Bayi yang lahir dengan kondisi down syndrome memiliki kelainan pada kromosomnya. Umumnya, manusia normal dilahirkan dengan 46 kromosom yang terdiri dari 23 kromosom dari ibu dan 23 lainnya dari ayah. Namun pada bayi dengan down syndrome, terjadi kelainan pada kromosom ke-21. Kromosom ini muncul tiga kali atau disebut trisomi. Maka, ia pun lahir dengan 47 kromosom.

 

Apa itu Down Syndrome?

Data dari WHO menyebutkan bahwa angka kejadian down syndrome adalah 1 banding 1.000 kelahiran. Setiap tahunnya, diperkirakan sekitar 3.000 hingga 5.000 bayi lahir dengan kondisi ini. Sayangnya, down syndrom bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan. Kondisi ini akan bertahan pada seseorang selama masa hidupnya.

 

 

Baca juga: 3 Kelainan Trisomi yang Harus Diketahui Ibu Hamil!

 

Bayi yang lahir dengan kondisi ini dapat mengalami berbagai masalah kesehatan, baik secara fisik maupun mental. Banyak yang menganggap bahwa kondisi ini sepenuhnya disebabkan oleh genetik. Padahal, kelainan dalam proses perkembangan telur, sperma, dan embrio bisa menjadi penyebabnya. Ada beberapa hal yang bisa meningkatkan risiko bayi terlahir dengan down syndrome, di antaranya:

  • Mums sebelumnya sudah pernah memiliki anak dengan down syndrome.
  • Memiliki riwayat keluarga dengan down syndrome.
  • Mums hamil di usia 35 tahun ke atas.

 

Terdapat 3 tipe down syndrome, di antaranya:

  1. Trisomi 21

Kondisi ini adalah yang paling sering terjadi, di mana kromosom ke-21 muncul tiga kali.

 

  1. Translokasi down syndrome

Setiap sel memiliki kromosom ekstra, bukan hanya pada kromosom ke-21. Kelebihan masing-masing kromosom menempel pada kromosom lainnya. Namun, kondisi ini bisa dikatakan jarang terjadi.

 

  1. Mosaik syndrome

Kondisi ini termasuk yang paling jarang terjadi, di mana hanya beberapa sel saja yang memiliki kelebihan kromosom.

 

Baca juga: Albino, Kelainan Genetik Turunan

 

Gejala Down Syndrome  

Down syndrome umumnya memiliki gejala yang berbeda-beda. Jika dilihat dari kondisi fisiknya, seseorang dengan down syndrome memiliki wajah yang hampir mirip. Contohnya, hidung yang pesek serta mata dan telinga yang kecil.

 

Selain itu, kondisi mental yang dialami orang dengan down syndrome juga berbeda. Namun, kebanyakan dari mereka memiliki kesulitan dalam berpikir, menemukan alasan, dan memahami suatu hal. Sedangkan dalam beberapa hal, seperti berjalan atau bicara, anak dengan down syndrome memiliki masa tumbuh kembang yang lebih lambat daripada anak normal.

 

Beberapa anak dengan down syndrome ada yang memiliki kondisi kelainan kesehatan tertentu, seperti masalah pada jantung, penglihatan, serta pendengaran.

 

Diagnosis dan Perawatan Down Syndrome

Ada pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mencari tahu risiko janin mengalami down syndrome atau tidak, yaitu dengan pemeriksaan antenatal melalui tes darah dan tes USG. Jika pada pemeriksaan antenatal menunjukkan adanya risiko yang cukup signfikan, Mums harus melakukan beberapa tes lagi untuk dapat mendiagnosis down syndrome sebelum  bayi lahir, di antaranya melalui prosedur amniocentesis, cordocentesis, atau penyampelan vilus korionik. Tes darah juga bisa dilakukan setelah Mums melahirkan untuk mengonfirmasi kondisi ini.

 

Karena down syndrome tidak dapat disembuhkan, terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua dalam menangani anak dengan down syndrome, yaitu:

 

  • Intervensi Dini

Sebagian besar negara menawarkan program layanan untuk anak dengan down syndrome dari usia 0 hingga 3 tahun. Program ini akan membantu meningkatkan pertumbuhan fisik dan mental anak. Orang tua bisa pula mengajarkan anak mandiri, seperti makan dan menggunakan baju sendiri, berjalan, merangkak, bermain dengan anak lainnya, berpikir, serta memecahkan masalahnya sendiri. Mums juga bisa mengajarkannya mendengarkan dan mengerti orang lain.

 

Baca juga: Sindrom Carpal Tunnel pada Ibu Hamil

 

  • Bantu Anak di Sekolah

Anak berhak mendapatkan pelajaran dan pengetahuan yang sama dengan anak lainnya. Mums bisa mendaftarkan si Kecil ke Sekolah Luar Biasa (SLB) dan berkonsultasi dengan tenaga pengajar di sekolah tersebut tentang kondisinya. 

 

Rutinlah untuk membawa anak ke dokter agar ia mendapat penanganan lebih lanjut. Biasanya, dokter akan menyarankan apa saja yang bisa Mums dan Dads lakukan selama masa tumbuh kembang anak. (AD/AS)