Marah-marah tidak sekadar berteriak, menjerit, atau berada dalam suasana hati yang buruk. Ada 3 jenis marah, di mana masing-masing memiliki gejala sendiri misalnya menyalahkan diri sendiri atau perilaku mengambil risiko besar. Itulah kenapa, marah tidak sesederhana kelihatannya. Dan, pengaruhnya bisa jauh lebih serius, misalnya berat badan naik atau obesitas.

 

Tidak hanya dalam keadaan emosional, marah juga berproses secara kimiawi pada tubuh kita. Ketika marah, adrenalin di tubuh dilepaskan, yang membuat kita siap untuk ‘berkelahi atau melarikan diri’ dan menyebabkan kecemasan. Karena aliran darah dari organ internal ke otot, kita tidak bisa merasa lapar saat marah. Namun, ini hanya memiliki efek jangka pendek.

 

Setelah tingkat adrenalin berkurang, kita merasa perlu mengisi kembali energi yang hilang dan mulai makan. Lantaran berada dalam kecemasan, kita bisa makan dengan emosional dan tanpa pikiran. Ini berarti, kita akan makan sesuatu yang tidak baik karena bisa membuat kenyamanan, tanpa mempertimbangkan apakan makanan itu sehat atau tidak.

 

Baca juga: Sering Makan saat Stres? Awas, Bahaya Overeating Disorder!

 

Obesitas Akibat Stres Tidak Bisa Ditangani dengan Diet

Stres dan marah merupakan kombinasi berbahaya. Kemarahan menyebabkan kenaikan berat badan, sedangkan stres mencegah penurunan berat badan. “Inilah alasan banyak orang yang berjuang menurunkan berat badan dengan mengurangi makan tetapi mereka tetap tidak bisa langsing,” kata Ashu Gupta, seorang ahli nutrisi dari India

 

Dikatakan Gupta, kemarahan dapat melemahkan otot-otot dan lemak perut yang merupakan indikator khas obesitas terkait stres. “Kemarahan dan stres juga menyebabkan seseorang ngidam makanan yang tinggi lemak, gula dan garam,” jelasnya.

 

Pria yang sering marah-marah akan memiliki otot lengan atau kaki yang lebih lemah atau lunak, penumpukan lemak di sekitar perut, dagu ganda, dan pigmentasi yang menjadikan kulit semakin gelap atau hiper.

 

Pada wanita, obesitas ditandai dengan lemak berlebih di sekitar perut, perubahan kulit seperti jerawat atau kasar, serta timbunan lemak di punggung dan pinggang. “Mereka juga akan merasa kembung sepanjang waktu karena menahan air. Obesitas akibat stres tidak dapat diobati dengan diet karena ada kombinasi beberapa hormon yang menahan penurunan berat badan. Kamu membutuhkan bantuan lebih besar dalam hal perawatan profesional yang melibatkan obat-obatan, manajemen stres, latihan khusus, dan pengaturan pola diet,” tutur Gupta.

 

Baca juga: Ini Cara Pengobatan Obesitas yang Ampuh

 

Marah Menghasilkan Konflik

Studi tahun 2009 yang diterbitkan di American Journal of Epidemiology menemukan bahwa pria dan wanita cenderung lebih berat jika mereka memiliki tingkat kemarahan yang tinggi. Peneliti mengakui jika mereka tidak kesulitan untuk tahu mengapa kemarahan dapat menyebabkan kenaikan berat badan.

 

“Pikirkan saja bagaimana perasaan marah biasanya membuat kita lupa terhadap rencana dan tujuan kita yang sebenarnya. Biasanya, kemarahan membuat kita merasa ingin menyerah dan menolak melakukan apa saja yang baik untuk kita,” kata Dr. Lavinia Rodriguez, terapis.

 

Selain itu, kemarahan juga menghasilkan konflik yang mengarah pada stres. Ketika seseorang marah, mereka akan mengalami kesulitan untuk fokus pada apa pun, kecuali hal yang menyebabkan mereka marah.

 

“Bagaimanapun, kemarahan bisa merusak diri sendiri. Perilaku merusak diri sendiri dapat mengambil berbagai bentuk, biasanya dimulai dengan pemikiran seperti, ‘apa gunanya’ dan berujung pada kontraproduktif seperti minum dan makan berlebihan, bermalas-malasan, menyerah pada rencana olahraga,” ucap Lavinia.

 

Baca juga: Makan Sedikit Tapi Cepat Gemuk, Kenapa Ya?

 

 

Referensi:

Bright Side. Science Explains How Being Angry Can Make You Gain Weight

Practo. How Does Stress and Anger Lead to Weight Gain?

Tampa Bay Times. Don’t let anger be your undoing when it comes to weight, health