Sebagai seorang pasien diabetes mellitus tipe 2, ayah saya selalu tertarik dengan segala jenis pangan dengan embel-embel ‘sugar free’. Maklum, beliau suka sekali dengan makanan bercita rasa manis, namun harus mengawasi asupan gula agar kondisi diabetesnya tetap terjaga. Anda juga pasti sering mendengar istilah ‘sugar free’ untuk produk-produk pangan yang beredar di pasaran. Mulai dari minuman dalam kemasan, biskuit, selai, bahkan hingga produk-produk bakery. Secara harfiah, ‘sugar free’ berarti produk tersebut tidak mengandung gula. Namun, pernahkah Anda bertanya-tanya, mengapa produk pangan tersebut tetap memiliki rasa yang manis? Penggunaan pemanis buatan atau artificial sweetener adalah jawabannya! Kata-kata ‘buatan’ yang terkandung dalam istilah pemanis buatan membuat beberapa orang terdekat saya terkadang khawatir terutama akan keamanan zat tersebut. Apa sih sebenarnya pemanis buatan tersebut dan bagaimana efeknya terhadap kesehatan? Yuk, kita simak ulasan berikut!

Apa itu pemanis buatan?

Karena kita berbicara tentang pangan, ada baiknya merujuk ke sumber yang resmi untuk menjawab pertanyaan di atas. Di Indonesia, pemerintah memiliki Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk regulasi yang berkaitan dengan pangan. Menurut Peraturan Kepala BPOM RI nomor 4 tahun 2014, pemanis buatan (artificial sweetener) adalah ‘pemanis yang diproses secara kimiawi, dan senyawa tersebut tidak terdapat di alam’. Sedangkan pemanis alami (natural sweetener) adalah ‘pemanis yang dapat ditemukan dalam bahan alam meskipun prosesnya secara sintetik ataupun kimiawi’. Kedua pemanis ini termasuk ke dalam kategori bahan tambahan pangan (BTP). Salah satu pemanis alami yang tentunya paling akrab dengan hidup Anda adalah gula pasir. Gula pasir yang berasal dari tanaman tebu, mengandung gugus sukrosa yang memberikan rasa manis. Contoh lain adalah madu yang mengandung gugus fruktosa dan glukosa. Sementara itu, articial sweetener tidak terdapat secara langsung di alam, dan untuk mendapatkannya diperlukan suatu proses sintetik. Articial sweetener yang disetujui oleh Badan POM untuk digunakan sebagai pemanis pangan di Indonesia antara lain asesulfam-K, aspartame, siklamat, sakarin, sukralosa, dan neotam.

Apa keunggulan penggunaan pemanis buatan?

Pertama, intensitas manis yang didapatkan dari pemanis buatan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pemanis yang berasal dari alam. Contohnya, aspartam memiliki tingkat kemanisan hingga 180 sampai 200 kali sukrosa! Jadi secara teoritis satu gram aspartam akan memberikan tingkat kemanisan setara dengan 180 gram gula tebu. Sehingga, cukup sedikit saja jumlah articial sweetener yang digunakan, rasa manis yang didapatkan sudah cukup tinggi. Kedua, kalori yang dikandung lebih rendah. Gugus sukrosa, glukosa, ataupun fruktosa yang terdapat dalam pemanis seperti madu atau gula tebu yang saya sebutkan tadi, adalah gugus karbohidrat yang memiliki nilai kalori. Sebagai perbandingan kasar, satu sendok teh gula tebu kira-kira mengandung 16 kalori, sedangkan aspartram hanya mengandung 2 kalori. Nah, fitur inilah yang membuat pemanis buatan banyak digunakan dalam produk pangan dengan label ‘low calorie’ yang biasanya ditujukan untuk diet! Ketiga, pemanis buatan dapat dijadikan pilihan bagi Anda yang memiliki diabetes mellitus namun tetap ingin menyantap makanan dengan cita rasa manis. Hal ini dikarenakan pemanis buatan tidak mengandung gugus karbohidrat yang dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Namun jika Anda sebagai diabetesi ingin mengonsumsi pemanis buatan, sebaiknya tetap berkonsultasi dahulu dengan dokter atau ahli gizi Anda.

