Meski angka kasus COVID-19 di Indonesia mengalami tren melandai, namun kita tidak boleh lengah Mums. Apalagi anak di bawah usia 12 tahun belum mendapatkan vaksin. Anak-anak yang terkena Covid-19 umumnya memang hanya OTG atau gejala ringan. Keculi anak dengan penyakit yang sudah dimiliki sebelumnya, misalnya anak dengan kanker yang memang memiliki kekebalan tubuh yang rendah. Mereka inilah yang umumnya akan dirawat jika tertular Covid-19. Bagaimana status vaksin untuk anak? Kapan bisa mulai diberikan?

 

Prof. Dr. dr. Rini Sekartini SpA(K), Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, dalam IG LIve #GoodTalkSeries yang merupakan kolaborasi Good Doctor dengan Sentra Vaksinasi Serviam, Kamis 14 Oktober 2021, menjelaskan, kekebalan imunitas atau herd immunity sangat dibutuhkan untuk mengakhiri pandemi.

 

Kekebalan imunitas bisa didapatkan jika cakupan imunisasi sudah mencapai lebih dari 80%. Di seluruh wilayah Indonesia, saat ini baru tercapai 50%. "Di Jakarta sudah di atas 80%. Pada kelompok dewasa bahkan sudah di atas 100%, dengan rincian vaksin pertama di atas 90%, dan vaksin kedua sudah di atas 80%. Tetapi ingat, warga Jakarta bukan hanya di Jakarta. Penduduk di daerah sekitar Jakarta bebas keluar masuk ibukota, padahal cakupan imunisasinya masih rendah. Depok, misalnya, cakupan imuniasinya masih sangat rendah, kurang dari 60% dan ini bisa menjadi ancaman," jelas Prof. RIni.

 

Baca juga: Kamu Layak Vaksin Covid-19 atau Tidak? Cek Rekomendasi Terbaru dari PAPDI
 

Vaksinasi Covid-19 untuk Anak di Bawah 12 Tahun

Di beberapa negara lain, vaksinasi anak mulai usia 3 tahun sudah dijalankan, menggunakan vaksin Sinovac. Di Indonesia belum dibolehkan untuk anak di bawah 12 tahun. "Namun, saat ini tengah dilakukan penelitan vaksin buatan Biofarma di mana anak-anak dilibatkan. Namun, penelitian dilakukan bertahap mulai dari dewasa, lansia, dan baru anak-anak. Diharapkan tahun depan sudah ada hasilnya," jelas Prof. Rini yang juga terlibat dalam peneltian ini.

 

Karena anak-anak belum bisa divaksin, menurut Prof. Rini, salah satu upaya melindungi dari infeksi COVID-19 dengan memberikan nutrisi dan gizi seimbang. "Karena anak-anak lebih banyak berkegiatan di rumah, berikan vitamin secukupnya saja jangan berlebihan, cukup vitamin D dan Vitamin C. Atau cukup multivitamin dan Vitamin D. Anak-anak tidak membutuhkan vitamin E secara khusus. Jangan berlebihan karena akan dibuang kelebihannya melalui urine. Vitamin D penting karena banyak anak kekurangan vitamin D terlebih setelah pandemi jarang aktivitas fisik di bawah sinar matahari," jelasnya. 

 

Prof Rini menambahkan, seiring menurunnya kasus COVID-19 di Indonesia, ruang perawatan kasus anak juga sangat jauh menurun. Ada beberapa anak dengan komplikasi yang dirawat karena Covid di RSCM, misalnya anak dengan gangguan ginjal, pengidap leukemia.

 

Sedangkan pada anak yang sehat dan gizinya cukup, tambah Prof. Rini, gejala sangat jarang menjadi berat, sebagian besar bahkan tidak bergejala. Meskipun begitu, sebagian anak yang pernah terinfeksi Covid-19 mengalami gejala long Covid. 

 

“Beberapa penelitian memang menemukan kasus long covid namun tidak seberat orang dewasa. Misalnya tidak ada kasus hilang penciuman dalam waktu lama pada anak, hanya capek dan kadang-kadang batuk dan gatal-gatal terutama anak yang memiliki alergi. Kemungkinan karena daya tahannya belum pulih seperti biasanya,” papar Prof. Rini. 

 

Terkait anak sudah mulai masuk sekolah, Prof Rini, meyakinkan orang tua tidak perlu khawatir. Protokol sekolah tatap muka sudah sangat ketat. Anak-anak hanya sekitar 2 jam di kelas dan wajib menggunakan masker bahkan ada yang double masker dan menambahkan face shield. Selain itu, pembelajaran tatap muka pun hanya dua minggu sekali dan anak tidak membawa bekal sehingga tidak membuka masker selama di sekolah.

