Penyakit

Sadisme

Deskripsi

Sadisme merupakan salah satu bentuk kondisi gangguan mental pada seseorang, yang merupakan golongan gangguan parafilik. Secara umum, sadisme diartikan sebagai rasa puas karena dapat menyakiti orang lain. Secara psikologi, sadisme merujuk pada sadisme seksual, yang dideskripsikan sebagai gangguan kepuasan seksual yang diperoleh dengan menyakiti orang lain (yang disayangi) secara jasmani atau rohani. Pelaku sadisme biasa disebut sadistis.

 

Menurut A. Hesnard, sadisme terdiri dari tiga jenis:

  • Sadis Besar (Les Grands sadique criminels). Sadisme psikopatis seperti ini sangat berbahaya bagi masyarakat dan tergolong kriminalitas. Contohnya penganiayaan, pemerkosaan, mutilasi,dan sebagainya.
  • Sadis Kecil dan Menengah (Les Petits et moyens sadique pervers). "Korban" dari sadisme ini sepenuhnya sadar dan rela menerima perlakuan sadis.
  • Sadis Moral (Les Sadique morals). Contohnya pelecehan, perpeloncoan, praktik menakut-nakuti orang, dan sebagainya.

 

Sadisme jenis kedua dan ketiga boleh jadi berkaitan dengan penyimpangan seksual. Sedangkan sadisme yang pertama murni kriminalitas. Gangguan ini mulai muncul di masa dewasa awal. Disebutkan kriteria sadisme yaitu berulang, intens, terjadi selama periode minimal 6 bulan, fantasi, dorongan, perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan tindakan (bukan fantasi) mempermalukan atau menyebabkan penderitaan fisik pada orang lain, menyebabkan distress pada orang yang bersangkutan dalam fungsi sosial dan pekerjaan, atau orang tersebut bertindak berdasarkan dorongannya pada orang lain yang tidak menghendakinya.

 

Baca juga: Posisi Seks Ideal Berdasarkan Bahasa Cinta yang Kamu Anut!

Pencegahan

Perilaku sadisme secara umum dapat dicegah maupun menekan perkembangan tingkat keparahannya. Berikut beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan:

  1. Pencegahan primer: Merupakan upaya untuk menghilangkan kemungkinan munculnya gangguan dan mengembangkan kesehatan mental yang positif. Pencegahan yang dapat dilakukan di antaranya:
     • Tidak melakukan aktivitas seksual yang menyimpang dengan makukan hal-hal positif, agar penyaluran stres tidak merusak perilaku dan kebiasaan lainnya.
     • Memperkuatkan iman.
     • Self control dengan mengontrol dorongan rasa ingin tahu, mencoba atau pengaruh teman dengan penuh kesadaran, dan pengetahuan akan dampak-dampak buruk dari perilaku tersebut.
     • Mengurangi atau tidak menonton konten yang berbau pornografi dari internet atau media lainnya.
  2. Pencegahan sekunder: Merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak dan berkembangnya masalah gangguan yang telah ada, agar tidak menjadi parah. Pencegahan ini menekankan deteksi dini dan penanganan segera terhadap tingkah laku maladaptif dalam keluarga dan komunitas. Dapat dilakukan dengan memberitahukan jenis-jenis perawatan yang dapat membantu mengontrol perilaku dengan baik dan menunjukkan efek negatif yang timbul apabila tidak dilakukan penanganan, memberikan intervensi paradoksikal, dengan mengekspresikan keraguan bahwa orang tersebut memiliki motivasi untuk menjalani perawatan. Dapat pula dengan menjelaskan bahwa akan ada pemeriksaan psikofisiologis terhadap rangsangan seksual pasien. Dengan demikian, kecenderungan seksual pasien dapat diketahui tanpa harus diucapkan atau diakui oleh pasien.
  3. Pencegahan tertier: Upaya untuk mengurangi konsekuensi jangka panjang gangguan atau masalah yang serius. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan berkonsultasi dengan pihak yang berwajib, seperti rumah sakit, psikiater, dan lain-lain.

Gejala

Gangguan ini mulai muncul di masa dewasa awal. Disebutkan kriteria sadisme, yaitu berulang, intens, terjadi selama periode minimal 6 bulan. Seorang sadisme akan memperoleh kepuasan seksual melalui jeritan dan teriakan pasangannya yang menderita karena siksaan fisik yang dilakukannya selama berhubungan seksual.

 

Penyiksaan yang dilakukan penderita gangguan bisa secara fisik (penganiayaan seperti memukul, membakar, menendang, mencambuk, menggigit, mencakar, dan menusuk dengan benda tajam), bisa juga secara psikis (menghina atau memaki).

