Seperti biasa, setiap tanggal 21 April setiap tahunnya, masyarakat Indonesia merayakan Hari Kartini sebagai wujud pernghargaan untuk mengenang sosok R.A. Kartini sebagai seorang pejuang yang telah memperjuangkan emansipasi para wanita.

Namun, di balik perjuangan dan jasanya yang besar tersebut, mungkin tidak banyak orang yang tahu penyebab wafatnya Kartini kala itu. Menurut para dokter di Indonesia, pada 17 September 1904, Kartini meninggal lantaran mengalami komplikasi saat melahirkan atau yang disebut dengan pre-eklampsia. 

Pre-eklampsia adalah sebuah kondisi komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) dan berlebihnya protein dalam urine setelah 20 minggu masa kehamilan. Apabila kondisi ini tidak segera mendapat penanganan yang serius, pre-eklampsia dapat berakibat fatal dan berujung pada kematian seperti yang dialami R.A. Kartini.

Menurut lembaga kesehatan internasional, pada 2014, pre-eklampsia dan eklampsia (kejang saat masa kehamilan) menjadi penyebab kematian saat kehamilan nomor 3 tertinggi di dunia. Kedua kondisi ini menyumbang sebanyak 14 persen dari total kematian saat kehamilan.

Ada 3 gejala khas yang dapat menandakan ibu hamil mengalami pre-eklampsia, yakni naiknya tekanan darah di atas 140/90 mmHg atau lebih, pembengkakan anggota tubuh, serta ditemukannya protein dalam air seni ibu yang tampak pada hasil uji medis. Di samping 3 gejala khas tersebut, masih ada beberapa gejala lain yang mungkin dapat timbul saat pre-eklampsia, antara lain:

  • Sesak napas, karena adanya cairan pada paru-paru.
  • Sakit kepala parah.
  • Berkurangnya volume urine.
  • Mengalami gangguan penglihatan, mulai dari pandangan yang hilang sementara, menjadi kabur, hingga sensitif terhadap cahaya.
  • Mual dan muntah.
  • Nyeri pada perut bagian atas, biasanya di bawah tulang rusuk sebelah kanan.
  • Gangguan fungsi hati.
  • Berkurangnya jumlah trombosit dalam darah.
  • Laju pertumbuhan janin yang melambat.

Hingga saat ini penyebab pre-eklampsia sebenarnya belum dapat dipastikan. Namun beberapa ahli percaya bahwa pre-eklampsia mulai berkembang pada plasenta. Pada wanita yang mengidap pre-eklampsia, pertumbuhan dan perkembangan pembuluh darah pada plasenta terganggu, sehingga lorong pembuluh menjadi lebih sempit dari yang seharusnya serta melakukan reaksi yang berbeda terhadap rangsangan hormon. Kondisi tersebut menyebabkan berkurangnya jumlah darah yang bisa dialirkan. 

Beberapa ahli lainnya menduga bahwa kekurangan nutrisi, tingginya kandungan lemak tubuh, faktor keturunan, dan kurangnya aliran darah ke uterus menjadi penyebab terjadinya pre-eklampsia pada ibu hamil. Selain itu, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya pre-eklampsia, seperti:

  • Kehamilan pertama.
  • Pernah mengalami pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya.
  • Sedang mengidap penyakit tertentu, misalnya sindrom antifosfolipid, diabetes, lupus, hipertensi, atau penyakit ginjal.
  • Janin yang lebih dari satu.
  • Hamil setelah berganti pasangan.
  • Hamil setelah jeda 10 tahun dari kehamilan sebelumnya.
  • Faktor usia (wanita yang mengandung pada usia di atas 40 tahun lebih beresiko mengalami pre-eklampsia).
  • Obesitas saat hamil (wanita dengan indeks massa tubuh 25 atau lebih saat hamil, dapat meningkatkan resiko pre-eklampsia).
  • Faktor genetik, jika ada anggota keluarga yang pernah terkena pre-eklampsia.

Apabila ibu hamil didiagnosis mengalami pre-eklampsia, proses kelahiranlah yang sebenarnya dapat menyembuhkan pre-eklampsia. Jika pre-eklampsia muncul ketika janin sudah siap untuk dilahirkan, dokter biasanya akan menyarankan tindakan induksi atau bedah besar untuk mengeluarkan bayi sesegara mungkin. Hal ini bertujuan agar pre-eklampsia tidak menjadi lebih parah. Namun, apabila pre-eklampsia muncul ketika usia janin belum cukup untuk dilahirkan, dokter kandungan akan memantau kondisi tubuh ibu dan calon bayi dengan seksama hingga usia janin sudah cukup untuk dapat dilahirkan.  

Meski kelihatan mengerikan, namun pre-eklampsia sebenarnya bisa kita cegah kok. Caranya cukup mudah hanya dengan mengurangi konsumsi makanan asin, terlebih bagi yang memiliki riwayat darah tinggi. Selain itu, rajin-rajinlah untuk memeriksakan kondisi kehamilan dan kesehatan terbaru pada dokter spesialis. Nah bagi para Kartini masa kini, semoga dengan penjelasan di atas, kalian sudah cukup paham ya mengenai preeklampsia. Jangan sampai karena minimnya pengetahuan yang kita miliki, pre-eklampsia jadi terlambat untuk ditangai dan justru berakhir sama seperti yang dialami oleh R.A. Kartini di masa lalu.

 Sekali lagi, selamat Hari Kartini!

 

 

Baca Juga

Tekanan Darah Tinggi saat Hamil dapat Berakibat Kematian?

Kartini Masa Kini, Sukses di Rumah dan di Kantor