Apakah pemanis buatan aman dikonsumsi?

Pemanis buatan pertama kali digunakan secara luas di pasaran sekitar tahun 1960-an dengan disahkannya penggunaan sakarin di Amerika Serikat sebagai pemanis buatan. Sejak saat itu, pemanis buatan banyak menuai pro dan kontra sehubungan dengan efeknya pada kesehatan. Pendapat kontra semakin kencang berhembus saat muncul suatu studi pada tahun 1970-an yang mengaitkan penggunaan sakarin dengan resiko terjadinya kanker prostat pada hewan uji tikus. Namun seiring berjalannya waktu, ada banyak penelitian lain yang dilakukan untuk membuktikan keamanan pemanis buatan yang banyak digunakan sebagai bahan tambahan pangan. Merujuk pada National Cancer Institute di Amerika Serikat, sejauh ini belum ada bukti ilmiah yang cukup kuat untuk menyatakan bahwa pemanis buatan yang banyak digunakan seperti aspartam, asesulfam, dan sakarin akan menimbulkan efek yang membahayakan bagi kesehatan, termasuk kanker. Yang perlu diperhatikan adalah penggunaannya tetap pada batas yang diperbolehkan. Pembatasan jumlah asupan pemanis buatan dinyatakan dalam angka acceptable daily intake atau ADI. Masih merujuk pada Peraturan Kepala Badan POM nomor 4 tahun 2014, ADI adalah jumlah maksimum bahan pangan (dalam hal ini articial sweetener) dalam miligram per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan. Mari kita ambil contoh untuk aspartam. Angka ADI untuk aspartam adalah 50 mg/kg bobot badan/hari. Aspartam banyak digunakan sebagai table top sweetener alias pengganti gula untuk hidangan teh atau kopi, dan angka ADI tersebut setara dengan kurang lebih 75 sachet pemanis mengandung aspartam. Jadi, penggunaannya relatif aman apabila tidak melebihi batas tersebut! Semua pangan mengandung articial sweetener yang memiliki nomor ijin edar dari BPOM pasti sudah lolos pengujian ADI untuk pemanis buatan yang dikandungnya. Jadi, jangan lupa ya cek apakah produk yang Anda konsumsi sudah teregistrasi BPOM! Salah satu aspek keamanan yang penting diperhatikan dari penggunaan articial sweetener adalah jika seseorang memiliki suatu kondisi genetis yang jarang terjadi bernama phenylketonuria (PKU). Orang dengan kondisi PKU memiliki kesulitan memetabolisme phenylalanine, struktur yang terdapat dalam aspartam. Oleh karenanya, aspartam sebaiknya tidak dikonsumsi oleh penderita PKU.

Jadi, apakah pemanis buatan lebih baik?

Buat saya, dalam mengonsumsi pangan apapun, pemakaian secukupnya adalah kunci penting. Tidak terkecuali dalam penggunaan pemanis buatan. Memang pemanis buatan memiliki kalori yang lebih sedikit daripada pemanis alami, namun bukan berarti hanya menggunakan articial sweetener adalah jawaban dari diet yang Anda jalani. Anda sebaiknya tetap mengawasi konsumsi kalori dari sumber yang lain. Harap diingat, bahwa kata-kata ‘sugar free’ tidak berarti makanan atau minuman tersebut bebas dari kalori sama sekali. Selain itu, makanan olahan yang mengandung articial sweetener juga akan memiliki nilai gizi yang berbeda dengan pangan segar seperti buah dan sayuran. Secara umum pemanis buatan akan memiliki kalori yang lebih rendah daripada gula pada umumnya, sehingga dapat digunakan untuk diet dan penderita diabetes. Jangan lupa, cek selalu status registrasi pangan mengandung pemanis buatan yang Anda konsumsi, untuk meyakinkan bahwaarticial sweetener yang ada di dalamnya masih dalam batas aman untuk dikonsumsi. Dan tentunya juga, senantiasa mengonsumsinya tanpa berlebihan, ya! Salam sehat!