Bengkak-bengkak pada tubuh, mual dan pusing, jantung berdetak cepat, serta kulitnya memerah mungkin reaksi alergi yang kerap Kamu temui. Biasanya setelah mengonsumsi obat antialergi, gejalanya akan mereda. Namun jika setelah 12 jam berlalu reaksi itu datang lagi, bahkan disertai reaksi alergi lainnya, seperti mata dan hidung berair, sakit perut, diare, hingga amat lemas, jangan pikir panjang untuk segera meminta bantuan medis. Pasalnya, bisa saja Kamu mengalami anafilaksis!

 

Reaksi alergi ini tergolong sangat jarang ditemui, tetapi tidak boleh disepelekan. Pasalnya, ini dapat berlangsung sangat cepat dan berakibat fatal, yakni menyebabkan kematian. Anafilaksis dapat dipicu beragam alergi, seperti alergi makanan, lateks, obat, dan sengatan serangga.

 

Mitos dan Fakta Alergi Makanan

 

 

Gejala yang Perlu Diperhatikan

Alergi pada umumnya memang menyebabkan kulit memerah disertai dengan hidung berair. Namun seperti dilansir dari webmd.com, beberapa gejala serius akan muncul setelah 30 menit, seperti:

  • Batuk gatal di tenggorokan yang disertai sesak di dada.

  • Pusing, badan lemas, hingga dapat tidak sadarkan diri.

  • Kulit memerah yang disertai gatal dan bengkak.

  • Hidung tersumbat dan bersin-bersin.

  • Kesulitan bernapas disertai dengan jantung berdetak cepat.

  • Area mulut, seperti bibir dan lidah, gatal lalu membengkak.

  • Tenggorokan gatal, suara serak, hingga sulit menelan.

  • Mual yang menyebabkan perasaan ingin muntah, diare, hingga kram.

  • Tubuh terlalu lemah dan wajah pucat.

 

 

Penyebab

Anafilaksis terjadi ketika antibodi bereaksi berlebihan terhadap suatu hal yang tidak berbahaya, seperti makanan. Untuk anak-anak, biasanya penyebab anafilaksis yang paling umum yaitu karena alergi makanan, tetapi pada orang dewasa penyebabnya bisa karena alergi obat.

 

Selengkapnya, berikut adalah beberapa pemicu anafilaksis yang umum terjadi, seperti yang disebutkan oleh acaai.org:

  • Makanan: kacang-kacangan (hazel, tanah, almond, mete), ikan, kerang, susu sapi, dan telur.

  • Lateks: sarung tangan karet sekali pakai, peluit, tabung intravena, dan kateter. Petugas kesehatan dan orang-orang yang bekerja dengan lateks alami berisiko lebih tinggi mengalami anafilaksis.

  • Obat-obatan: penicillin, aspirin, obat anti-inflamasi non-steroid seperti ibuprofen, dan anestesi.

  • Sengatan atau gigitan serangga: lebah, tawon, dan semut api.

 

Cara Mencegah

American College of Allergy, Asthma, and Immunology (ACAAI) mengatakan, jika seseorang memiliki riwayat anafilaksis sebelumnya, maka di kemudian hari risiko ini akan muncul kembali. Pada gejala awal, memang tidak semua penderita langsung mengalami kondisi yang serius. Namun, akan terjadi reaksi selanjutnya yang lebih parah. Biasanya, ini terjadi 12 jam setelah reaksi awal terjadi. Karenanya, cara terbaik untuk mencegahnya adalah dengan menjauhi semua hal yang menjadi penyebab alergi.

 

Sama halnya dengan Kamu yang belum memiliki riwayat anafilaksis tetapi memang menderita alergi, selain menjauhi semua penyebab alergi, cara terbaik untuk mencegah anafilaksis semakin parah adalah dengan mengonsumsi epinefrin. Obat ini biasanya berupa suntikan yang diberikan di paha.

 

Namun apabila gejala yang ditimbulkan semakin parah meski sudah menggunakan epinefrin, biasanya hal pertama yang akan dilakukan petugas medis adalah memberikan epinefrin dengan dosis yang lebih banyak. Jika tetap tidak membantu, maka akan dilakukan operasi trakeostomi, yakni menempatkan tabung oksigen langsung ke tenggorokan.

 

Di samping itu semua, sebaiknya jangan pernah menganggap alergi sebagai penyakit yang tidak berbahaya. Segera hubungi dokter ketika Kamu mengalami reaksi alergi, untuk mengetahui alergi apa yang Kamu derita. Setelah itu, mulai terapkan gaya hidup sehat dengan menjauhi penyebab alergi dan berolahraga secara teratur. (BD/AS)

 

Baca juga: Lawan Alergi dengan Konsumsi Makanan Ini, Yuk!