Sudah setahun kita hidup di tengah pandemi Covid-19. Berbagai cara diusahakan untuk memutus rantai penularan dan menekan angka kejadian penyakit ini, yaitu dengan cara menerapkan gaya hidup sehat antara lain cuci tangan di rumah, menutup mulut dan hidung dengan siku atau tissue saat batuk dan bersin, menggunakan masker ketika sakit dan keluar rumah, serta melakukan isolasi di rumah.

 

Pemerintah juga menetapkan pembatasan sosial berskala besar, serta membatasi pergerakan transportasi untuk mencegah tersebarnya infeksi virus ke berbagai daerah. Saat ini program vaksinasi Covid-19 juga sudah mulai berjalan, sengan sasaran petugas kesehatan dan lansia.

 

Keadaan pandemi ini juga memberikan kecemasan tersendiri untuk teman-teman yang sakit dan ingin kontrol ke dokter, baik di puskesmas, klinik, maupun rumah sakit. Ikatan Dokter Indonesia pun menyarankan untuk menunda untuk datang ke rumah sakit jika hal tersebut bukanlah suatu emergensi.

 

Namun jika hal tersebut adalah keadaan emergensi, disarankan untuk tetap datang ke fasilitas kesehatan terdekat. Keadaan ini cukup sulit, mengingat banyaknya orang yang lebih takut terhadap Covid itu sendiri. Di beberapa laporan kasus negara maju pun, banyak yang melaporkan adanya penanganan yang terlambat akibat menunda datang ke fasilitas kesehatan.

 

Baca juga: Pentingnya Kontrol Kehamilan

 

Di tengah pandemi Covid-19 ini, pemerintah menggandeng beberapa telekonsultasi di Indonesia untuk meningkatkan pengetahuan awam mengenai identifikasi bahaya yang mungkin ada di rumah. Adanya telekonsultasi ini memang sangat membantu, dengan koneksi internet, dokter bisa mencapai teman-teman yang lokasinya berada di pelosok, untuk tetap mendapatkan edukasi mengenai gejala yang dirasakan.

 

Namun telekonsulasi ini memang tidak bisa menggantikan pemeriksaan langsung. Pemeriksaan fisik langsung, dengan riwayat perjalanan penyakit yang dialami pasien, merupakan kunci untuk bisa mendapatkan diagnosis dan memberikan tatalaksana yang sesuai. Sehingga pada keadaan gawat darurat, seseorang tetap harus datang ke fasilitas kesehatan.

 

Kontrol Kehamilan Selama Pandemi

Salah satu kelompok masyarakat yang mencemaskan hal ini adalah ibu hamil. Ibu hamil memiliki rutinitas untuk kontrol ke bidan maupun dokter secara rutin. Dengan adanya pandemi ini, rutinitas untuk datang ke fasilitas kesehatan dapat membuat mereka cemas.

 

Oleh karena itu, Perkumpulan Dokter Kandungan Indonesia (POGI) memberikan arahan untuk kapan ibu hamil perlu ke dokter untuk konsultasi kehamilan. Mereka menyarankan untuk menunda ke dokter pada saat trimester 1, jika tidak ada keluhan. Namun pasien hamil trimester 1 perlu kontrol jika ada kecurigaan adanya kehamilan ektopik atau kehamilan di luar kandungan.

 

Pada trimester 2, disarankan untuk melakukan konsultasi melalui telekonsultasi, kecuali jika ada keluhan ataupun keadaan gawat darurat. Sedangkan pada trimester ketiga, ibu hamil wajib untuk melakukan kontrol kehamilan (antenatal care) untuk mempersiapkan proses persalinan. Kontrol kehamilan pada trimester ketiga dilakukan seminggu sekali sampai dengan adanya proses persalinan.

 

Baca juga: Gangguan Asam Lambung Heartburn Saat Hamil, Salah Makan atau Hormonal?

 

Namun, perlu diperhatikan bahwa keadaan gawat darurat tidak boleh menunda kunjungan ke fasilitas kesehatan.  Apa saja sih keadaan gawat daruratnya? Keadaan gawat darurat pada ibu hamil antara lain:

- Mual dan muntah yang hebat

- Perdarahan yang banyak

- Gerakan janin yang berkurang

- Pecah ketuban

- Kejang

- Kontraksi berulang

- Tekanan darah tinggi

- Nyeri kepala hebat.

 

 

Selain itu, ibu hamil dengan riwayat atau sedang mengalami penyakit diabetes, hipertensi, pertumbuhan janin kurang baik, maupun riwayat kehamilan buruk pada kehamilan sebelumnya, disarankan untuk tetap kontol rutin ke dokter kandungan.

 

Pada saat persalinan, ibu hamil diharapkan untuk melahirkan di fasilitas kesehatan, agar kebersihan proses persalinan tersebut sesuai standar. Pada ibu hamil dengan status PDP maupun status pasien positif, tidak diperkenankan rawat gabung maupun melakukan inisiasi menyusui dini. Namun, rekomendasi terbaru menyatakan IMD boleh dilakukan dengan protokol kesehatan.

 

Baca juga: TeleCTG Alat Pendeteksi Janin Bisa Jangkau Daerah Terpencil