikatakan sangat mudah menular karena penyakit ini dapat menular melalui percikan air liur saja dan tanpa memerlukan darah atau komponen lainnya. Jadi, jika secara tidak sengaja percikan air liur pasien campak mengenai tubuh kita, virus tersebut dapat tetap hidup di permukaan kulit selama beberapa jam. Baru kemudian masuk ke tubuh, jika permukaan kulit yang terkena air liur tersebut menyentuh area mulut kita.

 

Setelah itu, virus akan dengan mudah menyebar ke seluruh tubuh dengan menggandakan dirinya, dimulai dari area belakang tenggorokan dan paru-paru. Hingga akhirnya virus campak ini menyebabkan gejala pada sistem pernapasan yang ditandai oleh ruam kemerahan pada kulit.

 

Gejala penyakit campak

Tidak hanya ruam kemerahan di kulit, penyakit campak ternyata dapat dikenali dari beberapa kondisi seperti:

  • Flu disertai batuk yang sesekali membuat mata sakit hingga berair. Kondisi ini biasanya ditandai sebagai gejala pertama campak.

  • Apabila campak diderita oleh anak-anak, maka anak akan mengalami kenaikan suhu perlahan-lahan.

  • Muncul tanda putih kecil yang dikenal sebagai koplik. Biasanya tanda ini akan ditemukan dalam pipi atau di mulut bagian dalam.

  • Barulah pada hari ketiga atau keempat ruam kemerahan itu muncul. Namun, biasanya ruam ini tidak gatal. Muncul dari daerah belakang telinga baru menjalar ke wajah, leher, lalu seluruh tubuh.

  • Umumnya, penyakit campak terjadi selama 10 hari. Jika Mums mengalami gejala hingga lebih dari 10 hari, sebaiknya segera periksakan ke dokter untuk mencegah terjadinya komplikasi.

 

Apabila Mums mendapati anak atau suami, bahkan Mums sendiri mengalami gejala-gejala tersebut, sebaiknya jangan tunggu lama, tetapi segeralah periksakan diri ke dokter. Terlebih jika Mums sedang hamil, maka Mums perlu penanganan yang tepat yaitu melalui bantuan dokter dengan intens.

 

Biasanya, jika seseorang dinyatakan positif menderita campak, maka ia akan diminta dokter untuk istirahat di rumah ataupun rumah sakit selama beberapa hari hingga virus campak ini benar-benar mati. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya penyebaran virus yang berkelanjutan.

 

Haruskah ibu hamil khawatir dengan virus campak?

Virus penyebab campak memiliki sifat yang sangat aktif, jadi akan lebih berisiko dan mudah menular pada ibu hamil yang kondisi kesehatannya sangat sensitif. Bahkan tidak hanya penyakit campak, tetapi penyakit lain yang ringan sekalipun seperti flu atau batuk juga sebaiknya dihindari.

 

Untuk itu, Mums harus menjaga kesehatan lebih ekstra di masa kehamilan. Dilansir dari whattoexpect.com, Mums tidak perlu khawatir yang berlebih dengan penyakit campak. Biasanya Mums tidak perlu dirawat di rumah sakit, namun cukup beristirahat di rumah dan mengurangi aktivitas fisik yang berat selama masa pemulihan.

 

Penyakit campak pada ibu hamil di trimester 3 juga ternyata tidak menyebabkan bayi cacat permanen, tetapi risiko paling buruk yang mungkin akan dialami adalah kelahiran prematur. Namun, kondisi bisa sangat mengkhawatirkan jika usia kehamilan Mums masih sangat muda (trimester 1) yaitu adanya risiko keguguran.

Baca juga: Kisah Inspiratif Penderita Kebutaan Akibat Kelahiran Prematur

 

 

Cegah dengan vaksin

Sampai saat ini pengobatan yang spesifik untuk membasmi virus campak belum ada. Cara paling efektif adalah dengan vaksinasi, meningkatkan kekebalan tubuh, lalu mencegah kontak langsung dengan penderita. Maka sebelum terkena, pastikan Mums melakukan vaksin MR atau vaksin untuk mencegah virus dari penyakit campak, gondok, dan rubella. Untuk anak, biasanya dokter akan menganjurkan untuk memberikan vaksin MR pada usia 9 bulan, 18 bulan, dan 6 tahun. 

Baca juga: Hati-hati, Bayi Anda Terkena Vaksin Palsu!

 

Satu hal yang perlu kembali diingat, jika Mums belum melakukan vaksinasi MR dan kena campak saat hamil, sebaiknya segera konsultasikan kehamilan Mums dengan dokter kandungan. Jangan sampai penyakit campak yang seharusnya dapat dikontrol risikonya menjadi lebih parah karena komplikasi, seperti terjadinya pneumonia, diare, infeksi telinga, hingga radang otak. (BD/AY)