Tidak banyak orang yang tahu bahwa sebagian kecil ibu dapat memiliki pikiran-pikiran berbahaya dan gangguan emosional. Hal tersebut adalah sinyal dari postpartum psychosis. Postpartum psychosis sendiri adalah penyakit mental serius, berupa kesulitan dalam memberi respons secara emosional pada bayi baru lahir. Bahkan, postpartum psychosis bisa menimbulkan pikiran untuk menyakiti bayi.

 

Postpartum psychosis berbeda dengan postpartum depression, meskipun kedua kondisi tersebut bisa menyerang secara bersamaan. Namun menurut ahli psikiatri dari University of Wisconsin Charlotte Ladd, gejala postpartum psychosis juga meliputi penyakit bipolar, bukan hanya penyakit depresi.

 

Kondisi mental yang lebih berbahaya dari baby blues ini harus dicegah. Oleh sebab itu, Mums harus tahu tentang penyakit ini. Berikut penjelasan lengkapnya, seperti dilansir oleh portal kesehatan Everyday Health.

Baca juga: Waspadai Tanda-Tanda Postpartum Depression
 

Siapa yang Berisiko Terkena Postpartum Psychosis?

Postpartum psychosis adalah kondisi yang cukup langka. Menurut laporan dari Psychiatric Times pada Januari 2014, diperkirakan gangguan mental ini menyerang 1–2 orang dari 1.000 ibu baru. Sekitar setengah dari wanita yang terkena postpartum psychosis juga memiliki riwayat penyakit mental. Artinya, setengah lainnya dari wanita yang terkena postpartum psychosis tidak memiliki riwayat penyakit mental apapun.

 

Penyebab dari postpartum psychosis belum ditemukan oleh ahli. Kemungkinannya adalah kondisi tersebut dipicu oleh perubahan secara tiba-tiba pada hormon setelah proses kelahiran. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa usia yang semakin tua saat melahirkan akan meningkatkan risikonya. Namun, wanita yang memiliki diabetes atau melahirkan bayi berukuran besar cenderung terhindar dari kondisi ini.

 

Pada umumnya, postpartum depression menyerang wanita sekitar 3 bulan setelah melahirkan. Namun, postpartum psychosis biasanya menyerang wanita pada 1–4 minggu pertama setelah melahirkan. Pada kebanyakan kasus, wanita terkena postpartum psychosis ketika sudah pulang ke rumah, sehingga sudah tidak berada di bawah pengawasan dokter. Namun, pasangan atau orang terdekat wanita tersebut pasti akan menyadari gejala-gejalanya dan segera menghubungi dokter.

 

Gejala Postpartum Psychosis

Gejala-gejala postpartum psychosis memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi ketimbang postpartum depression. Berikut beberapa gejalanya: 

  • Tiba-tiba memiliki keinginan untuk melempar bayi atau melukainya.
  • Mengalami delusi (kepercayaan yang tidak memiliki realitas dasar).
  • Halusinasi (melihat atau mendengar hal-hal yang tidak nyata).
  • Memiliki ekspresi wajah kosong dan kurang mengeluarkan respons emosional.
  • Kesulitan memberi respons secara emosional kepada bayi.
  • Sulit tidur.
  • Perubahan nafsu makan.
  • Sensitif.
  • Sering mengalami kebingungan.
  • Tidak bisa membangun bonding dengan bayi.
  • Memiliki pikiran untuk bunuh diri atau percaya bahwa bayi dan keluarga akan merasa lebih baik tanpa sosok ibu.

 

Pada situasi yang parah, wanita yang terkena postpartum psychosis juga memiliki kebiasaan melamun dengan tatapan kosong, berbicara kepada diri sendiri, menolak untuk makan, dan mengeluarkan kata-kata yang tidak masuk akal. 

 

Karena kondisi ini sangat berbahaya dan perlu dicegah, biasanya dokter akan memeriksa lebih jauh ibu yang memiliki gangguan mood. Dalam pemeriksaan tersebut, dokter akan menanyakan apakah ia memiliki pikiran melukai diri sendiri atau melukai bayi. 

Baca juga: Berikut Ini Alasan Depresi di Masa Kehamilan
 

Pengobatan Postpartum Psychosis

Meskipun para wanita sadar mulai memiliki gejala postpartum psychosis, kebanyakan dari mereka tidak berani memeriksakan diri ke dokter. Pikiran atau keinginan melempar bayi dari jendela atau dari luar ruangan sering kali muncul di kepala wanita yang terkena postpartum psychosis. Namun, kebanyakan dari mereka takut untuk membicarakannya.

 

Pada umumnya, wanita yang memiliki pikiran-pikiran berbahaya tersebut merahasiakannya karena takut dokter atau anggota keluarga lainnya akan mengambil bayi mereka. Akhirnya, ketidakmampuan untuk berbicara tersebut membuat mereka yang menderita postpartum psychosis merasa sendiri dan kesepian.

 

Biasanya, dokter akan memberi tahu wanita yang menderita postpartum psychosis bahwa pikiran-pikiran tersebut adalah sesuatu yang normal dari penyakit tersebut. Pengobatan pun akan langsung dilakukan jika dokter sudah memberikan diagnosisnya.

 

Penting bagi wanita yang menderita postpartum psychosis untuk bergabung ke rehabilitasi psikiatri. Saat masa pemeriksaan dan pengobatan, setiap ibu penderita postpartum psychosis harus dipisahkan dari anaknya. Pemisahan yang dimaksud bukan berarti bayi akan dipisahkan secara permanen dari asuhan ibunya.

 

Tujuan dari pemisahan tersebut adalah untuk menempatkan ibu dan bayi pada tempat dan situasi yang aman, kemudian mengevaluasi pengobatan medis yang perlu dijalani sang Ibu. Pengobatan untuk postpartum psychosis biasanya meliputi:

  • Rawat inap di rumah sakit.
  • Obat antipsikotik.
  • Antidepresan.
  • Terapi elektrokonvulsiv (ECT).
  • Konseling dengan ahli psikiatri, psikolog, atau profesional kesehatan mental lainnya.
Baca juga: Tes Non Stres untuk Ibu Hamil saat Persalinan

 

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, postpartum psychosis merupakan penyakit mental yang sangat berbahaya. Bisa dibilang, dari semua jenis postpartum, postpartum psychosis merupakan yang paling parah. Oleh sebab itu, Mums perlu mewaspadai penyakit ini. (UH/AS)