Penyebab

Terdapat beberapa pendapat mengenai penyebab seseorang menderita sadisme, antara lain:

  1. Biologis
    Penelitian-penelitian dilakukan untuk mencoba menemukan adanya ketidaknormalan testoteron ataupun hormon-hormon lainnya sebagai penyebab. Hasil yang ditunjukkan tidak konsisten. Artinya, kecil kemungkinan disebabkan ketidaknormalan hormon seks pria atau hormon lainnya. Penyalahgunaan obat dan alkohol ditemukan sangat umum terjadi pada penderita. Obat-obatan tertentu tampaknya memungkinkan penderita melepaskan fantasi tanpa hambatan.
  2. Psikologis
    • Berdasarkan perspektif psikodinamika, kecemasan kastrasi yang tidak terselesaikan dari masa kanak-kanak menyebabkan rangsangan seksual dipindahkan pada objek atau aktivitas yang lebih aman. Orang sadisme biasanya memandang seks sebagai sesuatu yang penuh dosa, sehingga dengan memberikan pukulan dan siksaan kepada pasangan seksualnya, ia merasa dapat mengurangi dosa seksual.
    • Berdasarkan perspektif teori belajar, sadisme terjadi akibat aktivitas seksual menyimpang di masa lalu, pemaparan seks yang prematur, atau traumatik, dalam bentuk penyiksan seksual masa kanak-kanak. Pada masa kanak-kanak, sering mendapatkan hukuman fisik dalam pola asuh orang tuanya. Kondisi tersebut menyebabkan perkembangan sikap kebencian, kemarahan, dan penolakan diri yang sangat intens, yang membuat orang tersebut pada masa dewasanya memiliki kecenderungan untuk melampiaskan dendamnya.
  3. Sosiokultural
    Lingkungan keluarga dan budaya seorang anak dibesarkan ikut memengaruhi kecenderungannya mengembangkan perilaku seks menyimpang. Anak yang orang tuanya sering menggunakan hukuman fisik dan melakukan kontak seksual yang agresif lebih mungkin menjadi agresif dan impulsif secara seksual terhadap orang lain setelah mereka dewasa. Biasanya, ada latar belakang dan umumnya mereka datang dari keluarga broken home. Dalam hal ini bukan berarti keluarga yang berpisah karena perceraian saja, tetapi lebih pada visualisasi yang pernah ia saksikan pada keluarganya. Mungkin ia pernah melihat ibunya disiksa oleh ayahnya atau sebaliknya.

 

Baca juga: Masturbasi Menyebabkan Jerawat, Fakta atau Mitos Belaka?

Diagnosis

Secara umum untuk mendiagnosis kondisi gangguan mental, beberapa hal berikut akan dilakukan oleh dokter:

  1. Pemeriksaan fisik.
  2. Pemerikasaan laboratorium. Hal ini dilakukan untuk melihat adanya efek konsumsi alkohol atau obat-obatan tertentu yang dapat menjadi penyebab.
  3. Evaluasi psikologis. Dokter akan mengevaluasi kesehatan psikologis, yaitu berbincang dengan penderita mengenai gejala yang dirasakan, pikiran penderita, riwayat seksual masa lalu, mood atau hal yang sedang dirasakan, dan sebagainya. Penderita juga akan diminta mengisi kuisioner terkait kondisi yang dialami.

Penanganan

1. Terapi Psikoanalisis

Terapi yang membuat pasien menjadi menyadari bahwa kebutuhan menghukum diri sendiri adalah sekunder akibat perasaan bersalah pada bawah sadar yang berlebihan. Mengenali impuls agresif mereka berasal dari masa kanak-kanak.

 

2. Orgasmic Reorientation

Bertujuan membuat pasien belajar untuk menjadi lebih terangsang pada stimulus seksual yang konvensional. Dalam prosedur ini, pasien dihadapkan pada stimulus perangsang yang konvensional, sementara mereka memberi respons seksual terhadap rangsangan lain yang tidak konvensional. Terdapat pula teknik lain yang umum digunakan, seperti pelatihan keterampilan sosial.

 

3. Teknik Kognitif

Digunakan untuk mengubah pandangan yang terdistorsi pada individu. Diberikan pula pelatihan empati agar individu memahami pengaruh perilaku mereka terhadap orang lain.

 

4. Teknik Biologis

Intervensi biologis yang sempat banyak diberikan adalah dengan melakukan kastrasi atau pengangkatan testis. Baru-baru ini, penanganan biologis yang dilakukan melibatkan obat-obatan. Beberapa obat yang digunakan adalah medroxyprogesterone acetate (MPA) dan cyptoterone acetate. Kedua obat tersebut menurunkan tingkat testosteron pada pria, untuk menghambat rangsangan seksual. Walaupun demikian, terdapat masalah etis dari penggunaan obat, karena efek samping mungkin muncul dari pemakaian jangka panjang.

 

5. Pengobatan Gangguan Paraphilia

Biasanya berusaha untuk mengurangi dorongan seksual dan perilaku melalui terapi perilaku. Digunakan untuk mengidentifikasi pemicu yang menyebabkan perilaku yang tidak diinginkan dan mengarahkan perilaku mereka dalam cara-cara yang sesuai dengan aturan sosial, serta melalui penggunaan intervensi psychopharmaceutical. Penggunaan antiandrogen, termasuk medroxyprogestrone dan cyproterone, bersama dengan antipsikotik, mengurangi reaksi fisik dan gejala psikologis yang berkaitan dengan kelainan seksual sadisme.

 

Baca juga: Tips Agar Seks Bertahan Lama di Ranjang

Direktori

    Pusat Kesehatan

      Selengkapnya
      Proses...