 

“Sampai saat ini di DKI Jakarta yang sudah memberlakukan sekolah tatap muka, belum ada klaster sekolah. Ada kasus namun ternyata anak tertular dari klaster di rumah,” kata Prof. Rini.

 

Baca juga: Amankah Vaksin Covid-19 saat Program Hamil?

 

Penyintas tidak Perlu Menunggu 3 Bulan 

Sementara itu, dr. Jeffri Aloys Gunawan, Sp.PD, dari Good Doctor,  menjelaskan bahwa bagi penyintas, ada perubahan regulasi terkait pemberian vaksin Covid-19. Dulu penyintas baru boleh vaksin setelah 3 bulan, tapi sekarang 1 bulan sudah bisa. "Memang perubahan seputar COVID-19 sangat dinamis. Segala informasi tentang COVID-19 terus diperbarui sesuai kajian ilmiah terbaru," jelad dr. Jeff.

 

Penyintas Covid-19 bisa langsung vaksin setelah 1 bulan dinyatakan sembuh dengan syarat, saat terinfeksi hanya mengalami gejala ringan-sedang. Bagi yang mengalami gejala berat, harus menunggu 3 bulan dengan catatan harus bebas dari long Covid dan kondisi sudah stabil tanpa gejala sisa. "Konsultasikan dulu dengan dokter sebelum vaksinasi. Untuk pilihan vaksinnya, bisa apa saja yang tersedia,” ujar dr. Jeff.

 

Pada kasus tertular Covid-19 pasca vaksin pertama, maka segera saja lanjutkan ke dosis kedua. Tidak perlu diulang dari vaksin pertama. “Jangan menganggap tidak perlu dosis kedua karena sudah dapat ‘vaksin dosis kedua’ saat terkena COVID-19. Ada studi yang menunjukkan bahwa kekebalan yang muncul dari infeksi alami, tidak sama dengan yang muncul dari vaksinasi. Studi itu menyebutkan, kekebalan yang terbentuk lebih bagus dari vaksin, karena di dalam vaksin ada ajuvan (zat tambahan) khusus, yang membuat efek kekebalannya jauh lebih bagus daripada infeksi alami. Meski sudah kena varian Delta, tetap saja harus vaksinasi. Apalagi kalau yang baru dapat 1 dosis,” tegas dr. Jeff.

 

Terakhir, dr. Jeff, menyinggung tentang vaksin terbaru, Zifivax merupakan vaksin ke-10 yang mendapatkan izin edar dari BPOM. Zifivax sudah ada melalui uji klinis fase 3, dengan efikasi 81,7%. KIPI relatif ringan, tidak ada yang berat atau serius.

 

“Penggunaannya masih diperuntukkan 18 tahun ke atas, sesuai kriteria uji klinis. Vaksin ini cukup ampuh melindungi dari varian Delta, tapi belum bisa didapatkan di pasaran, karena perlu waktu untuk distribusinya. Kabar baiknya, vaksin ini nanti akan diproduksi sendiri oleh Indonesia. Diharapkan awal November nanti sudah tersedia,” ujar dr. Jeff.

 

Sementara itu, vaksinasi untuk ibu hamil di Indonesia baru ada 3 jenis vaksin yang disetujui yaitu Pfizer, Moderna, dan Sinovac. Diharapkan akan lebih banyak lagi vaksin yang disetujui untuk ibu hamil, agar lebih banyak pilihannya.

 

“Menurut studi, ibu hamil yang kena COVID-19, risiko kematian meningkat sampai 70%. Jadi segeralah divaksin. Syaratnya, minimal 13 minggu kehamilan. Vaksinasi COVID-19 tidak boleh dilakukan di trimester 1 kehamilan,” tambah dr. Jeff.

 

Untuk ibu menyusui, lebih leluasa. Bisa memakai vaksin yang ada di Indonesia. Masih banyak yang takut, nanti ada komponen vaksin yang masuk ke ASI lalu ditelan oleh bayi. Hal ini tidak benar. Dari penelitian, tidak terbukti terjadinya hal tersebut. Yang masuk ke bayi melalui ASI hanyalah antibodi yang terbentuk dari hasil vaksin pada ibu. Jadi ibu tidak perlu takut, bisa menyusui seperti biasa. Jauh lebih baik divaksin daripada tidak divaksin.

 

Baca juga: Sudah Sembilan Vaksin COVID-19 Dapat Ijin Penggunaan di Indonesia