Memberikan vaksin adalah salah satu cara untuk memperoleh kekebalan tubuh terhadap penyakit tertentu, utamanya yang disebabkan oleh mikroba, seperti bakteri dan virus. Kebanyakan vaksin diberikan pada usia bayi dan anak-anak, namun ada juga beberapa vaksin yang diberikan saat dewasa.

 

Vaksin yang diberikan akan merangsang sistem imun tubuh untuk memproduksi kekebalan, misalnya dengan pembentukan antibodi terhadap mikroba tersebut. Sehingga, ketika mikroba tersebut menyerang tubuh kembali, tubuh sudah punya ‘senjata’ dalam menangkalnya. Penyakit pun tidak akan terjadi, ataupun jika terjadi maka tingkat keparahannya tidak terlalu berat.

Baca juga: Hati-Hati, Bayi Anda Terkena Vaksin Palsu!

 

Tahukah Kamu bahwa ternyata masing-masing vaksin memiliki caranya sendiri untuk membentuk kekebalan tubuh? Perbedaan ini tidak hanya berpengaruh pada kekebalan tubuh yang dihasilkan, tapi juga memengaruhi cara penyimpanan vaksin, efek samping yang mungkin muncul, serta harga vaksin terkait dengan proses produksinya. Penasaran akan tipe-tipe vaksin tersebut? Apa saja perbedaan dan efeknya bagi tubuh? Ini dia pemaparannya!

 

Live attenuated vaccine

Tipe vaksin yang pertama adalah live attenuated vaccine. Sesuai namanya, vaksin jenis ini mengandung mikroba hidup yang dilemahkan. Jadi mikroba tersebut tidak akan menyebabkan penyakit, namun akan merangsang sistem imun tubuh kita agar mengenali lalu membentuk kekebalan terhadapnya. Saat suatu hari nanti kita terjangkit mikroba yang sama, tubuh sudah memiliki memori dan siap melawan mikroba tersebut. Enggak jadi sakit, deh!

 

Contoh vaksin yang termasuk ke dalam kategori ini adalah vaksin campak, BCG, rotavirus, cacar air (varicella), dan polio. Vaksin ini mengandung mikroba hidup yang tidak tahan dengan suhu yang tinggi. Sehingga mau tidak mau, selama pendistribusian dan penyimpanan sebelum digunakan, vaksin jenis ini harus berada pada suhu yang rendah

 

Inactivated vaccine

Untuk vaksin jenis ini, mikroba penyebab penyakit dimatikan dengan menggunakan berbagai metode, antara lain zat kimia, pemanasan, atau radiasi. Namun karena mikroba yang diberikan dalam kondisi mati, maka beberapa ilmuwan berpendapat bahwa kekebalan yang dihasilkan lebih ‘lemah’ dibandingkan dengan vaksin jenis live attenuated.

 

Vaksin hepatitis A, influenza, dan rabies adalah beberapa contoh dari vaksin jenis ini. Kelebihan vaksin ini dibandingkan dengan jenis live attenuated adalah penyimpanannya tidak memerlukan suhu yang rendah. Hal ini menjadi sangat berarti pada saat distribusi dan penyimpanan vaksin di daerah-daerah yang belum terjangkau listrik untuk menyalakan lemari pendingin.

 

Subunit vaccine

Berbeda dari dua jenis vaksin sebelumnya yang menggunakan mikroba secara utuh, vaksin jenis ini hanya menggunakan bagian tertentu dari mikroba. Bagian yang digunakan biasanya adalah komponen mikroba yang dapat menginduksi sistem kekebalan tubuh saat diberikan kepada manusia.

Baca juga: 5 Imunisasi untuk Orang Dewasa yang Tidak Boleh Dilewatkan

 

Karena hanya menggunakan bagian tertentu dari mikroba penyebab penyakit, maka peluang untuk terjadi efek samping dianggap lebih rendah jika dibandingkan dengan live attenuated vaccine dan inactivated vaccine. Contoh vaksin jenis ini adalah vaksin hepatitis B, yang hanya menggunakan surface antigen dari virus penyebab hepatitis B.

 

Toxoid vaccine

Beberapa jenis bakteri memiliki kemampuan memproduksi toksin, yaitu suatu senyawa yang dapat menyebabkan penyakit. Oleh karena itu, pada beberapa jenis bakteri yang menyebabkan penyakit karena adanya toksin ini, dibuatlah vaksin yang berasal dari toksin yang dimatikan. Contohnya adalah untuk vaksin penyakit difteri dan tetanus.

 

Agar tidak menimbulkan penyakit, maka toksin yang dihasilkan oleh bakteri tersebut akan diinaktivasi menggunakan cara tertentu. Biasanya adalah dengan menggunakan zat formaldehida. Toksin yang sudah tidak aktif ini kemudian disebut toksoid yang tidak membahayakan bagi tubuh. Namun, toksoid tetap mampu merangsang tubuh agar menghasilkan kekebalan terhadap toksin. Toksoid inilah yang kemudian menjadi komposisi vaksin difteri dan tetanus yang diberikan kepada manusia.

 

Conjugate vaccine

Sistem imun yang dimiliki oleh bayi dan anak masih belum sempurna. Karenanya, ada beberapa antigen dan toksin dari mikroba penyebab penyakit yang tidak dapat dikenali oleh sistem imun bayi dan anak.

 

Untuk membantu sistem imun mengenali antigen dan toksin mikroba tersebut, dibuatlah jenis vaksin konjugasi. Antigen atau toksin mikroba ‘digandengkan’ dengan molekul polisakarida, dengan tujuan agar lebih mudah dikenali oleh sistem imun tubuh, sehingga dapat terjadi kekebalan. Contohnya adalah vaksin untuk virus Haemophilus influenza atau lebih dikenal dengan vaksin Hib.

 

Nah Mums, itulah dia macam-macam tipe vaksin yang digunakan untuk imunisasi! Selain jenis-jenis vaksin di atas, ada beberapa tipe vaksin lainnya yang sedang dikembangkan oleh para ahli. Misalnya, vaksin yang berbasis DNA.

 

Untuk periode bulan Agustus hingga September 2017 ini, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sedang menggalakkan kampanye vaksinasi MR (measles dan rubella) untuk anak usia 9 bulan hingga 15 tahun.

 

Vaksin MR ini sendiri termasuk ke dalam jenis live attenuated vaccine. Jangan lupa untuk Mums yang memiliki anak dalam rentang usia tersebut, untuk segera mengunjungi Puskesmas, poliklinik, ataupun rumah sakit terdekat, untuk medapatkan vaksinasi tersebut. Salam sehat!

Baca juga: Jangan Lewatkan Imunisasi Wajib Satu Ini ya Mums!